Pergunu: Tidak Kuatnya Mental dan Percaya Diri Jadi Faktor Kekerasan di Satuan Pendidikan
Ahad, 29 September 2024 | 09:45 WIB

Webinar Sosialisasi Transisi PAUD ke SD atau MI yang Menyenangkan, yang dilaksanakan oleh PP Pergunu dan PP Muslimat NU melalui Zoom Meeting pada Sabtu (28/9/2024). (Foto: NU Online Jakarta/Erik Alga Lesmana)
Erik Alga Lesmana
Kontributor
Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Aris Adi Leksono menyoroti banyaknya kasus kekerasan anak di satuan pendidikan atau sekolah. Menurutnya, pondasi awal yang seharusnya muncul pada anak yaitu mental kuat dan percaya diri tidak dilakukan dengan baik. Pada akhirnya rawan menjadi korban kekerasan di satuan pendidikan.
Hal itu Aris sampaikan saat mengisi materi pada kegiatan webinar Sosialisasi Transisi PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ke SD (Sekolah Dasar) atau MI (Madrasah Ibtidaiyah) yang Menyenangkan, yang dilaksanakan oleh PP Pergunu dan PP Muslimat NU melalui Zoom Meeting pada Sabtu (28/9/2024).
“Akhir-akhir ini sering muncul berita-berita mengenai kekerasan pada anak di satuan pendidikan. Salah satunya memang dari pondasi awalnya yang seharusnya muncul karakter, mental kuat dan percaya diri, tidak tergarap dengan baik. Sehingga tumbuh dengan mental yang kurang percaya diri yang pada akhirnya rawan menjadi korban-korban kekerasan,” terang Aris.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu menjelaskan bahwa pentingnya membangun pondasi pada anak berupa karakter, mental kuat, dan percaya diri menjadi modal untuk membentengi si anak membedakan perilaku baik dan buruk.
“Saya kira diusia PAUD sampai kemudian SD ini penting, membangun pondasi anak untuk memunculkan resiliensi dirinya agar kemudian dapat membentengi dirinya untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana lingkungan baik dan mana lingkungan buruk. Dia dapat berinteraksi positif, kegiatan yang buruk dia hindari,” jelas Aris.
“Di usia PAUD transisi ke SD penting untuk memunculkan pondasi bagaimana anak mampu menguatkan mentalnya, mampu memunculkan resiliensi perlindungan untuk dirinya sendiri,” lanjut Aris.
Kemudian, kasus kekerasan pada anak yang sering diadukan ke KPAI, kata Aris, paling tinggi terjadi di lingkungan keluarga. Peringkat kedua kekerasan pada anak terjadi di lingkungan pendidikan.
“Kasus yang sering diadukan ke KPAI terkait anak justru kasus tertinggi terjadi di lingkungan keluarga, kemudian yang kedua di satuan pendidikan,” ungkapnya.
Aris menegaskan bahwa sebaik apapun konsepnya tumbuh kembang anak yang diwarnai dengan kekerasan pasti tidak akan maksimal capaiannya. Untuk itu, lanjut Aris lingkungan pendidikan yang tidak memunculkan pendidikan ramah anak, praktek kekerasan di satuan pendidikan bisa terus terjadi.
“Saya kira kalo ngomongin PAUD ke SD erat hubungannya dengan pengasuhan, erat hubungannya dengan layanan pembelajaran. Maka di dua lingkungan tadi, lingkungan keluarga dan satuan pendidikan masih ada praktek-praktek kekerasan yang tidak memunculkan pendidikan ramah anak, ini akan terus menjadi tantangan,” tutupnya.
Terpopuler
1
Begini Alasan Arab Saudi Tunda Skema Tanazul Haji
2
Soal Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
3
PWNU Jakarta Tekankan Budaya Betawi untuk Pemberdayaan Masyarakat
4
Jelang Idul Adha, Pedagang Keluhkan Penurunan Penjualan Hewan Kurban
5
IPNU Jakut Teguhkan Kaderisasi Berbasis Lokal dan Kebangsaan
6
Pemerintah Batalkan Subsidi Listrik, Fokus Bantuan Upah Pekerja
Terkini
Lihat Semua