Dalam syariat Islam, penggunaan fasilitas umum seperti jalan raya memiliki aturan dan batasan tertentu untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan pengguna lainnya. Merokok saat berkendara menjadi hal yang sering dijumpai di jalan raya. Tanpa disadari, perbuatan ini berpotensi mengganggu pengguna jalan lain.
Abu rokok atau percikan api dari rokok yang menyala bisa terbang terbawa angin dan mengenai pengendara lain, terutama pengendara sepeda motor, sehingga bisa menyebabkan cedera serius. Selain itu, aktivitas merokok saat mengemudi juga mengurangi fokus pengendara, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.
Bagaimana pandangan fiqih Islam mengenai perilaku merokok saat berkendara di jalan raya.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Allah swt berfirman:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Artiya, "Dan jaganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS Al-Baqarah: 195).
Ayat ini melarang umat Islam melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Merokok di jalan raya, dapat mengganggu pengguna jalan lain. Abu rokok yang mengenai mata pengguna lain, sangat membahayakan banyak nyawa. Demikian pula kurangnya konsentrasi berkendara akibat merokok juga sangat membahayakan.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Hak dan Kewajiban dalam Penggunaan Jalan
Al-Khatib As-Syirbini menekankan, jalan umum atau at-tariqun nafidz tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang merugikan pejalan kaki atau pengguna jalan lainnya:
الطَّرِيقُ النَّافِذُ أَيِ الشَّارِعُ لَا يَتَصَرَّفُ فِيهِ بِمَا يَضُرُّ الْمَارَّةَ فِي مُرُورِهِمْ فِيهِ؛ لِأَنَّ الْحَقَّ فِيهِ لِلْمُسْلِمِينَ كَافَّةً
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Artinya, "Jalan umum tidak boleh digunakan untuk tindakan yang dapat membahayakan pengguna jalan lain yang melintasinya, karena hak atas jalan tersebut milik seluruh kaum Muslimin." (Mughnil Muhtaj, II/369).
Ini menunjukkan bahwa siapa pun yang menggunakan jalan umum berkewajiban memastikan perbuatannya tidak membahayakan orang lain.
Dalam pembahasan hak-hak pemanfaatan jalan, Syekh Wahbah Az-Zuhaili menyatakan bahwa penggunaan fasilitas umum harus memenuhi syarat keselamatan. Jika terdapat potensi bahaya atau gangguan bagi pengguna lain, maka penggunaan tersebut harus dihentikan:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
لِحُقُوقِ الِارْتِفَاقِ أَحْكَامٌ عَامَّةٌ وَخَاصَّةٌ... فَيُزَالُ الْمَسِيلُ الْقَذِرُ فِي الطَّرِيقِ الْعَامِّ، وَيُمْنَعُ حَقُّ الشُّرْبِ إِذَا أَضَرَّ بِالْمُنْتَفِعِينَ، وَيُمْنَعُ سَيْرُ السَّيَّارَةِ فِي الشَّارِعِ الْعَامِّ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا ضَرَرٌ كَالسَّيْرِ بِالسُّرْعَةِ الْفَائِقَةِ، أَوْ فِي الِاتِّجَاهِ الْمُعَاكِسِ، عَمَلًا بِالْحَدِيثِ النَّبَوِيِّ الْمُتَقَدِّمِ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ: وَلِأَنَّ الْمُرُورَ فِي الطَّرِيقِ الْعَامِّ مُقَيَّدٌ بِشَرْطِ السَّلَامَةِ فِيمَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ عَنْهُ
Artinya, "Hak-hak yang berkaitan dengan penggunaan properti umum dan orang lain memiliki aturan umum dan khusus. Misalnya, saluran air kotor di jalan umum harus dihilangkan, hak pengairan dilarang jika merugikan pengguna lainnya, dan kendaraan tidak boleh melintasi jalan umum jika menyebabkan bahaya, seperti melaju dengan kecepatan tinggi atau berlawanan arah.
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi, 'Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan.' Selain itu, karena penggunaan jalan umum dibatasi dengan syarat keselamatan, selama memungkinkan untuk mencegah bahaya." (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz IV, halaman 2904).
Penjelasan ini menegaskan bahwa setiap bentuk penggunaan jalan yang berpotensi membahayakan atau mengganggu pengguna lain, termasuk merokok, seharusnya dihindari untuk menjaga keselamatan dan ketertiban umum.
