• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Senin, 29 April 2024

Dari Betawi

Sunatan Masyarakat Betawi, Definisi Mengintegrasikan Berbagai Tradisi yang Sesungguhnya

Sunatan Masyarakat Betawi, Definisi Mengintegrasikan Berbagai Tradisi yang Sesungguhnya
Masyarakat Betawi membungkus tradisi keislaman (Sunat) ini menjadi sebuah tradisi yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak sebelum beranjak dewasa. (Foto: Yahya Andi Saputra).
Masyarakat Betawi membungkus tradisi keislaman (Sunat) ini menjadi sebuah tradisi yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak sebelum beranjak dewasa. (Foto: Yahya Andi Saputra).

Sejarah kebudayaan manusia menjelaskan bahwa sunat (khitan) diketahui sebagian kalangan sebagai rangkaian adat untuk membersihkan diri sebelum menuju dewasa. Masyarakat menganggap sunat atau khitan ini sebagai bentuk pelaksanaan ibadah sebagai seorang muslim sekaligus melestariakan budaya. Sebetulnya khitan sudah dilakukan sejak dahulu, kemudian berlanjut dari kedatangan islam, dan bertahan hingga sekarang. 


Menurut sejarah, dijelaskan oleh (Muh. Arifsona 2017), di kalangan utusan, orang yang pertama kali melakukan sunat ialah Nabi Ibrahim AS, tetapi tidak diketahui jelas motif melakukan khitan, apakah karena pemikiran rasional dan naluri atau motif lainnya. Tradisi yang terintegrasi dalam tradisi sunat atau khitan juga beragam. Contohnya adalah tradisi sunat masyarakat Betawi yang menjadikkan sunat sebagai salah satu tradisi keislaman, kemudian mengintegrasikan tradisi lain di dalamnya sehingga lestarilah tradisi keislaman yang membawa banyak manfaat ini, yaitu sunatan atau khitanan.


Syariat islam mendefinisikan sunat dengan memotong kulit yang menutup kepala zakar bagi laki-laki atau memotong daging yang menonjol di atas vagina. Dalam hadist disebutkan bahwa khitan adalah fitrah. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu berkata:


“Lima dari fitrah yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis.”


Secara syariah sunat bertujuan untuk mengikuti sunnah Rasulullah dan Nabi Ibrahim dan upaya untuk menghindari najis pada anggota badan saat shalat. Karena dengan berkhitan, najis yang ada di sekitar kulit kemaluan akan lebih mudah dibersihkan dengan membasuh alat kemaluan menggunakan air. Sunat juga membuat seseorang lebih higenis, mengurangi infeksi akibat transmisi seksual, dan menghindarkan dari penyakit-penyakit kemaluan.


Islam mengajarkan banyak hal-hal yang membawa manfaat bagi manusia. Keistimewaan ini dibungkus masyarakat Betawi dalam sebuah tradisi yang membuatnya semakin istimewa. Sunatan di Betawi menjadi tradisi yang sudah banyak orang mengetahuinya. Masyarakat Betawi membungkus tradisi keislaman (Sunat) ini menjadi sebuah tradisi yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak sebelum beranjak dewasa. 


Sunat sendiri menjadi tradisi yang penting dan di rayakan masyarakat Betawi dengan nuansa tradisional yang menampilkan tata upacara dan kesenian khas Betawi. Setelah melaksanakan sunat, anak-anak akan didampingi oleh para punggawa, menaiki kuda, berkeliling kampung dengan diiringi tabuhan marawis dan kesenian tanjidor. Dalam tradisi sunat, anak-anak diperlakukan seperti pangeran. Hal inilah yang membuat anak-anak tidak sabar menantikan tradisi ini dalam kehidupannya.


Setelah arak-arakan selesai, sesampainya di rumah sang pengantin sunat, sejumlah pendekar cilik menunggu dan tidak langsung mengizinkan pengantin sunat masuk sebelum mereka beradu pantun dan beradu silat ala betawi. Selain tradisi music dan tradisi lisan khas betawi, tradisi sunat juga dilengkapi makanan khas betawi seperti soto betawi dan ketupat sayur. Banyak sekali tradisi yang terintegrasi dari sunatan ini, selain sebagai bentuk melaksanakan sunnah Rasul, juga bisa dijadikan sebagai bentuk upaya pelestarian terhadap tradisi budaya setempat.


Tradisi keislaman yang begitu istimewa ini mengintegrasikan banyak tradisi khas betawi yang lainnya. Kewajiban kita sebagai masyarakat muslim yang bertradisi adalah mempertahankan, melestarikan, agar manfaat utama tradisi keislaman (sunat) bisa terus dirasakan oleh seluruh masyarakat. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, sekali melestarikan tradisi sunatan, banyak tradisi lain yang ikut terlestarikan.


Aprilia Maharani Tunggal Putri, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.


Dari Betawi Terbaru