• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Sabtu, 27 April 2024

Nasional

Catatan Pelatihan Jurnalistik PMII Jakarta Timur

Catatan Pelatihan Jurnalistik PMII Jakarta Timur
Oleh Ahmad Rozali

Sekitar Sabtu sore (9/3) pukul 16.00 sampai 18.00 Wib, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Jakarta Timur menggelar pelatihan jurnalistik di sekretariatnya di Kawasan Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Dalam kesempatan itu saya senang sekali bisa 'nimbrung' hadir sebagai penyaji.

Setelah suguhan kopi dan gorengan disajikan, seorang panitia memulai sambutannya. Intinya, secara spesifik ia berharap peserta yang mengikuti kegiatan ini akan keluar dari forum pelatihan dalam keadaan ‘bisa menulis berita’. Mendengar itu, kopi yang saya minum hampir membuatku tersedak; sebab dalam arti lain, harapannya itu sama besar dengan tanggung jawab yang harus saya emban selama beberapa jam ke depan. 

Tentu bukan perkara enteng membuat 14 orang bisa menulis berita dalam waktu dua jam. Sepengalamanku belajar jurnalistik secara professional semasa menjadi calon reporter, saya membutuhkan pembimbingan selama kurang lebih tiga bulan intesif dalam pengawasan yang ketat setelah sebulan sebelumnya intensif melakukan pelatihan seminggu sekali. Tapi mission impossible ini patut dicoba, sambil berharap berkah pendiri PMII Mahbub Djunaidi yang fotonya dilukis besar-besar di ruangan pelatihan.



Hal pertama yang kulakukan adalah mengukur kemampuan jurnalistik atau menulis para peserta dalam forum perkenalan. Hasilnya, empat dari mereka pernah memiliki pengalaman menulis di blog organisasi dan pribadi yang hampir semuanya sudah mandeg. Sisanya menulis di laman media sosial atau tidak sama sekali. Dari situ saya berkesimpulan bahwa pelatihan ini harus dimulai dari ‘awal’. Awal artinya pelatihan ini harus dimulai dari dasar, mengantarkan apa itu jurnalistik, jenis berita, mencari ide, dan seterusnya. Namun karena durasi yang tersedia itu tak mencukupi, sehingga kuputuskan untuk 'lompat' pada materi ‘mengenal berita dan apa saja yang diperlukan untuk menulisnya’.

Akibatnya, pola sistematis yang biasanya digunakan dengan memberikan pengantar tentang pentingnya jurnalisme, sejarah jurnalistik di Indonesia hingga peran keterlibatannya dalam membangun demokrasi di tanah air harus di-skip. Waktu yang tersedia itu hanya cukup untuk 'to the point' tentang 'bagaimana menulis sebuah berita’, yang didalamnya ada nilai-nilai berita, mengenalkan sumber berita, jenis berita hingga teknis membuat outline dan paragraf pertama dalam berita.

Saya sadar ini tak akan sulit untuk berhasil mencapai target panitia dalam waktu yang sesingkat itu. Sehingga dalam pelatihan ini saya menurunkan ekspektasi panitia tersebut menjadi ‘melahirkan keinginan untuk belajar lebih dalam dunia jurnalistik’.

Secara umum pelatihan tersebut hanya berhasil mengenalkan beberapa hal yang berkenaan dengan pembuatan berita. Sementara hal yang lebih strategis seperti sejarah jurnalistik, tujuannya serta perubahan-perubahannya tidak banyak atau bahkan sama sekali belum disinggung. 

Sehingga sebagai rekomendasi bagi PMII Jakarta Timur selanjutnya, diperlukan beberapa kali perjumpaan lanjutan untuk mempraktikkan cara menggali berita, melakukan wawancara, menemui narasumber dan seterusnya. Kemudian, agar tidak ahistoris perlu juga mendiskusikan jurnalisme dalam potret demokrasi dan sejarah pergerakan secara lebih luas. Selain bisa melahirkan semangat perjuangan yang lebih besar, sebagai kader PMII peserta bisa tahu lebih dalam bagaimana seharusnya menggunakan jurnalisme untuk mencapai cita-cita perjuangan. Seharusnya tak sulit bagi kader PMII karena kita punya Mahbub Djunaidi sebagai percontohan. Yang menentukan adalah sejauh mana keinginan kita untuk menyamai cara belajarnya. Salam pergerakan!

Redaktur NU Online


Editor:

Nasional Terbaru