Batasan Hukum Penggunaan Jalan Raya
Dalam literatur fiqih, terdapat pembahasan khusus mengenai penggunaan jalan yang mengakibatkan dampak buruk pada pengguna jalan lainnya. Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan, perbuatan yang membahayakan orang lain di jalan umum adalah haram:
الْكَبِيرَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَ بَعْدَ الْمِائَتَيْنِ... التَّصَرُّفُ فِي الطَّرِيقِ الْغَيْرِ النَّافِذِ بِغَيْرِ إذْنِ أَهْلِهِ وَالتَّصَرُّفُ فِي الشَّارِعِ بِمَا يَضُرُّ الْمَارَّةَ إِضْرَارًا بَلِيغًا غَيْرُ سَائِغٍ شَرْعًا
Artinya, "Dosa besar ke 214 ... bertindak di jalan buntu tanpa izin para penghuni di sekitarnya dan menggunakan jalan umum dengan cara yang sangat membahayakan pengguna jalan lain yang tidak diperbolehkan menurut syariat." (Az-Zawajir 'an Iqtirafil Kabair, juz I, halaman 430).
Sementara Syekh Zakariya Al-Anshari menegaskan, penggunaan jalan umum yang tidak membahayakan atau hanya menimbulkan kerugian kecil yang masih dapat ditoleransi adalah diperbolehkan:
وَخَرَجَ بِمَا يَضُرُّ مَا لَا يَضُرُّ فَيَجُوزُ التَّصَرُّفُ فِيهِ وَإِنْ لَمْ يَأْذَنْ الْإِمَامُ لِإِطْبَاقِ النَّاسِ عَلَى فِعْلِهِ مِنْ غَيْرِ إنْكَارٍ وَكَذَا مَا يَضُرُّ ضَرَرًا يُحْتَمَلُ عَادَةً كَعَجْنِ الطِّينِ
Artinya, "Tindakan yang tidak menimbulkan bahaya atau hanya menyebabkan gangguan yang masih ditoleransi secara umum, seperti membuat adonan tanah di jalan selama tidak menghalangi orang lain, diperbolehkan walaupun tanpa izin imam (pemimpin)."
(Al-Ghurarul Bahiyah, juz III, halaman 136).
Berdasar batasan dari kedua fuqaha ini, secara hukum penggunaan jalan yang berdampak negatif pada orang lain perlu diperinci, sebagai berikut:
1. Kondisi Jalan
Jika jalan dalam keadaan ramai, maka kemungkinan besar pengguna jalan lain bisa terganggu oleh tindakan seperti merokok. Dalam kondisi ini, hukum merokok sambil berkendara bisa diharamkan, terutama jika ada risiko abu atau api rokok mencelakai pengguna lain, atau mengurangi konsentrasi dalam berkendara.
Namun, jika jalan dalam keadaan sepi dan potensi gangguan sangat kecil, maka perbuatan ini bisa dihukumi makruh, meskipun tetap tidak dianjurkan karena mengandung risiko terhadap diri sendiri.
2. Potensi Gangguan
Jika merokok sekadar menimbulkan dampak yang sangat kecil dan masih bisa ditoleransi, seperti sekadar aroma asap yang tidak berlebihan, maka hal ini masih mungkin dibolehkan. Sebagaimana Syekh Zakariya Al-Anshari yang menyatakan bahwa penggunaan jalan umum yang menimbulkan gangguan ringan yang masih dapat diterima adalah dibolehkan.
Sementara jika merokok dinilai sangat mengganggu pengguna jalan lain atau dapat menyebabkan bahaya yang sangat serius, seperti kecelakaan, maka merokok di jalan diharamkan.
Tanggung Jawab Hukum Jika Terjadi Bahaya
Dalam kaitan tanggung jawab ketika terjadi kecelakaan atau bahaya (hukum wadh'i), Qadhi Muhammad Taqi Usmani, mufti Hanafiyah, menyebutkan bahwa setiap pelanggaran aturan lalu lintas yang menyebabkan bahaya akan menuntut adanya jaminan tanggung jawab:
فَإِنْ كَانَ سَائِقُ السَّيَّارَةِ مُتَعَدِّيًا فِي سَيْرِهِ بِمُخَالَفَةِ قَوَاعِدِ الْمُرُورِ... فَلَا خَفَاءَ فِي كَوْنِهِ ضَامِنًا؛ لِأَنَّ الضَّرَرَ إِنَّمَا نَشَأَ بِتَعَدِّيهِ، وَالْمُتَعَدِّي ضَامِنٌ فِي كُلِّ حَالٍ
Artinya, "Jika pengemudi melanggar aturan lalu lintas, seperti melaju dengan kecepatan tidak wajar di tempat yang tidak seharusnya, ia bertanggung jawab atas kerugian tersebut, karena kerusakan timbul akibat pelanggaran yang dilakukannya, dan pelanggar wajib bertanggung jawab dalam setiap kondisi." (Buhuts fi Qadhaya Fiqhiyah Mu'ashirah, [Damaskus, Darul Qalam: 2003], halaman 312).
Baca selengkapnya di sini
ADVERTISEMENT BY ANYMIND