Keislaman

‎Dampak Negatif Tawuran dalam Pandangan Islam

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 20:46 WIB

‎Dampak Negatif Tawuran dalam Pandangan Islam

Tawuran Pelajar di Jakarta kian marak. (Ilustrasi: NU Online/Mahbib).

‎Beberapa kasus tawuran antar pelajar masih menjadi problematika di daerah Jakarta. Mereka melakukan aksi keributan yang berdampak buruk bagi diri sendiri dan masyarakat. 

 

Meskipun Jakarta merupakan kota yang maju dari segala aspek, namun data menunjukan bahwa tawuran masih menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat. 

 

‎Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat 240 kasus tawuran antar pelajar selama 2021, degan 35 korban meninggal. Polda Metro Jaya juga menyebutkan terdapat 111 kasus tawuran sepanjang tiga 3 bulan terkahir di tahun 2024. 

 

Selain itu, terdapat 45 kasus tawuran antar pelajar yang terjadi di Jakarta selama bulan April 2025. Tentunya masih banyak kasus tawuran yang mungkin belum tercatat.

 

‎Paparan di atas menunjukkan bahwa fenomena tawuran menuntut perhatian serius dari segala pihak. Sebab pada gilirannya tawuran memiliki dampak negatif yang cukup signifikan. 

 

Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya secara fisik akan tetapi psikis pelaku dan masyarakat. Dampak tersebut tidak hanya ditanggung oleh individu melainkan menjadi dampak kolektif bagi masyarakat. Setidaknya terdapat  kerugian yang muncul akibat tawuran, di antaranya:

 

‎Pertama, hilangnya rasa aman dan nyaman bagi warga atau masyarakat. Maraknya kasus tawuran akan menghilangkan ruang kehidupan masyarakat yang aman dan terjaga. sebab pada kenyataanya, tak jarang para warga mengalami cidera yang tak disengaja akibat dari perseteruan tersebut. 

 

‎Kedua, rusaknya rumah atau fasilitas umum. Tawuran antar pelajar sering kali dilakukan di tempat-tempat umum, seperti jalan raya, perkotaan, dan pemukiman warga. Para pelaku tidak pernah memperhatikan ketertiban umum. 

 

Banyak fasilitas umum yang hancur akibat dari bentrokan tersebut. Hancurnya fasilitas umum akan berdampak pada efektifitas kehidupan masyarakat secara umum.

 

‎Ketiga, Desakralisasi nyawa manusia. Pelaku tawuran tak segan-segan melukai musuhnya. Bahkan pada tahap tertentu, berani merenggut nyawa manusia. Demikian itu memungkinkan hilangnya kesakralan atau nilai suci dalam kehidupan manusia. 

 

Ini bisa terjadi tatkala manusia hanya dipandang sebagai bentuk materi dan biologis semata, tanpa memandang dimensi spiritual atau transenden dalam kehidupan. Hal ini tentunya ironis, sebab pelanggaran yang dilakukan bukan semata tawuran pelajar, melainkan pembunuhan. 

 

‎Lebih lanjut, pelaku tawuran sering kali berujung pada pengucilan dari masyarakat tempat dia tinggal. Masyarakat akan cenderung menetapkan pandangan negatif kepada pelaku tawuran. 

 

Mereka akan teralienasi dari struktur masyarakat yang utuh. Oleh karenanya, hal ini juga akan berdampak pada psikologis pelaku bahkan orang tua dan keluarga. 

 

‎Pandangan Agama 

‎Tawuran antar pelajar dianggap sebagai bentuk anomali di kalangan remaja yang disebabkan oleh krisis identitas dan ketidakmampuan mengendalikan emosional dengan baik, sehingga berdampak pada perilaku anarkis. 

 

Islam melarang keras segala bentuk peperangan dengan alasan yang tak jelas, misalnya karena sikap egoistik atau fanatisme kelompok. Bahwa fenomena tawuran -sebagaimana yang telah dijelaskan di awal- akan berdampak pada desakralisasi nyawa seseorang dan hilangnya tatanan masyarakat dalam menjalani kehidupan dengan penuh rasa aman. 

 

‎Setidaknya terdapat beberapa catatan yang perlu disorot dari perilaku tawuran menurut pandangan Islam. 

 

‎Pertama, larangan menakut-nakuti orang lain. Islam melarang menakut-nakuti orang lain sekalipun dalam konteks lelucon atau bercanda, karena perilaku tersebut merupakan suatu yang dzalim. 

 

‎(لا تروعوا المسلم) أي لا تخوفوه أو تفزعوه (فإن روعة المسلم ظلم عظيم) فيه إيذان بأنه كبيرة وأصل الحديث أن زيد بن ثابت نام في حفر الخندق فأخذ بعض أصحابه سلاحه فنهى عن ترويع المسلم. 

 

‎Artinya: "Jangan lah menakut-nakuti sesama muslim, karena menakut-nakuti sesama muslim adalah kezaliman yang besar. Ini menunjukkan bahwa perilaku tersebut merupakan dosa besar. Hadis ini muncul tatkala Zaid bin Tsabit tengah tidur di parit khandaq, kemudian salah seorang sahabat lainnya mengambil senjata Zaid (untuk menakut-nakuti) Maka nabi melarang untuk menakut-nakuti orang muslim." (ImamAl-Manawi,Faidh Al-Qadir,{MaktabahAt-TijariahAl-Kubro, Mesir:1357 M}, juz VI, h 395).

 

‎Sementara perilaku tawuran telah terbukti membuat masyarakat hidup dalam keadaan ketakutan dan kekhawatiran. Demikian itu bertentangan dengan ajaran Islam yang memiliki semangat untuk membentuk tatanan masyarakat yang aman. 

