Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
Kamis, 5 Juni 2025 | 10:40 WIB
Idul Adha bukan hanya tentang penyembelihan hewan kurban, melainkan juga momentum untuk menggali nilai-nilai ihsan yang diajarkan oleh Rasulullah. Nilai ihsan adalah puncak keikhlasan, di mana seorang muslim mempersembahkan yang terbaik bagi Allah, baik dalam ibadah maupun hubungan sesama manusia.
Khutbah Idul Adha ini berjudul “Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji,” yang mengajak kita semua untuk menghidupkan semangat ihsan dalam setiap amal di hari raya yang penuh berkah ini. Untuk mencetak, silakan klik fitur download berwarna merah di desktop pada bagian atas naskah khutbah ini. Semoga bermanfaat!
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ، صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ.
Sidang Idul Adha yang Dimuliakan Allah SWT
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga kepada kita. Nikmat iman, Islam, kesehatan, dan kesempatan untuk kembali berkumpul di hari yang mulia ini, Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Pada hari yang agung ini, kita mengenang kembali keteladanan paripurna Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, sebuah kisah tentang ketaatan dan pengorbanan yang tak tergoyahkan. Kurban yang kita tunaikan hari ini adalah simbol dari pengorbanan suci tersebut, sekaligus wujud syukur kita kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya.
Ibadah kurban bukan sekadar ritual penyembelihan hewan, akan tetapi madrasah spiritual yang mengajarkan kita untuk menginternalisasikan sebuah nilai luhur dalam Islam, yaitu Ihsan. Ihsan yang secara epsitimologi berarti berbuat baik dan secara terminologi merupakan upaya melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin dalam aspek interaksi kepada Tuhan serta kepada sesama makhluk, termasuk sesama manusia.
Dari sini, Ihsan memiliki dua dimensi dalam tataran aplikasinya. Pertama, aspek keagamaan dengan menjalankan ibadah sepenuh hati dan penuh penghayatan seolah-olah menyaksikan keagungan Allah secara langsung. Jika tidak mampu mencapai derajat itu, setidaknya meyakini dan menyadari bahwa Allah SWT senantiasa melihat dan mengawasi setiap gerak-gerik serta niat. Kedua, aspek sosial dengan melakukan segala sesuatu sebaik-baiknya, penuh profesionalisme, kasih sayang, dan kebaikan karena kesadaran bahwa Allah SWT menyaksikan dan akan membalas setiap amal perbuatan.
Sidang Idul Adha yang Berbahagia
Dimensi Ihsan pertama di dalam ibadah kurban disebutkan oleh Allah SWT sebagai manifestasi seorang hamba yang melaksanakan ibadah kurban dengan maksimal. Ibadah kurban dinyatakan berhasil dan diterima Allah jika dapat melahirkan karakter Ihsan dalam diri seorang hamba. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Hajj, ayat 37.
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat ini menegaskan bahwa esensi dari ibadah kurban bukanlah pada aspek fisik daging atau darah hewan yang disembelih. Allah SWT Maha Kaya, sehingga tidak membutuhkan hal tersebut. Kesempurnaan iman dengan ketakwaan dan keikhlasan dalam berkurban adalah yang akan diterima Allah SWT sebagai inti dari nilai ihsan itu sendiri.
Ihsan yang disebutkan dalam ayat di atas merupakan puncak tertinggi posisi seorang hamba di hadapan Allah SWT. Imam asy-Sya’rawi dalam kitab Tafsir asy-Sya’rawi atau al-Khawathir menjelaskan bahwa Ihsan merupakan upaya seorang hamba untuk menaati perintah Allah SWT dengan cara yang lebih baik, lebih tinggi, dan lebih besar seperti memperbanyak salat sunnah setelah mengerjakan salat wajib. Hal ini tentunya hanya bisa diraih dengan karakter Muraqabah atau selalu merasa di awasi Allah ketika beribadah, sebagaimana hadis Nabi yang dikutip oleh imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, juz 1, halaman 653.
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Artinya: “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya.”
Sidang Idul Adha yang Dirahmati Allah
Selain dimensi Ihsan pertama, ayat di atas juga menyinggung dimensi Ihsan kedua dengan penanaman nilai sosial dalam ibadah kurban. Ketika Allah SWT menegaskan bahwa daging dan darah hewan kurban tidak diterima Allah SWT karena hanya merupakan simbol dan fasilitas beribadah, maka pada hakikatnya hewan kurban tersebut akan diterima dan bermanfaat bagi sesama. Hal ini dikemukakan imam Ibn ‘Asyur dalam kitab at-Tahrir wat Tanwir, juz 17, halaman 267.
