Rakhmad Zailani Kiki
Kontributor
Semua narasumber di Sekolah Nahdliyyin Pergerakan (SNIPER) II PWNU DKI Jakarta memiliki kompetensi di luar rata-rata, pakar, ahlinya ahli, core the core. Ini bukan pujian kaleng-kaleng, bukan omon-omon.Â
Lihat saja pada Sabtu ini (21/6/2025), dua sesi berturut-turut. Sesi pertama tentang pendidikan nasional, narasumbernya Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Dr. Komarudin, M.Si., dan sesi kedua tentang perkembangan GNI per kapita dan status pendapatan beberapa negara dengan narasumber Dr. (H.C.) Ir. H. Suharso Monoarfa, Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).Â
Saya pribadi sangat menyukai cara penyampaian kedua narasumber ini: bahasanya enak, mudah, dan renyah. Namun yang perlu ekstra serius memahaminya, walau tetap renyah penyampaiannya, adalah Pak Suharso Monoarfa. Mungkin karena latar belakang ilmu eksakta beliau yang pernah kuliah di ITB sehingga menyampaikan materinya tentang GNP dan GNI sangat matematis dan dengan coret-coretan kurva, ini malah mengingatkan kembali memori saya tentang ilmu ekonomi makro saat saya kuliah S2 Magister Manajemen Keuangan. Terima kasih ya, Pak!
Tentu tidak kebetulan atau ujug-ujug jika penyelenggara SNIPER II memasukkan dua materi ini dalam satu hari yang sama dengan urutan pendidikan dulu dan kemudian membahas tentang GNI. GNI adalah singkatan dari Gross National Income, yang dalam bahasa Indonesia berarti Pendapatan Nasional Bruto. GNI adalah total pendapatan yang diperoleh oleh penduduk dan bisnis suatu negara, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.Â
Kedua materi ini ada kaitan erat. Namun, kesimpulannya, pendidikan menjadi prioritas jika GNI Indonesia ingin naik. Tanpa pendidikan yang baik yang menghasilkan SDM unggul, maka GNI bangsa Indonesia tidak akan bisa naik. Ya begini-begini saja.
Namun, yang menjadi PR lanjutan dari materi Pak Suharso Monoarfa ini adalah ketika saya menyempatkan foto berdua dengan beliau saya bertanya "Pak, apakah ada kaitannya antara GNI dengan UMP (Upah Minimum Provinsi)?" Beliau jawab iya.
Ini menarik untuk menjadi bahan diskusi. Ketika pemerintah ingin menaikkan GNI, tetapi UMP-nya tidak dinaikkan, bagaimana GNI bisa naik? Kalau UMP dinaikkan, para pengusaha mau tidak dan investor tertarik tidak?
Apalagi jika dikaitkan dengan hasil studi terbaru dari Harvard University yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan masyarakat paling sejahtera atau "flourishing". Studi ini, yang dikenal sebagai Global Flourishing Study (GFS), mengukur kesejahteraan holistik yang mencakup kesehatan, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan sosial, keamanan finansial, dan kesejahteraan spiritual seperti yang dilansir dari Kompas.com. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Indonesia mengungguli negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, dalam hal kemakmuran holistik.Â
Walhasil, jika bangsa Indonesia sudah paling flourishing atau sejahtera, untuk apa lagi mengejar-ngejar kenaikan GNI? Dan kalau sudah yang paling sejahtera, berarti sistem pendidikan kita sudah membuat sejahtera rakyat Indonesia, apakah begitu?
Duh, rasanya sesi dengan kedua narasumber kita, khususnya Bapak Suharso Monoarfa tadi terasa sangat singkat, semoga bisa bertemu lagi dengan beliau untuk menanyakan hal-hal ini. Sehat dan berkah selalu untuk keduanya.
Penulis adalah Kader NU dan Ketua PW RMI-NU DKI Jakarta.
Terpopuler
1
Ketua PWNU Jakarta Sebut Instruktur NU Harus Bertindak Nyata, Bukan Sekadar Nama
2
PWNU Jakarta: Budaya Betawi Harus Jadi Akar Jakarta Menuju Kota Masa Depan
3
HUT Ke-498 Jakarta, Ribuan Perusahaan Ramaikan Jakarta Fair Kemayoran 2025
4
MUI Jakarta Gelar Mukerda Bahas Pelestarian Islam Lokal di Tengah Modernisasi Kota
5
MUI Jakarta Rekomendasikan Standar Air Suci untuk Warga Muslim
6
Khutbah Jumat: Palestina, Simbol Keteguhan Iman dan Persatuan Umat Islam
Terkini
Lihat Semua