Jakarta Raya Pilkada Jakarta 2024

PMII Jakpus Nilai Perdebatan Pilkada 2 Putaran Potensi Ciptakan Perpecahan

Sabtu, 30 November 2024 | 15:00 WIB

PMII Jakpus Nilai Perdebatan Pilkada 2 Putaran Potensi Ciptakan Perpecahan

Ilustrasi Paslon di Pilkada Jakarta 2024. (Foto: dok. NU Online Jakarta)

Jakarta Pusat, NU Online Jakarta


Ketua Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jakarta Pusat Debi Abiyanto Saputra angkat suara soal perdebatan pelaksanaan Pilkada Jakarta 2024 dua putaran. Ia menilai perdebatan tersebut merupakan dinamika politik antarelite yang memiliki potensi menciptakan perpecahan.


"Menurut saya, kondisi pro-kontra terhadap putaran kepemimpinan saat ini hanyalah dinamika politik antartokoh politisi. Konteks Pilkada yang diselenggarakan pascapilpres memiliki potensi menciptakan perpecahan di antara basis kandidat yang kuat," ujar Debi kepada NU Online Jakarta pada Sabtu (30/11/2024).


Ia menekankan bahwa setiap putaran kepemimpinan selalu diwarnai negosiasi-negosiasi politik yang melibatkan berbagai kepentingan strategis.

 

 "Pro-kontra yang terjadi adalah bagian dari proses demokrasi yang memperlihatkan tarik-menarik kepentingan antarkelompok," tambahnya.


Debi juga menyoroti partisipasi pemilih dalam pilkada Jakarta 2024 yang sangat rendah. Menurutnya, hal ini akan berdampak signifikan terhadap legitimasi pemilihan. 
 

"Survei menunjukkan 67% partisipasi pilkada menyebabkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap calon gubernur, yang berdampak signifikan pada legitimasi pemilihan," paparnya.


Ia memperingatkan bahwa situasi rendahnya partisipasi berpotensi menciptakan polemik baru dalam proses demokrasi. 


"Rendahnya partisipasi ini akan menciptakan ruang bagi berbagai pihak untuk mempertanyakan hasil dan proses pemilihan. Kita harus waspada terhadap potensi konflik yang dapat muncul akibat rendahnya legitimasi pemilihan," jelasnya.


Lebih lanjut, Debi menganalisis bahwa rendahnya partisipasi pemilih disebabkan oleh kekecewaan sistemik terhadap demokrasi pascapilpres. 


"Rendahnya partisipasi pemilihan bisa jadi disebabkan kekecewaan masyarakat terhadap sistem demokrasi, terutama Pilkada yang digelar setelah Pilpres," ungkapnya.


Menurutnya, masyarakat telah mengalami kelelahan politik akibat rentetan isu dan dinamika Pilpres sebelumnya.


 "Masyarakat sudah sangat jenuh dengan serangkaian isu politik yang berkepanjangan. Kandidat tidak secara sungguh-sungguh melibatkan masyarakat dalam proses demokrasi," tambahnya.


Debi menggarisbawahi kompleksitas demokrasi lokal pascapilpres. Kejenuhan masyarakat akan dinamika politik ini dikhawarirkan menjadi masalah baru.


"Kita perlu melihat fenomena ini sebagai bagian dari proses demokrasi yang kompleks, bukan sekadar konflik permukaan," pungkasnya.