TAK bisa disalahkan jika Nahdlatul Ulama (NU) diidentikan dengan masyarakat Jawa Timur (Jatim). Alasan sederhana, karena memang basis utama organisasi kemasyarakatan Islam yang didirikan oleh Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari tahun 1926 silam itu, mayoritas berada di bagian timur pulau Jawa.
Anggapan tersebut tak sepenuhnya benar. Kenyataannya, NU juga tersebar di seluruh penjuru tanah air. Bahkan, di mancanegara pun NU eksis. Keberadaan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di Malaysia, Jepang, Australia-New Zealand, Syria, Mesir, Libya, Arab Saudi, Pakistan, Amerika Serikat, Jerman, dan lain-lain jadi buktinya.
<>Namun demikian, identifikasi bahwa NU adalah Jatim, begitu juga sebaliknya, tak bisa dipungkiri. “Kenapa kalau lihat NU itu di Jawa Timur. Kenapa kalau lihat pesantren, di Jawa Timur. Bikin bahtsul masail (pembahasan masalah) di Jawa Timur. Sampai ribut-ribut urusan politik, juga di Jawa Timur?” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi saat hadir pada halal bi halal Pengurus Wilayah Muslimat NU DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Dalam kesempatan itu, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur itu mengungkapkan salah satu obsesi besarnya untuk membangun, mengembangkan sekaligus memajukan NU. Ia sangat berharap agara NU menjadi besar dan tak hanya dikenal dengan Jatim. Ia ingin, organisasi yang dipimpinnya juga bisa berkembang besar di mana-mana, termasuk di Ibukota Jakarta.
“Sejak pertama kali saya menjadi ketua umum PBNU (periode pertama-Red) tahun 1999, saya ingin NU DKI Jakarta ini menjadi ‘etalase’ NU seluruh Indonesia,” ungkap Hasyim di hadapan para hadirin yang kebanyakan kaum ibu-ibu itu.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Dijelaskan mantan Ketua PWNU Jatim itu, ibarat sebuah toko yang biasanya memiliki etalase untuk memajang setiap barang yang dijual di toko tersebut. Barang-barang yang dipajang di etalase itu, katanya, tentu harus mewakili keseluruhan barang yang dijual. Demikian pula dengan NU.
“Etalase di sebuah toko mesti di depan, biar orang mudah melihatnya. Barang-barang yang dijual, semua harus ada di toko itu. Saya ingin NU DKI Jakarta seperti itu. Artinya, kalau mau tahu NU secara keseluruhan, lihat saja di etalase; NU DKI Jakarta. Semua tentang NU, ada di NU Jakarta,” jelas Hasyim.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Keinginan Hasyim tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya, gerakan NU akan lebih masif jika dimulai dari ibukota negara yang menjadi pusat dari segala aktifitas, baik aktifitas ekonomi, politik, sosial-budaya, teknologi, informasi dan sebagainya. Aktivitas yang sifatnya internasional, lanjutnya, pun dimulai dari Jakarta. “Kalau di Jawa Timur kan nggak kelihatan,” pungkasnya.
Obsesi besar pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia itu bukanlah ibarat mimpi di siang bolong. Dalam arti, hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan. Apalagi saat ini, sumber daya manusia yang dimiliki NU tak lagi bisa dianggap kecil.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Menurut Hasyim, salah satu alasan mengapa ia yakin bahwa obsesi tersebut mungkin terjadi karena, paham keagamaan yang dianut umat Islam di kota metropolis Jakarta, terutama masyarakat Betawi, adalah paham Ahlussunnah Wal Jamaah, sebagaimana juga paham keagamaan NU. “Masyarakat Islam DKI ini kan juga ahlussunnah,” tandasnya.
Bahkan, dengan nada bercanda, Hasyim menyamakan masyarakat Betawi dengan masyarakat Madura, Jatim. “Hampir sama dengan (masyarakat-Red) Madura, kalau ditanya apa agamanya, jawabnya pasti NU. Dari mulai polisi sampai copetnya, juga NU,” candanya disambut tawa riuh hadirin.
Meski begitu, Hasyim sangat menyadari betapa cita-cita besarnya itu takkan mungkin terwujud hanya dengan berdiam diri saja. Berbuat sesuatu pun, katanya, kalau tidak dengan menggunakan sistem, tata kelola dan manajemen yang rapih, harapan tersebut sulit untuk menjadi kenyataan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
“Ada organisasi keislaman yang baru berdiri sekitar empat tahun, kelihatan besar tapi sebetulnya kecil. Itu karena diatur dan dikelola dengan manajemen yang baik, media massa pun mereka kuasai. Sumber daya manusia kita (NU-Red) banyak, tapi sayang, tidak dikelola, tidak diberdayakan dengan maksimal,” terang Hasyim.
Hal itulah, lanjut Hasyim, yang menjadi salah satu sebab mengapa NU seperti terlihat kecil. Kita (NU-Red) yang memang benar-benar besar, tapi kelihatannya kecil. Kita ini sudah 80 tahun, amal (perbuatan baik) dan dosanya bisa dilihat. Beda dengan mereka yang baru empat tahun. Ya, yang namanya baru empat tahun, amal dan dosanya pun belum ada,” selorohnya. (Arief Hidayat)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND