Jakarta Raya

PWNU Jakarta: Saatnya Betawi Jadi Pelaku Utama Pembangunan Jakarta

Rabu, 28 Mei 2025 | 12:10 WIB

PWNU Jakarta: Saatnya Betawi Jadi Pelaku Utama Pembangunan Jakarta

Ilustrasi kota DKI Jakarta. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online Jakarta

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta, Kiai Lutfi Hakim, mengajak masyarakat Betawi untuk tidak lagi menjadi penonton di tanah sendiri melainkan tampil sebagai pelaku utama dalam pembangunan Jakarta sebagai kota global.

 

Kiai Lutfi menyampaikan Jakarta hari ini telah menjelma menjadi kota global dengan peran strategis dalam perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Jakarta (UU PDKJ).

 

"Di tengah arus perubahan besar ini, muncul satu pertanyaan mendasar: Apakah masyarakat Betawi akan terus menjadi penonton di tanah sendiri, atau kini saatnya tampil sebagai pelaku utama?" ujar Kiai Lutfi kepada NU Online Jakarta, Rabu (28/5/2025).

 

Kiai Lutfi menyebutkan para tokoh dan elit Betawi telah bekerja dalam senyap selama bertahun-tahun untuk memastikan budaya Betawi tidak hanya dikenang tetapi juga diakui dan dilibatkan secara resmi dalam arah pembangunan kota.

 

"Hasil dari kerja panjang tersebut kini mulai tampak. UU PDKJ secara tegas menyebut pentingnya pemajuan budaya Betawi, pelibatan lembaga adat, serta penyediaan dana abadi kebudayaan," katanya.

 

Kiai Lutfi menilai capaian tersebut sebagai langkah strategis yang membuka ruang seluas-luasnya bagi eksistensi Betawi di masa depan.

 

"Ini adalah capaian strategis yang membuka ruang seluas-luasnya bagi eksistensi Betawi di masa depan," tegasnya.

 

Kiai Lutfi menekankan dalam menyongsong usia lima abad Jakarta, saat ini merupakan momentum tepat bagi masyarakat Betawi untuk menyelaraskan langkah dan menyatukan pikiran.

 

"Jakarta bukan hanya pusat bisnis, jasa, dan pemerintahan. Kota ini sedang menata dirinya menjadi kota global yang tetap berpijak pada akar budayanya yang tercipta dari perjalanan sejarah yang panjang," jelasnya.

 

Kiai Lutfi menyoroti tantangan yang ada dengan menyatakan tidak menginginkan budaya Betawi hanya hadir dalam seremoni untuk melengkapi panggung kosmetik kekuasaan.

 

"Saatnya kita ubah narasi ini. Kita ingin generasi baru Betawi yang bangun tidur di rumah sendiri. Generasi mengucek mata dengan penuh syukur atas rezeki hasil jerih payahnya sendiri, yang menyendok nasi dan menyingkap tutup saji di meja makan dari dapur usaha sendiri bukan dapur mertua, apalagi dapur orang lain," katanya.

 

Kiai Lutfi menegaskan Betawi harus hadir bukan hanya sebagai simbol budaya melainkan sebagai subjek pembangunan.

 

"Cukup sudah kita berada di pinggiran. Kini waktunya kita masuk ke tengah gelanggang. Menjadi jawara dan juragan di kampung sendiri. Turut ambil bagian dalam pembangunan sosial, ekonomi, kebijakan, dan kebudayaan kota," ujarnya.

 

Kiai Lutfi menyampaikan untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan lebih dari sekadar program tetapi revolusi kultural.

 

"Tapi untuk itu semua, kita butuh lebih dari sekadar program. Kita butuh revolusi kultural. Sudah terlalu lama kita hidup berdampingan tapi tidak saling kenal bagai sebuah kerumunan. Terlalu sering kita mati obor tak tahu akar, tak tahu asal," ungkapnya.

 

Kiai Lutfi menjelaskan Betawi memiliki kekuatan utama berupa rasa persaudaraan meski terbilang etnis termuda.

 

"Padahal Betawi meski terbilang etnis termuda, tak punya marga, dan terbuka bagi siapa saja, justru punya satu kekuatan utama: rasa. Rasa sebagai saudara, sebagai keluarga yang nenek moyangnya bersentuhan langsung dengan penjajah dan rasa ketertindasan yang sama," jelasnya.

 

Kiai Lutfi mengajak masyarakat Betawi untuk bangga terhadap identitas mereka.

 

"Kita punya budaya yang hidup. Kita punya identitas yang harus dicintai dan dibanggakan. Maka jangan ragu, jangan malu. Sudah waktunya kita memproklamirkan diri dengan lantang: Gue Bangga Jadi Anak Betawi," katanya.

 

Kiai Lutfi menyampaikan kebangkitan Betawi tidak bisa hanya dibebankan kepada tokoh-tokoh semata tetapi harus menjadi gerakan kolektif.

 

"Kebangkitan Betawi tidak bisa hanya dibebankan kepada tokoh-tokoh semata. Ia harus menjadi gerakan kolektif bernafas kerempugan digerakkan oleh para pemuda, diperkuat oleh perempuan, didorong oleh komunitas, dan dijaga oleh para sesepuh. Identitas budaya bukan hanya warisan, tapi juga perjuangan," tuturnya.

 

Kiai Lutfi menyoroti pentingnya menjaga akar kearifan lokal dalam pengembangan Jakarta sebagai kota global.

 

"Jakarta hari ini telah ditetapkan sebagai kota global dan berbudaya. Tapi sebuah kota tanpa akar kearifan lokal yang kuat adalah kota yang kehilangan jiwanya. Maka, keberadaan masyarakat Betawi yang tangguh, mandiri, dan bersatu adalah kunci agar kota ini tetap hidup dan bermakna," tegasnya.

 

Kiai Lutfi mengajak seluruh masyarakat Betawi untuk bergerak bersama memanfaatkan momentum yang ada.

 

"Kini kita punya peluang. Kita punya dasar hukum. Kita punya ruang. Yang perlu kita lakukan adalah bergerak bersama dalam barisan kerempugan mengorganisir kekuatan, memperkuat kelembagaan, memperjuangkan revisi Perda Budaya, dan memastikan lembaga adat Betawi berdiri dengan legalitas dan integritas," katanya.

 

"Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan di kampung sendiri, mau bangkit di mana lagi? Saatnya kita bersinergi, bekerja sama, dan bahu membahu dalam satu barisan guna Menjemput Takdir Baru Kaum Betawi," pungkasnya.