• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Sabtu, 27 April 2024

Nasional

Air Tanah di Jakarta Tidak Aman Dikonsumsi

Air Tanah di Jakarta Tidak Aman Dikonsumsi

Jakarta, NU Online
Masyarakat  Ibukota Jakarta patut prihatin. Sebab, berdasarkan penelitian terakhir, kondisi air tanah seluruh Jakarta kualitasnya makin menurun dan tidak layak konsumsi, demikian dikatakan P. Raja Siregar, dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Nasional, di Jakarta.

Dari data Pemda dan Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2002 diketahui bahwa air tanah di Jakarta antara lain telah tercemar Ecoli, dan intrusi air laut yang hingga kini telah sampai ke daerah Slipi, Jakarta Barat.

<>

"Sekitar 50 persen warga Jakarta mengonsumsi air tercemar yang diambil dari sumur mereka, karena hanya 50 persen warga yang tersambung oleh pipa PAM,"jelasnya, kemarin. Raja Siregar mengatakan, di daerah Rawamangun, Jakarta Timur, airnya bahkan tidak layak lagi digunakan untuk mandi, karena berminyak, berwarna coklat dan licin.

Sementara itu, warga Kelurahan Tomang Jakarta Barat mengaku lebih banyak memilih menggunakan air dari Perusahaan Air Minum (PAM) daripada air tanah. "Air tanah di sini sudah tidak bisa dipakai lagi," kata Ny. Ibrahim, warga Jalan Rawa Kepa Kelurahan Tomang.

Menurut dia, air tanah hasil sedotan dari mesin pemompa air (jetpump) akan berwarna kuning dan kadang-kadang ada sedikit lapisan seperti minyak, dan baju akan dekil jika dicuci dengan air tersebut.

Bahkan Eman, salah seorang Ketua Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Tomang, mengatakan bahwa ember yang digunakan untuk menampung air hasil sedotan ’jetpump’ pun akan ikut berwarna kuning dan tidak bisa dihilangkan. "Saat ini, jika ingin memperoleh air tanah dengan kondisi yang jernih, sangat sulit," katanya.

Menurut dia, jika tetap ingin menggunakan ’jetpump’, harus dilakukan pengeboran hingga kedalaman lebih dari 30 meter, baru bisa diperoleh air tanah yang jernih dan bisa dikonsumsi. Dan jika pengeboran tidak mencapai lebih dari 30 meter, air yang dihasilkan akan berwarna kuning karena mengandung banyak zat besi.

Sekretaris kelurahan setempat, Riyanto, mengatakan bahwa warganya lebih memilih menggunakan air PAM daripada air tanah. "Airnya lebih jernih dan tidak berbau, meskipun jika siang hari alirannya sangat kecil dan baru pada malam hari alirannya deras," katanya.

Dengan semakin banyaknya warga yang menggunakan fasilitas air ledeng (PAM), maka rezeki pada penjual air keliling di kawasan Tomang pun cenderung menurun. Walau demikian, penjual air keliling di wilayah Jakarta Utara masih tetap bertahan, karena air tanah di daerah ini sudah lama terintrusi air laut.

"Memang tidak seramai dulu, tapi sampai sekarang kita masih bisa jualan. Untuk makan sehari-hari cukuplah," ujar Wartono, pegawai pangkalan air Saron yang berlokasi di Jalan Ancol Selatan I No. 47, Sunter Agung, Jakarta Utara.

Mereka sekarang mengaku hanya menjual air ke warung-warung di pinggir jalan yang sudah menjadi pelanggan tetap. Tanpa pelanggan tetap, tidak mungkin bagi penjual air bisa bertahan. "Kita punya langganan tetap, kalau enggak punya langganan siapa yang mau beli," ujar Marto, penjual air keliling yang sudah berjualan sejak 1981.

Oleh karena itu, kata Marto, sebagian besar penjual air keliling di sana telah beroperasi sejak 1980-an. Ia bahkan mengaku mempunyai sejumlah pelanggan tetap selama 15 tahun. Sementara itu, bisnis penjualan air dalam tangki di Gudang Air, Kramat Jati, Jakarta Timur, juga merosot 50 persen sejak pemilihan umum (Pemilu) April lalu, sebab konsumen terbesar dari kalangan pabrikan menunggu situasi politik setelah pemerintahan baru terbentuk menyusul pemilihan presiden September 2004.

"Bisnis penjualan air kami biasanya per minggu bisa 30 sampai 40 tangki, tapi sekarang hanya 15 sampai 20 tangki," kata Iman, seorang pengusaha air tangki. Situasi pengambilan air di Gudang Air terlihat lima truk tangki air menunggu order.

Menurut Wandi, kalau orderan banyak, antrean mobil truk tangki memanjang hingga Pasar Induk Kramat Jati yang jaraknya sekitar 400 meter dari Gudang Air. Meskipun sepi, namun Iman yakin penjualan air ini tetap akan bertahan, karena air bersih merupakan kebutuhan penting. "PAM juga tidak bisa melayani seluruh masyarakat, alternatifnya membeli per air per tangki," ujar Iman. (MA/an)

 

 


Editor:

Nasional Terbaru