• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 19 April 2024

Nasional

Mahasiswa Islam Nusantara STAINU Jakarta Soal Qiro’at Langgam Jawa

Mahasiswa Islam Nusantara STAINU Jakarta Soal Qiro’at Langgam Jawa

Jakarta, NU Online
Pembacaan al-Qur’an dengan Langgam Jawa yang dilantunkan oleh Muhammad Yasser Arafat di Istana Negara pada peringatan Isra Mi’raj, Jum’at (15/5) lalu menuai beragam pro dan kontra di tengah masyarakat. Kontroversi ini juga ditanggapi oleh para mahasiswa Pascasarjana Kajian Islam Nusantara STAINU Jakarta sebagai khazanah keislaman di Indonesia.<>

“Kita harus memposisikan terlebih dulu, bahwa membaca al-Qur’an dengan Langgam Jawa itu termasuk dalam kategori mana. Apakah itu termasuk Qiro’at (sab’ah/asyrah), Tarannum (bayati, hijaz, dan lain-lain) atau Maqamat (jawab, jawabul-jawab, dan lain-lain,” jelas mahasiswa bernama Abdurrof, Selasa (19/5) di Jakarta.

Mahasiswa asal Cirebon ini menambahkan, bahwa dalam dunia ‘persilatan’ Qiro’at, langgam itu masuk dalam kategori Tarannum, yakni irama lagu. Wilayah ini, menurutnya, adalah wilayah bebas inovasi dengan menjaga standar Qiro’at.

Bahkan secara Maqamat, lanjutnya, Indonesia lebih kaya dari Tarannmu Isyriq (Timur Tengah). Untuk Tarannum Jawa saja, tambahnya, Indonesia mempunyai Maqamat Dhandhanggula, Kinanthi, Asmarandhana, dan lain-lain.

“Kemarin yang di Istana Negara itu, Maqamat atau Larasnya Pelog,” terang Aktivis di Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren (PSPP) ini.

Mahasiswa lain bernama Abdul Kadir menjelaskan, bahwa pembacaan al-Qur’an dengan Langgam Jawa adalah sebuah inovasi yang bagus, karena tidak terpaku dengan lagu-lagu Arab seperti pada umumnya. “Langgam itu secara leksikal atau arti kamus sama dengan cara atau model kan? Atau juga sama dengan bentuk irama lagu. Itulah langgam dalam kamus Bahasa Indonesia,” ucap mahasiswa asal Pontianak, Kalimantan Barat ini.

Sementara itu, mahasiswa bernama Zaenal Muttaqin menuturkan, pembacaan al-Qur’an dengan Langgam Jawa itu baik dan bagus-bagus saja. “Yang penting tajwid benar dan tartil bacanya. Qiro’at Sab’ah merupakan monopoli Arab itu,” tukas aktivis salah satu LSM di Jakarta ini.

Senada dengan pendapat yang lain, mahasiswa asal Indramayu, Jawa Barat Alamul Huda menegaskan, jika pembacaan al-Qur’an dengan menggunakan Langgam Jawa adalah bukan hal baru di Indonesia, khususnya di Jawa. “Biasa aja. Dulu masa kecilku di Tajug (mushalla), Simbah-simbah mengajinya ya seperti itu. Tapi ya tidak menimbulkan kontroversi seperti di Istana,” papar Pegiat Kajian Islam Pesisiran ini. (Fathoni)


Editor:

Nasional Terbaru