Jakarta Raya

Lesbumi NU dan Dewan Kesenian Jakarta Gelar Diskusi Pemajuan Kebudayaan dan Islam Nusantara

Kamis, 29 Agustus 2024 | 10:00 WIB

Lesbumi NU dan Dewan Kesenian Jakarta Gelar Diskusi Pemajuan Kebudayaan dan Islam Nusantara

Lesbumi NU DKI Jakarta bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) gelar dialog bertajuk Undang-Undang (UU) Pemajuan Kebudayaan dan Islam Nusantara di Kantor PWNU DKI Jakarta, Jalan Utan Kayu Raya, Jakarta Timur, Rabu (28/8/2024). (Foto: NU Online Jakarta/Rizki Fadillah)

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta kerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) gelar diskusi soal Undang-Undang (UU) Pemajuan Kebudayaan dan Islam Nusantara di Kantor PWNU DKI Jakarta, Jalan Utan Kayu Raya, Jakarta Timur, Rabu (28/8/2024).

 

Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta terdiri dari pengurus Lesbumi di semua tingkatan dan para seniman dan budayawan se-DKI Jakarta. Mereka juga diajak untuk membedah UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan.

 

Ketua Lesbumi PWNU DKI Jakarta H Ahmad Yusuf mengatakan bahwa kegiatan ini diselenggarakan sebagai pengingat bagi para seniman dan budayawan untuk memahami perannya dalam memajukan kebudayaan. Pemajuan kebudayaan sendiri telah diatur melalui UU Nomor 5 Tahun 2017.

 

“Undang-Undang terkait pemajuan kebudayaan sendiri sudah ada diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2017. Diskusi ini adalah bagaimana kita memberikan pemahaman terhadap para seniman dan budayawan untuk meningkatkan perannya dengan UU tersebut,” ujarnya.

 

Yusuf menerangkan bahwa meskipun UU Pemajuan Kebudayaan ini sudah diteken, namun nampaknya masih banyak para seniman dan budayawan yang masih belum tersentuh. Oleh karena itu, Lesbumi PWNU DKI Jakarta dan DKJ mengajak para seniman dan budayawan Jakarta untuk bisa melaksanakan UU tersebut dengan pendekatan Islam Nusantara.

 

“Undang-Undangnya ada tapi realisasinya tidak menyentuh kalangan seniman dan budayawan. Saya, seniman dan orang-orang di film, TV tidak pernah tersentuh apalagi sampai mendapatkan manfaat dari kebijakan undang-undang tersebut. Jadi ini seperti mengingatkam saja,” terangnya.

 

Selain itu, Yusuf menjelaskan bahwa umat Islam Indonesia sangat lekat dengan tradisi dan budaya lokal. Menurutnya, nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh leluhur bangsa Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam memperkuat praktik keislaman.

 

“Kita perlu menggali dan menghargai warisan budaya kita yang kaya, karena itu bisa menjadi fondasi dalam menjalani kehidupan beragama yang sesuai dengan tradisi lokal,” ujar Yusuf saat menyampaikan materi diskusi.

 

Yusuf juga mencermati bagaimana warga Jakarta dalam menyikapi kebudayaan. Menurutnya, sebagai orang  yang tinggal lama Jakarta, ia menilai kebudayaan itu lebih bersifat pragmatis.

 

“Kebudayaan itu berperan kalau orang dikasih kerja, kebudayaan itu apabila dia bisa memberi kesejahteraan,” ujarnya.

 

Sementara itu, Anggota Komite Sastra DKJ Fadjriah menekankan pentingnya seniman dan budayawan dalam memajukan bangsa Indonesia Dengan adanya dialog ini, Fadjriyah mengajak para peserta untuk menjadikan kebudayaan menjadi garda depan dalam membangun bangsa Indonesia.

 

“Kebudayaan jangan menjadi gerbong di belakang, seperti yang kita lihat selama ini,” ucapnya.

 

Ketua Lesbumi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Jadul Maula menyatakan bahwa indikator kebudayaan yang maju bisa dilihat dari manusianya melalui aspek jasmani dan rohani.


“Bisa jadi yang sekarang itu bukan budaya, tapi rusaknya perilaku yang tanpa nilai,” kata Kiai Jadul.

 

Selanjutnya, Kiai Jadul Maula mengingatkan para peserta untuk tidak salah memaknai Islam Nusantara. Jika ada asumsi yang menyatakan Islam Nusantara adalahsebagai aliran dan denominasi Islam, menurutnya, hal tersebut adalah bentuk framing dari media yang tidak memahami secara utuh.

 

“Bangunan peninggalan Belanda aja yang usianya 100 tahun lebih gak boleh dihancurkan. Apalagi warisan yang usianya lebih dari 500 tahun. Islam di Nusantara sudah berkembang sejak abad 15. Jangan sampai kita kehilangan nilai-nilainya,” tegas Kiai Jadul.


Kontributor: Rizki Fadillah