• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 29 Maret 2024

Jakarta Raya

RMI dan Ma’had Aly Zawiyah Jakarta Bahas Penanggulangan Kekerasan Seksual di Pesantren

RMI dan Ma’had Aly Zawiyah Jakarta Bahas Penanggulangan Kekerasan Seksual di Pesantren
Foto bersama usai kuliah umum RMI PWNU DKI Jakarta bersama Ma'had Aly Zawiyah Jakarta Timur. Foto: NU Online Jakarta/Nabila
Foto bersama usai kuliah umum RMI PWNU DKI Jakarta bersama Ma'had Aly Zawiyah Jakarta Timur. Foto: NU Online Jakarta/Nabila

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

 

Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama atau Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menggelar agenda halal bihalal sekaligus kuliah umum membahas tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di pondok pesantren. 


Acara ini terselenggara atas kerja sama antara RMI PWNU bersama Ma’had Aly Zawiyah Jakarta, dilaksanakan di Aula Ma’had Aly Zawiyah, Jakarta Timur, pada Rabu (1/6/2022). 


Ketua RMI PWNU DKI Jakarta KH Rakhmad Zailani Kiki mengatakan bahwa fenomena kekerasan seksual di pesantren sudah lama menjadi persoalan. Menurut Kiai Kiki, kalau persoalan ini didiamkan maka akan dianggap membenarkan kekerasan seksual itu. 


“Kalau kita diam maka kita dianggap membenarkan atau 'Ijma' sukuti' atas kejadian kekerasan seksual yang terjadi di tempat yang kita muliakan (pesantren). Kita tahu itu oknum, bukan lembaganya. Lembaga itu tidak bersalah yang salah orangnya,” tutur Kiai Kiki. 


“Hari ini ketika kejahatan dan kemaksiatan di genggaman, santri dilarang pegang handphone tetapi pengasuh pengajarnya tidak. Sekarang industri pornografi kalau tidak dicari atau ditawarin sudah mudah diakses di gadget, bahkan datang sendiri,” imbuhnya. 


Acara kuliah umum itu menghadirkan seorang Psikolog yakni H Asep Haerul Gani. Ia mengaku baru kali ini, ada pondok pesantren yang berani mengadakan kuliah umum dengan pembahasan mengenai pencegahan kekerasan seksual di pesantren. Sebab, Asep mengatakan bahwa kasus dan korban telah banyak di pesantren tetapi tidak berani melapor karena yang menjadi pelaku adalah gurunya sendiri. 


“Kebanyakan pelaku predator seksual ini adalah orang yang sudah dikenal korban. Korban juga tidak mendapatkan perlindungan, bahkan ada yang menjadi korban berulang. Korban kekerasan seksual sekaligus korban kebijakan pesantren dalam rangka melindungi nama baik ustadz,” katanya. 


Ia menambahkan, banyak kejadian kekerasan seksual yang terjadi pondok pesantren. Kemudian untuk menyelesaikan masalah, korban justru dikeluarkan dari pondok pesantren sehingga menjadi budaya tutup mulut agar nama baik pesantren tetap terjaga. Dengan kata lain, pesantren tidak mendapat stigma buruk dari masyarakat. 


Ia menjelaskan perbedaan antara kekerasan dengan pelecehan seksual. Asep menyebut bahwa kekerasan seksual timbul dari perasaan berkuasa dari pelaku untuk menindas korban yang tidak memiliki kuasa. 


“Saya kiai, saya guru, maka saya berkuasa,” katanya, memberi contoh. 


Kuliah umum dengan tema pencegahan kekerasan seksual ini, menurut Asep merupakan jihad akbar. Hal ini atas dasar santri dan pesantren yang sebagian besar memilih untuk tutup mulut terhadap persoalan ini. 


“Saya rasa perlu adanya fikih seksualitas dengan cara baru. Karena kalau tidak, akan repot,” ungkap Asep. 


Sementara itu, Pengasuh Ma’hadi Aly Zawiyah Jakarta KH Muhammad Adnan berharap, kerja sama dengan RMI PWNU DKI Jakarta ini dapat membawa keberkahan. Lebih jauh dimaknai sebagai bagian dari upaya tolong-menolong. 


“Kami atas nama Ma'had sangat senang sekali. Tentu kerja sama ini akan terjalin dan akan lebih baik. Karena akan ada terobosan dengan dunia luar apalagi di bawah naungan NU yang punya nama terutama terobosan kerja sama di bidang pendidikan,” ujar Kiai Adnan. 


Pewarta: Fatma Nabilatuz Zahro 
Editor: Aru Elgete


Editor:

Jakarta Raya Terbaru