Wajib Laporkan Kekerasan Anak, KPAI Sebut Bentuk Perlindungan terhadap Korban
Senin, 14 Oktober 2024 | 20:00 WIB
Erik Alga Lesmana
Kontributor
Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menegaskan bahwa melaporkan kasus kekerasan terhadap anak, khususnya di satuan pendidikan, merupakan langkah penting untuk melindungi bukan hanya korban, tetapi juga anak-anak lainnya dari potensi kekerasan serupa.
“Kalo kamu yang menemukan ini (kekerasan) laporkan, atau kalo kamu mengalami hal semacam ini laporkan. Karena dengan kamu lapor, sebenernya sedang melindungi korban-korban yang lain,” ujar Aris dalam kanal Youtube Assalafie Ciwaringin, Babakan, dikutip NU Online Jakarta pada Senin (14/10/2024).
“Hati-hati adek-adek, kalo jadi korban, kalo ada temennya jadi korban, lapornya harus benar sesuai dengan aturan yang ada di pesantren,” kata Aris yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
Aris menjelaskan bahwa saat melapor, penting untuk mengetahui prosedur agar kasus dapat ditangani dengan cepat. Ia juga menekankan agar pelaporan tidak dilakukan melalui media sosial. Oleh karena itu, Aris berharap setiap satuan pendidikan, termasuk pesantren, dapat menetapkan aturan mengenai cara melapor, kepada siapa melapor, dan siapa yang berwenang menangani kasus tersebut.
“Lapornya harus tau, dibikin SOP (Standar Operasional Prosedur), kalo ada kasus laporannya harus ke siapa, yang menangani siapa, penanganannya harus cepat. Menjadi viral karena salah lapor dan penangannya lambat. Akhirnya orang tua nuntut, akhirnya orang tua nggak puas dengan layanan. Lah ini penting,” terang Aris.
Kemudian, Aris juga mengungkapkan penyebab hingga hari ini masih banyak terjadi kasus kekerasan di satuan pendidikan. Salah satu faktornya karena si anak tidak mampu melindungi dirinya sendiri. Anak tidak mampu mengaktifkan secara dominan karakter dan nilai moral yang baik.
“Nah, menjadi banyak kekerasan, menjadi sering terjadi kekerasan karena (anak) tidak bisa melindungi diri. Tidak mengaktifkan nilai baik secara dominan. Kalo kita bisa diaktifkan (maka) punya self control (kontrol diri) untuk tidak masuk pada lingkungan kekerasan,” jelasnya.
Aris menyebutkan bahwa untuk mencegah anak menjadi korban kekerasan adalah memahami siapa yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanganan. Tanggung jawab utama sebenarnya terletak pada diri anak itu sendiri.
Oleh karena itu, Aris mengatakan penting bagi orang tua untuk menanamkan pondasi karakter yang baik, serta nilai-nilai moral dan spiritual. Dengan membangun fondasi ini, anak akan mengembangkan mental yang kuat, yang dapat membantu mereka melindungi diri mereka sendiri dari ancaman kekerasan.
“Sehingga muncul dengan sendirinya mental yang kuat untuk melindungi dirinya sendiri,” tegasnya.
Selain itu, Aris juga mengungkapkan jenis-jenis kekerasan sebagai pelanggar hukum berat. Bahkan, jenis kekerasan ini dapat mengakibatkan korban meninggal dunia dan sudah beberapa kali terjadi. Salah satu pelanggaran berat itu adalah kekerasan dalam bentuk perundungan.
“Jenis-jenis kekerasan ini bisa berpotensi melanggar hukum berat, kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, intoletansi. Perundungan ini yang menjadi faktor penyebab terbesar santri (hampir) setiap bulan ada yang meninggal. Bentuknya apa perundungannya? Kalo bullying itu mungkin satu sama satu,” ungkap Aris berdasarkan kasus yang ditanganinya.
“Kalo perundungan nggak. Nggak cukup dia sendiri, tapi ngajak temennya (misalnya) 4 orang tiba-tiba di lorong mana ngajak dipukuli. Ini kan dampaknya lebih fatal, kan? Nah, ini perundungan. Perundungan tentu konsekuansi hukumnya lebih berat,” katanya.
Perundungan terjadi, kata Aris karena ada yang merasa lebih kuat, lebih besar dan lebih berani. Sedangkan korbannya akan cenderung minder dan kurag percaya diri.
“Maka bagaimana kemudian tidak terjadi bullying, perundungan dan kekerasan? maka, ciptakan hubungan yang setara. Yang kuat jangan merasa bahwa dirinya paling kuat. Yang bisa jangan merasa paling bisa. Yang badannya besar (jangan) menindas yang kecil,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Bahas Isu Kekinian, PCNU Jakbar Inisiasi Bahtsul Masail di Masjid Mardhotillah
2
Begini Alasan Arab Saudi Tunda Skema Tanazul Haji
3
Pagar Nusa Tampil Meriahkan Harlah Ke-77 IPSI
4
PWNU Jakarta Tegaskan Pengabdian NU Harus Bersifat Inklusif
5
Soal Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
PWNU Jakarta Apresiasi Larangan Ondel-ondel untuk Mengamen
Terkini
Lihat Semua