• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 29 Maret 2024

Jakarta Raya

Habib Taufiq Berharap NU Eksis Seperti Para Pendahulunya

Habib Taufiq Berharap NU Eksis Seperti Para Pendahulunya
foto : istimewa
foto : istimewa

Jakarta, NU Onlie Jakarta
Ketua Rabithah Alawiyah Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf, menjelaskan Nahdlatul Ulama berasal dari kata “nahdla” yang berarti kebangkitan, yaitu kebangkitan untuk menyadarkan umat, menghidupkan hati-hati yang mati, dan mengingatkan yang lalai terhadap kebenaran.

“Nahdlatul Ulama, nahdla adalah kebangkitan. Kebangkitan bisa berarti bangkit dari kematian, bangun dari tidur atau ingat daripada lupa. Dalam stau hikmah, Al habib Abdullah Al Hadad mengatakan orang dikatakan tidur berarti bisa dibangunkan dong, orang dikatakan lupa, berarti masih bisa diingatkan, dia akan sadar. Tapi sudah mendapat peringatan, dibangunkan tapi tidak bergerak, berarti sudah mayit dia,” ujar Habib dalam acara Ruwahan Massal PWNU DKI Jakarta, Sabtu (26/3/22).

Begitulah manusia, lanjutnya, jika dia diingatkan dan dinasehati tetap tidak sadar, maka dikhawatirkan hatinya mati. Karena sesungguhnya hati manusia itu bisa sehat dan sakit. Allah SWT mensifatkan hati orang-orang munafik, seperti orang-orang yang matib. Bukan mati dhohirnya tapi mati batinnya. Sebagaimana ada mata dhohir yang bisa melihat yang dhohir, ada juga mata hati.

“Berapa banyak orang yang mata dhohirnya melihat tapi mata batinnya buta, tidak melihat yang haq. Maka Allah membahasakan, jika mata hati itu bisa melihat, maka ketahuilah kebenaran yang akan nampak. Di sinilah nahdla, kebangkitan untuk menyadarkan umat, menghidupkan hati-hati yang mati, dan mengingatkan yang lalai terhadap kebenaran,” lanjutnya.

Beliau berharap, Nahdlatul Ulama bisa eksis, mengikuti para pendahulunya. Mereka adalah orang-orang ikhlas, ahlul ilm ala hakikat, mereka yang mempunyai ilmu sebenarnya, bukan hanya bicara. Bukan perawi ilmu, tapi mengamalkan dan menjaga ilmu dengan sebenarnya.

Habib mengatakan, akan muncul fitnah di akhir zaman ditandai dengan orang-orang yang menjelma menjadi ulama. Nabi bersabda, sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambanya dengan serta merta, tapi dengan dimatikan ulama-ulama yang sebenarnya.

“Kalau mereka ulama sebenarnya wafat, yang dijadikan tokoh di akhir zaman itu orang-orang bodoh. Bodoh itu bukan ga ngerti ilmu, orang yang bodoh adalah orang yang melanggar ilmu,” tegas Habib.

Beliau menggambarkan, terdapat kabel aliran listrik, ada tulisan, ‘awas tegangan tinggi’. Kemudian orang buta memegangnya dan mati. Wajar atau nggak wajar? Wajar. Tapi ada profesor, doktor, ahli bahasa, ustadz, habib dan dai, ngerti listrik aliran tinggi, dipegang, lalu mati. Kira-kira yang bodoh yang mana? Yang terakhir.

“Ukurannya bukan banyaknya ilmu, tapi yang melanggar ilmu,” tandas Habib.

Ibn Adam mengatakan, “Manusia taatlah kepada Allah maka kamu disebut orang yang berakal waras, jangan maksiat kepada Allah maka kamu disebut orang yang bodoh sekalipun banyak ilmu.”

Yang dicabut oleh Allah itu adalah nur ilmu, barokah ilmu, ruh ilmu, bukan qosyahnya. Jika yang dijadikan tokoh adalah orang-orang yang melanggar agama (sekalipun banyak ilmu), maka saat ditanya ilmu jawabnya ngawur. Bukan sesuai yang Allah kehendaki, tapi kehendak nafsunya, akhirnya sesat dan menyesatkan.

“Oleh karena itu tetap berpeganglah dengan ulama-ulama salaf terdahulu. Awas, hati-hati jelmaan ini berbahaya, lindungi diri Anda dengan ilmu. Mudah-mudahan Allah SWT jadikan ilmu kita jalal ala hujja alaina,” pungkas Habib. 

 

Penulis : Faqih

Editor : Junaidi


Editor:

Jakarta Raya Terbaru