• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Minggu, 28 April 2024

Jakarta Raya

Kampung Kerukunan sebagai Model Moderasi Beragama di Jakarta

Kampung Kerukunan sebagai Model Moderasi Beragama di Jakarta
Peresmian 5 percontohan kampung kerukunan se-Jakarta oleh Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. (Foto: fkub.org).
Peresmian 5 percontohan kampung kerukunan se-Jakarta oleh Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. (Foto: fkub.org).

Jakarta Pusat, NU Online

Masyarakat kota Jakarta dikenal dengan masyarakat yang majemuk. Kota Jakarta merupakan tempat pertemuan manusia dengan berbagai perbedaan mulai dari latar belakang agama, sosial, budaya hingga politik. Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2020-2022, jumlah masyarakat Jakarta yang beragama Islam sebanyak 83,68%, Kristen, 8,60%, Katolik, 3,93%, Buddha 3,59 % Hindu 0,93% dan Khonghucu 0,02%.


Data tersebut menerangkan bagaimana Jakarta dinilai sebagai kota yang heterogen. Dari proses dan perjalanan yang panjang, bagaimana perbedaan latar belakang tersebut masyarakat Jakarta terbiasa untuk saling berinteraksi dan hidup berdampingan. Tentunya, suasana rukun, aman dan damai menjadi dambaan seluruh masyarakat Jakarta tanpa adanya konflik, gangguan serta kesenjangan-kesenjangan lainnya.


Oleh karena itu, kerukunan antar umat beragama di Jakarta merupakan suatu kebutuhan untuk terciptanya kesejahteraan. Kerukunan mampu diwujudkan apabila masyarakat memegang 5 (lima) prinsip-prinsip kerukunan, yaitu, saling memahami adanya perbedaan, saling menghargai perbedaan, saling menghormati, kesetaraan dalam pengamalan ajaran agama dan kerja sama. Namun, fakta yang terjadi di lapangan, masih ada gesekan-gesekan yang memicu terjadi konflik antar umat beragama akibat minimnya serta perbedaan pemahaman dalam tafsir keagamaan dan lemahnya pemangku kebijakan dalam pengelolaan kerukunan.


Moderasi Beragama


Pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius dalam upaya mewujudkan kerukunan di tengah masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan kebijakan tentang moderasi beragama. Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan perilaku selalu mengambil posisi tengah-tengah, selalu bertindak adil dan tidak ekstrem dalam beragama (sumber: balitbang Kemenag). Sikap sebagai orang beragama yang seimbang antara pengamalan ajaran agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama atau keyakinan orang lain yang berbeda.


Prinsip beragama yang seimbang yang dimaksud oleh Kemenag adalah mengajak masyarakat untuk memperdalam ajaran-ajaran agamanya. Sebab pada esensinya, semua agama selalu mengajarkan nilai-nilai perdamaian dan keselamatan. Agama juga mengajarkan bagaimana untuk membina hubungan yang baik antar sesama manusia dan hubungan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan. Meyakini bahwa perbedaan dan keragaman yang ada di dunia merupakan sunnatullah atau kehendak Tuhan Yang maha Kuasa. Selain itu, konsep moderasi beragama juga relevan bagaimana identitas bangsa Indonesia, yaitu bagaimana menjalankan ajaran agamanya tanpa meninggalkan nilai tradisi dan budaya bangsa Indoensia yang sangat beragam.


Untuk menciptakan suasana rukun, aman dan damai, pemerintah mencantumkan moderasi beragama menjadi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Hingga akhirnya moderasi beragama terlegitimasi secara resmi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Moderasi Beragama kini bukan hanya menjadi tanggung jawab dan domain dari Kemenag saja, melainkan menyusur ke seluruh kementerian, lembaga dan instansi.


Pemerintah meyakini bahwa internalisasi Moderasi Beragama tidak melulu melalui pendekatan agama saja. Sebab perilaku ekstremisme tidak berhadapan dengan hanya dengan persoalan teologi semata. Di dalamya ada persoalan terkait agama, sosiologi, bahkan, mungkin bisa terintegrasi beberapa persoalan, seperti ketimpangan. Oleh karena itu, pendekatannya tidak bisa tunggal, melainkan melibatkan seluruh pihak  dan tentunya dengan berbagai macam implementasi untuk penguatan moderasi bergama.


Penguatan Moderasi Beragama Melalui Kampung Kerukunan di Jakarta


Implementasi dari penguatan moderasi beragama pernah dilakukan di Jakarta. Salah satunya melalui program Kampung Kerukunan yang digagas oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta dalam rangka Tahun Toleransi 2022. Kampung Kerukunan pada dasarnya selaras dengan gagasan Desa Sadar Kerukunan yang digagas oleh Kemenag. Namun wilayah yang dijadikan percontohan kampung kerukunan oleh FKUB DKI Jakarta adalah Kelurahan dari masing-masing Kota di DKI Jakarta.
 

Ruang Lingkup Kampung Kerukunan mencakup, pertama, Mendorong terbangunnya Kampung Kerukunan sesuai dengan nilai-nilai kerukunan, kedua, Mendeklarasikan wilayah-wilayah desa/kelurahan yang sudah memiliki nilai-nilai kerukunan, ketiga, Meningkatkan implementasi nilai-nilai dan semangat kerukunan di keluarahan-kelurahan, melalui perlombaan, pemberian penghargaan, aksi kerukunan, pendirian Kafe Kerukunan, dan lain sebagainya.


Proses yang dilakukan oleh FKUB DKI Jakarta dalam membentuk Kampung Kerukunan adalah mengasesmen suatu wilayah yang layak dijadikan sebagai wilayah percontohan Kampung Kerukunan sesuai dengan parameter dan indikator yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama Nomor 9 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006. Asesmen Kampung Kerukunan dilakukan oleh tim Asesor dari tokoh-tokoh agama dan unsur pemerintah.