 

‎Kedua, larangan melakukan kerusakan di bumi, termasuk rumah dan fasilitas umum. Abu Bakar bin Shiddiq pernah menyampaikan kepada para sahabat dan pasukannya tatkala hendak menuju Syam. Ia memperingati untuk tidak melakukan kerusakan di tempat-tempat lain dan melukai orang-orang yang tidak ikut andil dalam peperangan. 

 

‎وَلَا تُغْرِقُنَّ نَخْلًا وَلَا تَحْرِقُنَّهَا، وَلَا تَعْقِرُوا بَهِيمَةً، وَلَا شَجَرَةً تُثْمِرُ، وَلَا تَهْدِمُوا بَيْعَةً، وَلَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلَا الشُّيُوخَ وَلَا النِّسَاءَ، وَسَتَجِدُونَ أَقْوَامًا حَبَسُوا أَنْفُسَهُمْ فِي الصَّوَامِعِ فَدَعُوهُمْ وَمَا حَبَسُوا أَنْفُسَهُمْ لَهُ... 

 

‎Artinya: “Jangan sekali-kali menebang pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan membunuh hewan-hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, janganlah kalian merobohkan bangunan, jangan membunuh anak kecil, orang tua maupun perempuan. Kalian akan menemukan orang-orang yang mengurung diri di biara-biara, maka biarkanlah mereka melakukan apa yang telah mereka lakukan. (Imam Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubro, {Dar El-Kotob Al-ilmiyah, Beirut: 2003}, Juz IX, h 145).

 

‎Jika dalam jihad demi membela agama seseorang tak boleh menyerang atau merusak sesuatu selain musuh, maka tak ada alasan yang dapat membenarkan perilaku tawuran -perang yang diharamkan- yang menyebabkan kerusakan di bumi, termasuk menghancurkan fasilitas umum.

 

‎Ketiga, penghormatan terhadap jiwa seseorang menempati titik fundamental dalam ajaran Islam yang terakomodir pada inti maqasid syariah, menjaga jiwa (hifz nafs). 

 

Konsep tersebut mengandaikan seseorang muslim untuk senantiasa komitmen dalam menjaga keselamatan dirinya dan orang lain. Maka segala bentuk perilaku yang berpotensi melukai, menciderai bahkan menghilangkan nyawa seseorang adalah perilaku yang ditentang secara tegas dalam Islam.  

 

‎Bahwa orang yang terluka atau meninggal dalam keadaan tawuran tidak termasuk dari bagian jihad ataupun mati syahid. Sebab tawuran berangkat dari alasan yang tak jelas, dan terikat fanatisme kelompok. Nabi memberikan atensi yang tegas tentang hal tersebut. 

 

‎عَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ

 

‎Artinya:  dari Jundab bin Abdullah Al Bajali dia berkata, "Rasulullah Saw  bersabda, "Barang siapa terbunuh karena membela bendera tidak jelas (selain bendera Islam) dan menyeru kepada fanatisme golongan kelompok atau mendukungnya, maka matinya seperti mati jahiliah." (H.R Muslim) -diriwayatkan serupa oleh Imam Ahmad melalui Abu Hurairah.

 

‎Dalam syarahnya, Imam Muslim menjelaskan (ra'yatin imiyyatin) sebagai sesuatu yang tak diketahui alasannya.  

 

‎وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ ... هِيَ الْأَمْرُ الْأَعْمَى لَا يَسْتَبِينُ وَجْهُهُ كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَالْجُمْهُورُ قَالَ إِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ هَذَا كَتَقَاتُلِ الْقَوْمِ لِلْعَصَبِيَّةِ

 

‎Artinya: "Barang siapa yang terbunuh karena membela bendera selain Islam," maksud kalimat itu adalah membela perkara yang tidak jelas. Demikian penjelasan ini merupakan pendapat dari Ahmad bin Hambal dan jumhur ulama. Contoh dari perkara tersebut ialah melakukan perang/tawuran karena fanatisme kelompok. (Abu Zakaria Al-Anshori, Syarah Shahih Muslim, {Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, Beirut: 1396 H} juz XII, halaman 239).

 

‎Dengan demikian, Islam senantiasa menyerukan kedamaian dan menjunjung tinggi konsep ishlah (rekonsiliasi) tatkala terjadi pertikaian, serta memandang jiwa manusia sebagai sesuatu yang sakral. Islam amat menjaga jiwa manusia sebagai kehormatan yang sepatutnya dijaga. Setiap orang tidak boleh disakiti dengan cara-cara yang diharamkan. Bahwa menjamin keselamatan manusia merupakan hal yang wajib dalam agama. 

 

‎تضمّنت النّصوص أنّ المسلم لا يحلّ إيصال الأذى إليه بوجه من الوجوه من قول أو فعل بغير حقّ

 

‎Artinya: "kandungan teks menjelaskan bahwa seseorang muslim tidak boleh disakiti dengan cara apapun, baik melalui perkataan, ataupun perbuatan tanpa alasan yang benar." (Ibn Rajab Al-Hanbali, Jami'ul Ulum wal Hikam, {Ar-Risalah, Beirut: 1997 M), juz II, halaman 282). 

 

‎Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa dampak negatif tawuran menimbulkan kerugian yang siginifikan bagi pelaku maupun masyarakat. Dengan memahami dampak tersebut, setiap orang dapat memberikan nasehat kepada para pelajar agar menjauhi tawuran. Demikian itu agar energi para pelajar dalam mengaktualisasikan dirinya dapat disalurkan kepada kegiatan yang kreatif dan positif.