• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 17 Mei 2024

Nasional

Rekonsiliasi Pilkada DKI Jakarta Melalui Idul Fitri

Rekonsiliasi Pilkada DKI Jakarta Melalui Idul Fitri
Jember, NU Online
Perbedaan politik, pilihan, dan cara pandang dalam menyikapi sesuatu, seharusnya melebur saat Idul Fitri tiba. Sebab, dalam Idul Fitri ada pesan rekonsiliasi (islah). Hal ini ditegaskan Katib Syuriyah PCNU Jember Ustadz MN Harisudin saat menjadi khatib dalam shalat Idul Fitri di Masjid Nurul Hadi, kompleks Perkantoran Perhutani, Jember, Ahad (25/6).

Menurutnya,  Idul Fitri menjadi media yang sangat penting untuk menjalin kembali benang yang kusut dan tali yang telah lepas antarpersonal dan komunitas. Hubungan yang terkoyak karena perbedaan cara pandang dan sikap pada ghalibnya selesai dengan cara rekonsiliasi ketika Idul Fitri.

"Karena di dalam rekonsiliasi terdapat bangunan sikap saling memaafkan antarsesama," kata Harisudin.

Dewan Pakar  Masjid Indonesia Kabupaten Jember ini menambahkan, rekonsiliasi  adalah ekspresi keteladanan yang terpancar dalam perilaku Nabi Muhammad SAW. Hal ini bisa dilihat saat beliau memenangi perang di Mekah. Para kafir Quraisy yang dulu memusuhi dan memerangi langsung dikatakan antum thulaqa (kalian orang yang merdeka).

Padahal seperti diketahui, mereka adalah orong-orang yang sangat membenci, mencaci maki, bahkan berupaya membunuh Rasulullah. "Karena sifat Rasulullah tergambar dalam ayat wal afinan anin nas. (Ali Imron ayat 134). Artinya, pemberi maaf kepada manusia. Tokoh agung, Rasulullah SAW bukan tipe manusia pendendam terhadap sesama," lanjutnya.

Selain memberi pesan rokonsiliasi, Idul Fitri juga mengajarkan manusia untuk tidak bergaya hidup konsumtif. Dewasa ini, lanjut Ustadz Harisudin, konsumerisme cenderung menjadi gaya hidup masyarakat modern. Ini terjadi karena secara faktual ditopang oleh kehadiran materialisme dan hedonisme. Jika materialisme adalah aliran yang memuja benda dan berfokus pada benda, maka hedonisme adalah sebentuk gaya hidup yang menyandarkan kebahagiaan pada kenikmatan belaka.

Hal ini tercermin dalam takaran makan orang yang tiba-tiba dua kali lipat atau bisa jadi lebih daripada hari biasa di malam hari Ramadhan, lalu "balas dendam" terhadap penderitaan puasa di siang hari Ramadhan. Juga, gemerlap hidup manusia yang secara umum mengukur kesuksesan dengan gelimang materi yaitu rumah mewah, mobil banyak, baju mewah, dan kemewahan-kemewahan konsumtif lainnya.

"Oleh karena itu, puasa Ramadhan mempunyai tujuan besar yaitu mengendalikan nafsu konsumerisme secara berlebihan. Mereka yang menang di hari yang fitri bukan mereka yang bergelimang barang konsumsi, melainkan mereka yang bertambah ketaatan dan ketakwaan kepada Tuhan," ungkapnya. (Aryudi A Razaq/Alhafiz K)


Editor:

Nasional Terbaru