Indikator yang pertama adalah indikator inti, yang memuat nilai-nilai toleransi, saling pengertian, saling menghargai, kesetaraan dan kerja sama yang berkembang di masyarakat. Kemudian indikator berikutnya yang dijadikan asesmen adalah indikator pendukung yang mencakup kondisi geografis, aparat pemerintah dan sosial etik wilayah dan masyarakat setempat. Lalu yang terakhir adalah indikator media pendukung yang menjelaskan bagaimana sarana dan prasarana yang ada dalam suatu wilayah yang mampu menghadirkan masyarakat untuk berinteraksi, adanya forum dialog dan wadah masyarakat untuk berkumpul sehari-hari. 


Kemudian, hasil asesmen diverifikasi oleh tim asesmen FKUB DKI Jakarta sehingga akan menghasilkan indeks keberagaman untuk menjadikan wilayah yang menjadi percontohan kampung kerukunan secara objektif yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


Hasil Asesmen Kampung Kerukunan di Jakarta


Pada periode Juli-Agustus 2022 Tim Asesor Kampung Kerukunan dari FKUB DKI Jakarta melakukan proses Asesmen Kampung Kerukunan dengan mengunjungi langsung wilayah-wilayah percontohan kampung kerukunan di DKI Jakarta. Tim Asesor yang bertugas berhadapan langsung dengan para pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama setempat untuk berdialog langsung dan menyaksikan bagaimana proses perjalanan hingga akhirnya ditetapkan sebagai wilayah yang dijadikan percontohan Kampung Kerukunan yang sesuai dengan indikator-indikator yang telah dirancang sebelumnya.


Pada Kamis, 13 Oktober 2022, FKUB DKI Jakarta bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meresmikan 5 Kelurahan percontohan Kampung Kerukunan di DKI Jakarta. Peresmian ditandai dengan penandatanganan batu prasasti Kampung Kerukunan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dan Ketua FKUB DKI Jakarta Prof KH Dede Royada di Taman Angsa Kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan.


Ketua FKUB DKI Jakarta Prof Dede Rosyada mengatakan 5 wilayah tersebut ditetapkan melalui Asesmen Percontohan Kampung Kerukunan dengan mengacu pada kriteria dan indikator yang disusun oleh FKUB DKI Jakarta berupa Buku Panduan Model Kampung Kerukunan.


“Panduan tersebut memuat bagaimana rasa toleransi, keberagaman, menyetujui perbedaan, menghargai perbedaan, kesetaraan dan kerjasama antar sesama masyarakat yang berbeda adalah poin-poin yang diasesmen oleh 7 orang Tim Asesor dari masing-masing Majelis Agama”, Kata Prof Dede dalam sambutannya yang dikutip dari laman FKUB DKI Jakarta (fkub.org).


Prof Dede mengapresiasi atas partisipasi masyarakat DKI Jakarta yang ikut terlibat dalam menyukseskan Kampung Kerukunan. Menurutnya melalui program ini dapat meningkatkan kepercayaan diri masyarakat terhadap Jakarta sebagai Kota yang rukun.


“Ini adalah jawaban ketika ditanya bagaimana contoh kota yang rukun, inilah potret 5 wilayah yang ada di DKI Jakarta, masyarakat kita yang berbicara”, lanjutnya.


Selanjutnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan kehadiran kampung kerukunan ini dalam rangka mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kerukunan. Ia menegaskan, hal itu bukti komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk terus membangun kota Jakarta dengan berbagai kreasinya, tapi di sisi lain, juga memastikan hidup masyarakat Kota Jakarta agar senantiasa harmonis, bahagia, aman, tenang dan rukun.


“Kegiatan ini seyogyanya dilaksanakan di banyak kampung, bahkan seluruh kelurahan di DKI Jakarta. Sehingga makin tertanam rasa perdamaian di hati seluruh warga DKI Jakarta. Kota Jakarta adalah barometer bagi Indonesia. Ketika Jakarta warganya rukun-harmonis, maka insya Allah seluruh Indonesia juga ikut rukun-harmonis,” ungkapnya.


Ariza, sapaannya berharap program Kampung Kerukunan ini menjadi role model wadah sosialisasi dan komunikasi bagi para Tokoh Agama dalam memberikan sosialisasi berbagai hal. Untuk itu, komunikasi antar Tokoh/Pemuka Agama dengan setiap elemen masyarakat harus terus ditumbuhkan dan ditingkatkan.


“Sehingga semakin memberikan dampak harmonisnya hubungan, sekaligus antisipasi dini dalam pencegahan berbagai potensi gangguan kamtibmas antar kelompok, dalam kehidupan sosial masyarakat Jakarta”, terangnya.


Adapun lima Kampung Kerukunan yang telah diresmikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu, Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, Kelurahan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Kelurahan Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur, Kelurahan Kenari, Senen, Jakarta Pusat dan Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.


Oleh karena itu, dengan dibentuknya Kampung Kerukunan merupakan wadah yang tepat bagi tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bertemu, bertatap muka dengan masyarakat setempat, untuk saling berkomunikasi, berdiskusi dan bermusyawarah tentang berbagai aspek. Bukan hanya tata cara dan prosedur pembangunan tempat ibadah saja; namun sebagai tempat kegiatan bakti sosial, sosialisasi tentang penyalahgunaan narkotika, antisipasi dini tawuran antar warga dan antar pelajar, serta kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.


Penulis: Khoirul Rizky Attamimi
Editor: Haekal Attar


Jakarta Raya Terbaru