Jakarta Raya

Pergunu Harap RUU Sisdiknas Beri Perlakuan Adil bagi Pendidikan Agama dan Umum

Ahad, 1 Juni 2025 | 16:38 WIB

Pergunu Harap RUU Sisdiknas Beri Perlakuan Adil bagi Pendidikan Agama dan Umum

Dewan Penasehat Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) KH Mujib Qulyubi (Foto: NU Online Jakarta/Erik).

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Dewan Penasehat Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) KH Mujib Qulyubi mengatakan bahwa yang perlu diperjuangkan pada Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) adalah kesetaraan perlakuan negara kepada madrasah, pesantren dengan sekolah umum. 

 

Menurutnya, kenyataan selama ini pendidikan agama tidak pernah tersentuh oleh pemerintah daerah baik kabupaten, kota maupun provinsi. 

 

Selama ini, pesantren jarang mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi. Padahal, para santri yang mondok di pesantren juga merupakan anak-anak bangsa, sama halnya dengan siswa SMA dan SMP.

 

"Saya kira harus ada perlakuan yang setara, yang adil di sini,” jelas Kiai Mujib mengisi materi pada kegiatan Webinar Nasional dengan tema RUU Sisdiknas ‘Kontribusi, Aspirasi, Inspirasi Perguruan Tinggi, PAI, PJJ, Madrasah dan Pondok Pesantren’ dilaksanakan oleh PP Pergunu pada Jumat (30/5/2025) malam.

 

Kiai Mujib menjelaskan dalam RUU Sisdiknas harus mampu memberikan keadilan pembagian anggaran 20 persen untuk pendidikan, sehingga kesenjangan madrasah, pesantren dengan sekolah umum tidak terjadi. 

 

Selama ini, kata Kiai Mujib, anggaran pendidikan 20 persen hanya dinikmati oleh sekolah umum saja di bawah Kemendikdasmen, sedangkan madrasah dan pesantren di bawah naungan Kemenag tidak tersentuh anggaran pendidikan tersebut. 

 

“Kalau di Kemendikdasmen memang 20% untuk pendidikan, tetapi kalo di Kemenag untuk madrasah dan pesantren, tidak memenuhi untuk madrasah, pesantren dan pendidikan. Sehingga dengan kesederhanaanya madrasah cukup berhasil, tetapi akan sempurna kalo didukung dengan anggaran yang juga 20% yang juga terjadi di Kemendikdasmen,” ungkapnya. 

 

Ketua Pembina Yayasan Uninus Bandung, Jawa Barat itu mengungkapkan RUU Sisdiknas harus mampu memberikan pengakuan yang adil untuk lulusan pesantren seperti ma’had ali dan diniyah formal agar bisa masuk atau pindah ke sekolah umum. 

 

Hal itu dikarenakan pendidikan agama mempunyai landangan hukum yaitu undang-undang pesantren.

 

“Maka jangan sampai nanti integrasi RUU Sisdiknas ini malah mengkerdilkan undang-undang pondok pesantren yang menurut saya sesungguhnya kekuatannya sama dengan Sisdiknas. Itu sama-sama undang-undang kok, tertinggi sudah,” imbuhnya. 

 

Landasan yuridis RUU Sisdiknas berakar pada pasal 31 UUD 1945, sebagai wujud tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sistem pendidikan yang terstruktur dan berkeadilan. 

 

Kiai Mujib mendorong Sisdiknas harus inklusif, adaptif dan menjawab kebutuhan kongkret serta realitas sosial masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dari sisi agama, sosial, budaya dan wilayah geografis.

 

“Bahwa Indonesia sangat plural dari sisi agama, sosisal dan agama. Ini sebuah kenyataan, dan sebuah anugrah dari Allah. Bagaimana Sisdiknas yang sedang dirancang ini tidak meporak-porandakan, tidak menyatukan, kemudian menghilangkan pluraritas yang ada pada kita,” katanya.

 

Ketimpangan akses dan mutu pedidikan nasional dalam Sisdiknas harus mengatur pemerataan akses pendidikan bermutu, khususnya untuk daerah 3 T (terdepan, terpencil dan tertinggal). 

 

Kiai Mujib berharap agar persoalan itu dapat diselesaikan dengan RUU Sisdiknas yang dalam proses. Selain itu, RUU Sisdiknas diharap mempu membuka diri terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk menjawab kebutuhan nasional dan global.     

 

“Sisdiknas harus responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta tuntutan kebutuhan lokal, nasional dan global. Sisdiknas juga harus menjaga keseimbangan anatara kebijakan pusat dan kewenangan daerah dalam penyelenggara pendidikan yang merata dan bermutu,” pinta Kiai Mujib.