• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Kamis, 16 Mei 2024

Nasional

Puluhan Pelajar SMA di Jakarta Pelajari Relasi Agama dan Negara

Puluhan Pelajar SMA di Jakarta Pelajari Relasi Agama dan Negara
(Foto: gatra)
(Foto: gatra)
Jakarta, NU Online
Sebanyak 42 pelajar SMA yang berasal dari pelbagai sekolah negeri di Jakarta mempelajari kembali Pancasila sebagai dasar Negara dari sudut pandang agama. Mereka menggali realitas sosial dan politik di Indonesia dalam kaitannya dengan ajaran-ajaran Islam.

Kegiatan ini merupakan sejenis pelatihan pembentukan karakter pribadi pelajar. Pelatihan ini melibatkan pelajar SMA Negeri se-DKI Jakarta. Forum ini diinisiasi oleh Institute of People Development (IPD) yang bekerja sama dengan Forum Bagi Bangsa (FBB) di Griya Alam, Tanah Baru, Depok, Sabtu-Ahad (18-19/8) lalu.

Pelatihan bertajuk Nation and Personal Character Building for Achievement Motivation diadakan dalam rangka menjawab keprihatinan sikap intoleransi di tengah masyarakat.

“Banyak orang lupa dengan jati dirinya dan jati diri bangsanya. Kita ajak mereka bersyukur kepada kedua orang tuanya. Banyak orang belum selesai dalam batinnya dengan realitas sosial dan politik yang ada sehingga muncul sikap intoleran dan sikap benci kepada mereka yang berbeda,” kata Instruktur Pendamping IPD Yosephine.

Hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini aktivis kebangsaan dan kebinekaan Midi Haryani, Dewi dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Alhafiz Kurniawan dari GP Ansor Kebayoran Lama, dan lain-lain. Forum ini dipandu oleh Instruktur Utama IPD Antonius DR Manurung.

“70 persen peserta adalah pengurus OSIS kelas dua. Empat di antaranya ketua OSIS di sekolahnya masing-masing. Kita mencoba berbuat sesuatu untuk Indonesia sebisa kita,” kata Yosephine.

Sementara Ketua GP Ansor Kebayoran Lama Alhafiz Kurniawan menjelaskan tiga hal yang belum selesai untuk sebagian orang terkait situasi sosial dan politik Indonesia kekinian.

“Masih ada sebagian masyarakat yang menghadap-hadapkan agama dan simbol-simbol negara seperti Lagu Indonesia Raya, hormat bendera pada even-even tertentu. Hubungan sesama anak bangsa juga bagi sebagian orang belum juga selesai sehingga mereka terkotak-kotak dalam sentimen golongan tertentu,” kata Alhafiz di tengah puluhan peserta.

Ia menambahkan bahwa agama karena pemahaman penganutnya yang picik kerap dihadap-hadapkan dengan budaya baru, yaitu revolusi teknologi informasi. Keberadaan hape pintar membuat tradisi baru, yaitu budaya selfi.

“Mereka ini kemudian menolak selfi dengan ukuran-ukuran norma agama yang sebenarnya pemaksaan kehendak penafsiran tunggal pribadi atau kelompoknya,” kata Alhafiz. (Red: Fathoni)


Editor:

Nasional Terbaru