إِرَاقَةَ الدِّمَاءِ وَتَقْطِيعَ اللُّحُومِ لَيْسَا مَقْصُودَيْنِ بِالتَّعَبُّدِ وَلَكِنَّهُمَا وَسِيلَةٌ لِنَفْعِ النَّاسِ بِالْهَدَايَا إِذْ لَا ينْتَفع بِلُحُومِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجْزَائِهَا إِلَّا بِالنَّحْرِ أَوِ الذَّبْحِ وَأَنَّ الْمَقْصِدَ مِنْ شَرْعِهَا انْتِفَاعُ النَّاسِ الْمُهْدِينَ وَغَيْرُهُمْ
Artinya: “Mengalirkan darah dan memotong daging hewan kurban bukan bertujuan untuk beribadah, akan tetapi sebagai fasilitas untuk menebar manfaat kepada orang lain dengan memberikan hadiah karena daging, kulit, dan bagian-bagian lain dari hewan tidak akan bisa dimanfaatkan, kecuali dengan disembelih. Sesungguhnya tujuan disyari’atkannya kurban adalah menebar manfaat kepada orang lain.”
Praktik memotong hewan adalah tradisi manusia yang dilakukan untuk mempertahankan hidup dengan mengonsumsi daging dan memanfaatkan bagian-bagian tubuh hewan. Praktik ini sehari-hari dilakukan oleh orang dan pengusaha potong hewan untuk menjual dagingnya dan mendapatkan keuntungan materi dari hasil penjualan.
Agama Islam adalah agama yang penuh dengan kasih sayang, sehingga praktik tradisi manusia dapat dimodifikasi menjadi praktik ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan pedoman yang diatur oleh Islam seperti aturan niat, waktu pelaksanaan pemotongan, tata cara pemotongan, dan etika pemotongan.
Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam menjelaskan dalam kitab Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, juz 1, halaman 207-208.
وَالْغَرَضُ مِنْ النِّيَّاتِ تَمْيِيزُ الْعِبَادَاتِ عَنْ الْعَادَاتِ. الضَّحَايَا وَالْهَدَايَا لَمَّا كَانَ ذَبْحُ الذَّبَائِحِ فِي الْغَالِبِ لِغَيْرِ اللَّهِ مِنْ ضِيَافَةِ الضِّيفَانِ وَتَغْذِيَةِ الْأَبْدَانِ، وَنَادِرُ أَحْوَالِهِ أَنْ يَفْعَلَ تَقَرُّبًا إلَى الْمَلِكِ الدَّيَّانِ شُرِطَتْ فِيهِ النِّيَّةُ تَمْيِيزًا لِذَبْحِ الْقُرْبَةِ عَنْ الذَّبْحِ لِلِاقْتِيَاتِ وَالضِّيَافَاتِ
Artinya: “Tujuan dari niat adalah membedakan pekerjaan yang bernilai ibadah dengan pekerjaan yang dilakukan sebagai kebiasaan/adat. Menyembelih hewan biasanya dan kebanyakannya dilakukan untuk selain Allah seperti menyuguhi hidangan untuk tamu dan memenuhi kebutuhan konsumsi tubuh. Menyembelih hewan juga terkadang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang maha pemberi nikmat, sehingga disyaratkan niat untuk membedakan antara yang bernilai ibadah dan yang bernilai konsumsi serta jamuan tamu.”
Memotong hewan yang dilakukan seseorang untuk menjual daging tidak mendapatkan pahala kurban, akan tetapi memotong hewan yang dilakukan seorang pengkurban dapat mendatangkan pahala.
Sidang Idul Adha yang Budiman
Dimensi Ihsan kedua di dalam ibadah kurban disebutkan oleh Rasulullah SAW sebagai pesan Allah SWT kepada manusia untuk memperhatikan perilaku baik kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan. sebagaimana hadis Nabi yang dikutip oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 1, halaman 653.
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan pada segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka lakukan dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka lakukan dengan baik. Hendaklah ia menajamkan pisau dan menanangkan hewan sembelihan.”
Hadits ini menekankan pentingnya memperhatikan aspek kebaikan dalam seluruh perbuatan, bahkan pada perbuatan yang terkesan buruk seperti menghukum terpidana mati dan menyembelih hewan. Ihsan adalah nilai universal yang bisa diaplikasikan pada seluruh lini kehidupan manusia, termasuk pelaksanaan ibadah kurban.
Dalam hadits ini, Ihsan dalam penyembelihan hewan kurban diimplementasikan dengan menajamkan pisau dan mempercepat proses penyembelihan. Imam an-Nawawi dalam kitab al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 13, halaman 107 menambahkan perilaku Ihsan lainnya seperti tidak mengasah pisau di hadapan hewan, tidak menyembelih seekor hewan di hadapan hewan lain, dan tidak menyeret hewan ke tempat penyembelihan.
Islam sangat memperhatikan hak-hak yang harus didapatkan setiap makhluk, baik manusia atau hewan dan lain sebagainya, sehingga tidak boleh diperlakukan dengan cara-cara yang keji dan tidak bermoral. Pada saat penyembelihan hewan kurban, Islam memperhatikan tata cara memperlakukan hewan dengan hati-hati sekali agar tidak ada unsur penyiksaan yang menambah pedih yang dirasakan hewan.
