Jakarta Raya

Kasus Sodomi di Pesantren: RMINU Jakarta Serukan Pengawasan Ketat dan Tindak Tegas Pelaku

Jumat, 17 Januari 2025 | 20:03 WIB

Kasus Sodomi di Pesantren: RMINU Jakarta Serukan Pengawasan Ketat dan Tindak Tegas Pelaku

Pondok Pesantren Ad-Diniyah, Duren Sawit, Jakarta Timur. (Foto: RRI/Erik Hamzah).

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (RMI PWNU) Jakarta menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus pelecehan seksual di Pondok Pesantren Ad-Diniyah, Duren Sawit, Jakarta Timur.

 

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan oknum pengasuh pesantren sebagai pelaku dan disebut sebagai kasus sodomi pertama yang mencuat di wilayah Jakarta.

 

Ketua RMI PWNU DKI Jakarta, Rakhmad Zailani Kiki mengatakan peristiwa ini pertama kalinya diketahui publik sebagai kasus sodomi yang melibatkan pengasuh pesantren di Jakarta. Selama ini yang santer terdengar adalah kasus bullying di pesantren.

 

"Sodomi seperti ini baru pertama kali kami dengar di Jakarta. Kami sangat prihatin dan menilai ini sebagai peringatan keras bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan pesantren," ungkap Kiki ditemui NU Online Jakarta, Jumat (17/1/2025).

 

Ia menegaskan bahwa insiden ini harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak. Ia menggarisbawahi pentingnya pengawasan bersama antara pengurus pesantren dan masyarakat setempat. Menurutnya, masyarakat perlu ikut serta mengawasi pesantren agar kejadian mencurigakan dapat segera diatasi.

 

“Pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman untuk mendidik santri. Masyarakat harus ikut mengawasi, sehingga jika ada sesuatu yang mencurigakan, bisa segera diatasi. Pesantren itu inti moralitasnya ada pada santri dan kiainya. Kalau salah satu tidak bermoral, maka hilanglah makna pesantren itu sendiri,” tegasnya.  

 

RMI PWNU Jakarta berencana melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) terkait kasus ini. “Jika Pondok Pesantren Ad-Diniyah sudah memiliki izin, kami akan merekomendasikan agar izinnya dicabut. Apalagi kabarnya, tempat ini lebih menyerupai majelis taklim daripada pondok pesantren dalam arti yang sebenarnya,” jelasnya.

 

Terkait penanganan kasus ini, RMI memiliki Satuan Tugas (Satgas) Pesantren yang bertugas mengawasi dan menindaklanjuti pelanggaran di pesantren. Namun, Kiai Kiki menjelaskan bahwa kewenangan Satgas terbatas hanya pada pesantren yang terkoordinasi dengan RMI NU. 

 

“Pesantren Ad-Diniyah tidak termasuk dalam jaringan pesantren yang terkoordinasi dengan kami sehingga gerak Satgas kami terbatas,” tambahnya.  

 

Kiki berharap aparat penegak hukum dapat bertindak tegas terhadap pelaku untuk memberikan efek jera. Ia menegaskan, kasus ini harus menjadi yang terakhir agar pesantren tetap menjadi tempat yang aman dan bermartabat untuk mendidik generasi penerus bangsa.

 

“Kami ingin kasus ini menjadi yang terakhir, agar pesantren tetap menjadi tempat yang aman dan bermartabat untuk mendidik generasi berikutnya," tandasnya. 

 

Sebelumnya, Pelecehan seksual di Pondok Pesantren Ad-Diniyah yang berada di RT 09/RW 07, Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, pemilik pesantren diduga melakukan tindakan asusila (sodomi) kepada tujuh orang santrinya.

 

"Iya ada tujuh orang (teman semua), dari SMP mau ke SMA. Pengakuannya disodomi di kamar ustad," kata salah satu santri Pesantren Ad-Diniyah berinisial A (15) dikutip Republika.

 

Menurut dia, tujuh korban dari temannya ini, hanya menceritakan perihal pelecehan seksual itu kepada teman dekatnya saja. "Saya ga dapat cerita, tapi memang ada beberapa cerita, tapi ke teman dekat saja yang dipercaya," ujar A.

 

Sementara itu, salah satu warga yang ikut menangkap terduga pelaku berinisial KH, yakni Rudi (49) mengaku menangkap dan melihat langsung saat pihak kepolisian dari Polsek Duren Sawit mengamankan terduga pelaku beserta empat korban.