• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 19 April 2024

Nasional

Katib PBNU Jelaskan Konsep Kafir dan Non-Muslim dalam Konteks Kewarganegaraan

Katib PBNU Jelaskan Konsep Kafir dan Non-Muslim dalam Konteks Kewarganegaraan
Katib Syuriyah PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali dalam Halaqah Fiqih Peradaban di Al-Wathoniyah Pusat, Jakarta Timur, pada Senin (26/12/2022). (Foto: NU Online Jakarta/Haekal).
Katib Syuriyah PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali dalam Halaqah Fiqih Peradaban di Al-Wathoniyah Pusat, Jakarta Timur, pada Senin (26/12/2022). (Foto: NU Online Jakarta/Haekal).

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan konsep kafir dan non-Muslim di dalam konteks kewarganegaraan. Ia lantas mengatakan bahwa non-Muslim yang ada di Indonesia bukan termasuk ke dalam empat kategori kafir. 


“Non-Muslim tidak bisa dianggap kafir karena semua sama di mata hukum yaitu sebagai warga negara yang setara sehingga keberadannya sah di negara Indonesia," Kiai Moqsith dalam Halaqah Fiqih Peradaban di Al-Wathoniah Pusat, Klender, Cakung, Jakarta Timur, pada Senin (26/12/2022).


Lebih lanjut, Kiai Moqsith menyebutkan beberapa alasan dirinya tidak menyebut non-Muslim sebagai kafir. Pertama, Non-Muslim tidak disebut sebagai kafir dzimmi karena nyatanya orang dengan beragama Hindu-Buddha sudah hadir lebih awal sebelum Islam datang. 


Kedua, jika dikategorikan sebagai kafir harbi maka pada kenyataannya Non-Muslim tidak pernah berperang sebelumnya, bahkan mereka berperang demi mengusir para penjajah. 


Ketiga, jika disebut kafir mu’ahad maka sebetulnya non-Muslim tidak pernah bertikai dengan orang Islam yang ada di Indonesia. Keempat, jika disebut kafir mustakmal maka non-Muslim Indonesia sebetulnya tidak mendapatkan suaka politik di Indonesia.


Kemudian, Kiai Moqsith menginginkan agar warga NU tidak terpecah dalam segala hal. Ia kemudian menjelaskan tentang metode tahqiqul manath atau proses menemukan hukum oleh seorang yang ahli di bidangnya. Dalam hal organisasi, bisa juga dimaknai dengan mengikuti organisasi yang diakui kredibilitasnya seperti NU. 


"Ikut perintah PBNU, jangan bersepakat sendiri-sendiri," tegasnya


Sementara itu, Katib Syuriyah PBNU KH Faiz Syukron Makmun membicarakan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Hal itu dibuktikan dengan kelenturan hukum Islam dengan tujuan hukum negara yaitu menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


"Persis seperti sila kelima yang ada di Pancasila," terang Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta Selatan itu. 


Ia kemudian melayangkan kritik bahwa selama ini yang menjadi fokus pengamalan Pancasila hanya terbatas pada sila pertama, yaitu dalam aspek ketuhanan saja. Hal itu menyebabkan kesempitan dalam berpikir untuk membicarakan suatu hal yang lebih besar dan utama yaitu menciptakan kesejahteraan.


"Wilayah hukum di dalam Islam cukup mudah, asal dekat dengan kemaslahatan serta jauh dari kerusakan. Maka akan mudah terwujud yaitu kesejahteraan dan kemaslahatan untuk seluruh masyarakat Indonesia," tutupnya.


Pewarta: Haekal Attar
Editor: Aru Elgete


Editor:

Nasional Terbaru