Oleh karena itu, sebagaimana yang dikutip oleh Imam ‘Abdur Razzaq dalam kitab al-Mushannaf, juz 4, halaman 493, ketika Nabi SAW melihat seseorang yang menyembelih kambing dengan membaringkannya, menginjak lehernya, dan mengasah pisau di hadapannya, Nabi SAW berkata kepada orang tersebut:
وَيْلَكَ! أَرَدْتَ أَنْ تُمِيتَهَا مَوْتَاتٍ؟ هَلَّا أَحْدَدْتَ شَفْرَتَكَ قَبْلَ أَنْ تُضْجِعَهَا
Artinya: “Celakahlah kamu! Apakah kamu ingin membunuhnya dengan cara yang mengerikan?! Kenapa kamu tidak mengasah pisau sebelum kamu membaringkannya (bukan di hadapannya)?!”
Sidang Idul Adha yang Diberkahi Allah
Jika terhadap hewan, Islam sangat memperhatikan Ihsan dalam memperlakukannya, maka apalagi terhadap sesama manusia sebagai makhluk yang punya kesamaan rasa dan akal. Manusia selalu menganggap dirinya sebagai makhluk kelas satu di antara makhluk lain, sehingga memandang hewan dan lainnya sebagai objek yang dapat diperlakukan dengan cara apapun, padahal Islam sudah memberikan pedoman hidup bagi manusia yang tidak hanya mengatur hubungannya kepada sesama manusia saja, tapi kepada seluruh makhluk Tuhan. Berbuat kebaikan kepada hewan sama pentingnya di dalam ajaran Islam dengan berbuat baik kepada manusia.
Ada satu kisah menarik yang dikutip Imam Ibnu Syaikh dalam kitab al-Majalis as-Saniyah Syarhul Arba’in an-Nawawiyah, halaman 43 dari imam Ibn ‘Asakir dalam kitab Tarikh Dimasyqi, bahwa ketika Imam asy-Syibli wafat, beberapa muridnya memimpikannya dan menanyakan tentang kondisinya di alam kubur. Ia menjelaskan bahwa Allah memberikannya kemuliaan di hadapan Allah dan mengajaknya berbincang. Allah bertanya: wahai Abu Bakar, apakah kamu tahu hal apa yang membuatku mengampuni dosamu? Ia menjawab: amal salehku. Allah berkata: bukan. Ia menjawab kembali: keikhlasan beribadah, haji, puasa, shalat, dan perjalanan menuntut ilmu kepada orang-orang saleh. Allah berkata: bukan. Ia berkata: Ya Allah, aku berpikir bahwa hal-hal tersebut dapat menyelamatkanku dari azabmu. Ia bertanya: Ya Allah, apa sebenarnya hal tersebut? Allah kemudian menjawab: apakah kamu ingat ketika berjalan di jalanan kota Baghdad, kamu menjumpai kucing kecil yang loyo oleh ganasnya hawa dingin, menyudut ke suatu tempat, berharap kondisi bisa membaik. Kamu mengambilnya dan menghangatkannya dengan jubahmu. Ia menjawab: iya, aku ingat. Allah berkata: dengan kasih sayangmu terhadap kucing kecil itu, aku memberikan kasih sayang kepadamu.
Kisah ini mengajarkan betapa pentingnya kebaikan, meskipun dengan cara atau pada sesuatu yang kecil. Meremehkan kebaikan kecil yang sangat mudah dilakukan adalah kerugian. Apa saja yang bisa dilakukan, hendaknya tidak ditunda dan tanpa memilih kepada siapa kebaikan itu dilakukan. Tidak ada yang mengetahui kebaikan mana dan apa yang akan menjadi pintu masuk mendapat ridha dan ampunan Allah SWT.
Sidang Idul Adha yang Beriman
Itulah nilai-nilai Ihsan yang terdapat dalam momentum Idul Adha, khususnya ibadah kurban yang dapat kita internalisasikan dalam diri kita dan kita aplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari untuk menciptakan pribadi yang baik dan komunitas yang dapat saling menebar kebaikan serta memperhatikan kebaikan dalam setiap perilaku.
Semoga kita tergolong orang-orang yang memiliki karakter Ihsan sebagai identitas utama, meskipun terlihat kecil di mata kita. Semoga kita juga bisa meraih karakter Ihsan yang berupa puncak kesempurnaan iman seorang hamba kepada Allah. Semoga dengan demikian, kita dapat menjadi hamba-hamba Allah yang mendapatkan kebaikan besar dari Allah SWT di dunia dan di akhirat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
Baca selengkapnya di sini
Terpopuler
1
Begini Alasan Arab Saudi Tunda Skema Tanazul Haji
2
Soal Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
3
PWNU Jakarta Tekankan Budaya Betawi untuk Pemberdayaan Masyarakat
4
Jelang Idul Adha, Pedagang Keluhkan Penurunan Penjualan Hewan Kurban
5
IPNU Jakut Teguhkan Kaderisasi Berbasis Lokal dan Kebangsaan
6
PWNU Jakarta Apresiasi Larangan Ondel-ondel untuk Mengamen
Terkini
Lihat Semua