• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Minggu, 28 April 2024

Nasional

Munas-Konbes NU 2023

Ini Filosofi dan Asal-Usul Tradisi Palang Pintu Betawi untuk Sambut Presiden Jokowi di Munas-Konbes 2023

Ini Filosofi dan Asal-Usul Tradisi Palang Pintu Betawi untuk Sambut Presiden Jokowi di Munas-Konbes 2023
Panitia Lokal Pengurus Wilayah (PWNU) DKI Jakarta menampilan Palang Pintu dan Pantun untuk menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo. di Pesantren Al-Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (18/9/2023) pagi. (Foto: NU Online Jakarta/Alvi Syahri Hilman).
Panitia Lokal Pengurus Wilayah (PWNU) DKI Jakarta menampilan Palang Pintu dan Pantun untuk menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo. di Pesantren Al-Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (18/9/2023) pagi. (Foto: NU Online Jakarta/Alvi Syahri Hilman).

Jakarta Timur, NU Online Jakarta


Saat pembukaan Pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2023 di Pesantren Al-Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (18/9/2023) pagi. Panitia Lokal Pengurus Wilayah (PWNU) DKI Jakarta menampilan Palang Pintu dan Pantun untuk menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo.


Palang pintu yang ditampilkan pada Munas dan Konbes NU 2023 berbeda dengan seperti yang biasa ditampilkan. Jika biasanya banyak menampilkan adegan pencak silat, maka kali ini adegannya hanya saling berbalas pantun. Sebelum memasuki gedung tempat berlangsungnya pembukaan, Presiden Joko Widodo yang didampingi oleh Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf, dilaksanakan tradisi palang pintu. Dua orang pria yang mengenakan pakaian khas Betawi, satu pakaian berwarna hijau, satu pakaian berwarna hitam, saling berbalas pantun.


Palang Pintu
 

Perlu diketahui, Palang Pintu menjadi salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia yang masih dilestarikan hingga saat ini. Palang pintu merupakan adat bagi masyarakat Betawi untuk mengajak masyarakat dalam menghormati adat istiadat setempat. 


Menurut Anggi Melinda dalam Jurnal Untar, menyatakan bahwa Palang Pintu sebagai bentuk penyampaian nilai, sikap, dan pandangan hidup masyarakat Betawi dalam menjalankan kehidupan tentang  dunia  serta  organisasi sosial  secara  berdampingan  satu  sama  lain  yang dilestarikan  melalui  komunikasi verbal dan nonverbal dari generasi ke generasi.


Sedangkan menurut Ita Suryani dalam Jurnal Komunikasi, berpendapat bahwa Tradisi Palang Pintu merupakan salah satu tradisi yang menjadi identitas masyarakat Betawi Di Jakarta. Tradisi ini menjadi bagian dalam prosesi upacara pernikahan adat Betawi sejak zaman nenek moyang. Perpaduan silat dan seni pantun yang jenaka menjadi hal yang dominan dalam tradisi Palang Pintu.
Kata Palang Pintu diambil dari bahasa Betawi yang memiliki arti “Penghalang agar seseorang ataupun rombongan tidak dapat lewat”. Palang Pintu juga menjadi simbol bagi pengantin pria untuk meminta restu dari rombongan wanita untuk meminang pengantin wanita.


Palang Pintu merupakan menggabungkan seni bela diri, sastra pantun, dan juga melantunkan ayat suci Al-Qur’an berserta lantunan Shalawat. Tentunya Palang Pintu itu sendiri memiliki simbol kehidupan bagi kedua mempelai sebelum melangsungkan prosesi pernikahan. 


Dalam prosesi Palang Pintu, masing-masing pengantin pria dan wanita telah menyiapkan jawara untuk saling beradu kemampuan dalam seni bela diri. Seni bela diri ini menyimbolkan bahwa pihak laki-laki akan berperan sebagai kepala keluarga dalam pernikahan, pihak laki-laki harus memiliki kemampuan dalam menjaga serta melindungi istri dan anaknya dari marabahaya apapun. Para jawa juga bertukar pantun untuk menghibur para tamu undangan. Tukar pantun ini juga memiliki simbol tersendiri, yaitu untuk melambangkan diplomasi dari pihak laki-laki dalam mencapai mufakat dengan pihak keluarga pengantin wanita. 


Saat Palang Pintu berlangsung adanya pelantunan ayat suci Al-Qut’an beserta shalawat yang melambangkan bahwa pihak pengantin pria harus menjadi imam dalam keluarganya. Pengantin pria dituntun untuk paham akan agama, dan berkewajiban dalam menuntun istri beserta anaknya agar berjalan di jalan kebaikan.


Tentunya, jawara dari pihak pengantin pria akan dimenankan oleh jawara dari pihak pengantin wanita. Itu semua melambangkan bahwa penganti pria berhasil melewati palang pintu yang menjadi simbol penghalang sebelum melangsungkan prosesi pernikahan. Palang Pintu sendiri bukan hanya sekadar kegiatan semata, tetapi itu semua menjadi simbol atas pandangan serta landasan hidup bagi masyarakat Betawi.


Dilengkapi dengan bawaan dari rombongan pengantin pria yang akan diserahkan kepada pengantin wanita. Bawaan tersebut bukan hanya sekadar barang semata, tetapi tentunya bawaan tersebut memiliki simbol atas pandangan serta landasan masyarakat Betawi dalam memandang kehidupan. Bawaan tersebut biasanya berupa pakaian bagi pengantin wanita, roti buaya yang melambangkan kesetiaan pihak pria kepada pihak wanita. Bawaan kembang kelapa yang memiliki makna selaras dengan pohon kelapa. Pohon kelapa mulai dari pohonnya hingga akarnya semua itu bermanfaat bagi manusia, dan diharapkan pernikahan itu juga sama bermnafaatnya seperti pohon kelapa.


Selain bawaan dari pihak pria, adanya kembang api dan juga ondel-ondel dalam prosesi Palang Pintu. Ondel-ondel disini memiliki simbol penolak bala. Dan diharapkan agar pernikahan pengantin itu selalu dilindungi dari segala marabahaya yang ada. 


Kontributor: Novia Fitri Zahroh
Editor: Haekal Attar


Nasional Terbaru