Pakar Hukum Pertanyakan Urgensi Revisi UU TNI: Sebelum ada RUU Sudah Sangat Kuat, Kenapa Diperkuat Lagi?
Jumat, 21 Maret 2025 | 08:00 WIB

Tampak mobil water cannon menembakkan air ke arah massa aksi tolak RUU TNI di DPR. (Foto: NU Online/Haekal)
Sintia Nur Afifah
Kontributor
Jakarta, NU Online Jakarta
Pakar Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Muhtar Said mempertanyakan urgensi revisi undang-undang TNI yang akan memperluas kewenangan institusi militer tersebut. Menurut Said, penempatan TNI di luar ranah eksekutif tidak tepat secara konstitusional.
"TNI sebelum adanya revisi undang-undang TNI ini sudah sangat kuat. Kenapa diperkuat lagi?" ujar Said kepada NU Online Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Said menjelaskan pemerintahan Indonesia mengandung konstruksi ketatanegaraan yang jelas, di mana kekuasaan terbagi menjadi tiga cabang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Â Ia mengatakan TNI berada dalam ranah eksekutif dan bertugas menangani pertahanan negara.Â
"Sistem pemerintahan di Indonesia mengandung trias politika: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. TNI itu masuk dalam ranah eksekutif, jadi posisinya sudah tepat, karena wilayah eksekutif menangani salah satunya pertahanan," ujar Said.
Ia mengingatkan bahwa Indonesia menganut sistem presidensil, di mana presiden berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
"Kalau kemudian TNI diperkuat sampai bisa masuk ke ranah segalanya, bahkan masuk ke ranah wilayah yudikatif, Indonesia akan mengarah ke junta militer. Ini yang tidak diharapkan," tegas Said.
Said menekankan bahwa dalam negara hukum seperti Indonesia, kekuatan terbesar seharusnya bukan berada di militer, melainkan pada hukum itu sendiri.
"Kekuatan terbesar itu bukan berada di militer, tapi berada di hukum, di mana hukum merupakan landasan tertinggi, panglima tertinggi di negara Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi undang-undang lewat Sidang Paripurna pada Kamis (20/3/2025). Hingga sekarang, RUU TNI menuai banyak protes dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat karena dinilai jauh dari amanat Reformasi dan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI era Orde Baru.
Sidang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa perubahan undang-undang ini berdasar pada nilai demokrasi, supremasi sipil, Hak Asasi Manusia dan hukum.
"Kami menegaskan Perubahan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, tetap berdasar pada nilai Demokrasi, Supremasi Sipil, HAM, serta sesuai memenuhi ketentuan Hukum Nasional dan Hukum Internasional," ucap Puan dilansir dari NU Online
Hingga akhirnya ia menanyakan kepada peserta sidang dari seluruh fraksi di DPR RI tentang perubahan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Sidang dewan yang terhormat, apakah RUU tentang Perubahan atas UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" kata Puan.
"Setujuu!" ucap semua peserta sidang.
Terpopuler
1
MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Diselenggarakan Terpisah Mulai 2029
2
Mahfud MD Ungkap Paradoks Indonesia: Negara Kaya Rakyat Miskin
3
Mahfud MD: Kalau Hukum Ingin Bagus, Politiknya Harus Bagus
4
Kiai Taufik Sebut Tasawuf Puncak Akal Manusia, Bukan Ilmu Sederhana
5
Lakpesdam PWNU Jakarta Gelar Seminar Perpustakaan Kontemporer, Jawab Tantangan Zaman
6
Masalah Struktural ODOL: Cerminan Buruknya Sistem Logistik Nasional
Terkini
Lihat Semua