• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 3 Mei 2024

Literatur

Harlah 1 Tahun NU Online Jakarta

Pengaruh KH Saifuddin Amsir Ulama Intelektual Pengurus Besar NU Asli Betawi

Pengaruh KH Saifuddin Amsir Ulama Intelektual Pengurus Besar NU Asli Betawi
KH Saifuddin Amsir adalah ulama ahli fikih (faqih) yang menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) sampai tahun 2015. (Foto: Freepik).
KH Saifuddin Amsir adalah ulama ahli fikih (faqih) yang menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) sampai tahun 2015. (Foto: Freepik).

Akhir-akhir ini kajian tentang ulama dan tokoh di Indonesia semakin meningkat. Menurut pendapat Zubair Ahmad, Dosen Pascasarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan bahwa secara umum kajian membuktikan bahwa peran dan posisi ulama dalam pengembangan budaya, dakwah dan keagamaan, transmisi keilmuan, pendidikan keagamaan, dan perubahan sosial. 


Pemikiran dan peran tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap masyarakat. Tetapi, fakta dilapangan mengungkapkan tidak sedikit ulama yang tidak dikenali sejarah dan perannya karena kurangnya pengkajian. Sehingga, dengan tulisan ini hadir untuk mengkaji tokoh islam KH Saifudddin Amsir ulama intelektual pengurus besar NU asli Betawi yang memiliki karya intelektual dalam bidang keislaman, serta menjadi tokoh islam masyarakat islam Betawi. [Zubair Ahmad, “KH Abdullah Syafi'ie: Ulama Produk Lokal Asli Betawi dengan Kiprah Nasional dan Internasional”. Jurnal Al-Turas, Vol. XXI No. 2, 2015, hlm. 316-317.]


Sebelum membahas lebih jauh biografi KH Siafuddin Amsir alangkah baiknya kita ketahui dahulu mengapa Islam indetik dengan Betawi. Islam dan Betawi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan sebutan “Betawi” hanya bisa digunakan oleh penduduk asli Jakarta yang beragama Islam. Prof. Dr. Buya Hamka sebagaimana dikutip Ahmad Fadli menemukan bukti bahwa orang Betawi memegang teguh ajaran Islam. 


Fakta ini didukung selama 350 tahun dijajah Belanda jarang ada orang Betawi masuk agama Kristen. [Ahmad Fadli HS, Ulama Betawi, Studi tentang Jaringan Ulama Betawi dan Kontribusinya terhadap Perkembangan Islam Abad ke-19 dan Abad ke-20 (Jakarta: Manhalun Nasyi’in Press, 2011), h. 59.] Secara tidak langsung sejak zaman dahulu orang Betawi sudah berpegang teguh pada ajaran agama islam. 


Biogarafi singkat KH Saifuddin Amsir sudah tidak asing lagi di Jakarta. Abuya Drs KH Siafuddin Amsir atau Mu’allim Saifuddin Amsir dengan nama populernya memiliki nasab Saifuddin bin Amsir, Amsir bin Naiman, Naiman bin Sidan, Hindun binti Amin, Nurain binti Anwar, Anwar bin Ling, Zahrotul Hunafa binti Saifuddin, H. Marzuqi bin H Miin, H Miin bin H Sailan, Hj Saati binti H Umbang, Hj Gumah binti H Cebi, dan H Dahlan bin H Saidan. [Dikutip dari laman akun facebook putri Almarhum, Hj. Badrah Uyuni, 29 Juli 2018 pukul 05.43 WIB.] Ayahnya, Haji Amsir Naiman dan ibu Hajjah Nur;ain adalah keturunan orang Betawi asli. Sejak kecil beliau dikenal oleh warga Nahdliyin (NU) Jakarta. 


Beranjak dewasa umur 27 tahun KH Saifuddin Amsir menikah dan dikaruniai empat orang putri. Semasa hidupnya beliau dikenal sebagai orang taat dan aktif dari berkarya. Sehingga setelah menempuh pendidikan di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Asy-Syafi’iyyah (UIA) sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beliau masih menikmati menimba ilmu pengetahuan kitab kuning (al-kutub al-turats/al-kutub al-shafra). 


KH Saifuddin Amsir adalah ulama ahli fikih (faqih) yang menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) sampai tahun 2015 dengan pemikiran fikih yang patut menjadi teladan. Keistiqomahan beliau dibidang fiqih dianugerahi “Fikih Award” dan diangkat sebagai “Duta Fikih Indonesia” sebagai pembicara tokoh ulama di bidang fikih. [http://nahdlatululama.id/blog/2016/08/08/biografi-kh-saifuddin-amsir/ Dikutip pada selasa 24 Juli 2018, puku; 14.15 WIB. ] Berbagai penghargaan beliau raih hingga akhir hayatnya sebagai Dewan Mustasyar PBNU dari tahun 2015 sampai 2020. 


Kisah perjalanan hidup KH Saifuddin Amsir membuktikan bahwa sosok ulama Betawi memiliki banyak karya-karya bermutu yang sangat berpengaruh, contohnya saja tulisan KH Saifuddin Amsir terkait da’wah bi al-kitabah yang menunjukkan bukti kecerdasan dan keluasan ilmu beliau. Sebelum beliau wafat KH Saifuddin Amsir berpesan kepada muridnya bahwa “bila ingin mereguk ilmu-ilmu agama dari mata airnya yang jernih, jangan sekali-kali meninggalkan ulama." Secara tidak langsung beliau berpesan bahwa ulama dan ilmu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam menuntut ilmu, cintailah ulama niscaya keberkahan datang kepadamu. 


Dalam berbagai kajian islami KH Syaifuddin Amsir sangat prihatin dengan kondisi sekarang terkait pemahaman keagamaan umat Islam yang tidak lagi berpandangan pada khazanah ilmu peninggalan para ulama. Padahal Islam sejatinya adalah rasa cinta soal kebangsaan dan keumatan. Bahkan diberbagai organisasi Nahdlatul Ulama (NU) beliau dengan tegas mengatakan bahwa “Senakal apapun kita, wajib mencintai NU, karena guru-guru kita aktif terlibat kegiatan tersebut”. kecintaan beliau kepada NU mengajak semua warga untuk senantiasa menjaga keutuhan NKRI dari hal-hal yang dapat memecahkan umat islam. [Wiki Aswaja NU. Dirujuk pada Kamis, 6 September 2018, jam 11.16 WIB.] 


Dari biografi singkat KH Syaifuddin Amsir dapat diambil kesimpulan bahwa di tanah Betawi ada ulama besar yang sangat berpengaruh dalam bidang intelektual fikih. Berbagai karya tulisan beliau membuktikan bahwa ulama tidak dapat dilupakan di negeri ini. Peran ulama akan terus tumbuh subur seiring dengan perkembangan keilmuan. Kecintaan beliau kepada organisasi NU berhasil menghantarkan beliau pada khazanah keilmuan.


Dalam setiap karya-karya beliau dapat diambil kesimpulan bahwa “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Ini merupakan salah satu doktrin hebat yang pantas dialamatkan dan ditanamkan kepada seseorang, terutama para cerdik pandai saat meleburkan jiwa dan raganya dalam dunia literasi. Menulis adalah cara terbaik untuk menuangkan pikiran, gagasan, dan sebuah penemuan. Melalui media literasi, seorang penulis akan dengan leluasa menuangkan pikiran, menganalisis tentang suatu masalah yang ditemukannya.


Artikel di atas merupakan karya dari Firda Afkarina, peserta lomba artikel dalam rangka Harlah 1 Tahun NU Online Jakarta.


Literatur Terbaru