TPPO Scam Online Meningkat, PB PMII Soroti Lemahnya Regulasi
Selasa, 1 Juli 2025 | 13:10 WIB
Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Bidang Ketenagakerjaan Razik Ilham mengungkapkan penyebab utama maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus scammer digital.
Menurutnya, hal ini berkaitan erat dengan kemiskinan, tingginya angka pengangguran, rendahnya literasi digital dan hukum, serta lemahnya pengawasan oleh negara terhadap praktik migrasi ilegal.
"Dalam banyak kasus, korban tidak memiliki akses terhadap informasi yang valid dan cenderung percaya pada narasi jalan pintas menuju kesuksesan finansial," ujar Razik dalam keterangannya kepada NU Online Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Selain itu, kata Razik, kebijakan negara belum sepenuhnya responsif terhadap dinamika kejahatan perdagangan orang yang kini melintasi batas negara dan dunia digital.
Kerangka hukum yang ada saat ini, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dinilai belum memadai dalam menghadapi kejahatan digital yang semakin canggih.Â
"Lemahnya kapasitas aparat penegak hukum dalam memahami dan mengimplementasikan unsur-unsur TPPO juga menjadi hambatan besar dalam proses perlindungan dan penegakan hukum," imbuhnya.
Di sisi lain, KUHP baru yang mulai mengatur tentang TPPO masih memerlukan interpretasi dan petunjuk pelaksanaan yang lebih kuat dan konkret.
Sementara itu, pendekatan berbasis korban (victim-centered approach) yang digagas oleh organisasi internasional seperti IOM (International Organization for Migration) menunjukkan urgensinya untuk mengubah cara pandang dalam menangani TPPO.Â
"Perlindungan terhadap korban semestinya mencakup edukasi, pendampingan psikososial, bantuan hukum, dan pemulihan yang komprehensif," tegasnya.
Namun, kata Razik, pelaksanaannya masih menghadapi kendala karena belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) nasional yang dapat digunakan lintas kementerian dan lembaga.
Kesadaran Publik tentang Bahaya TPPO Minim
Razik menyayangkan kesadaran publik, khususnya di kalangan Generasi Z, mengenai bahaya rekrutmen kerja ilegal secara daring yang masih rendah.
Bahkan, kata dia, sebagian besar korban tidak memahami bahwa tawaran kerja yang terlihat sah dan profesional melalui iklan media sosial dapat menjadi pintu masuk ke dalam jaringan TPPO global.Â
"Mereka pun tidak memiliki akses informasi yang memadai tentang prosedur kerja di luar negeri yang legal dan aman," ujarnya.
Permasalahan semakin kompleks ketika kebijakan dan regulasi nasional belum sepenuhnya mampu menjangkau dan menindak praktik TPPO dengan modus digital yang bersifat lintas negara dan menggunakan sarana teknologi informasi canggih.Â
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang misalnya, masih lebih berfokus pada bentuk-bentuk eksploitasi konvensional.Â
"Padahal, eksploitasi digital saat ini telah menjadi bentuk baru dari perbudakan modern," sebutnya.
"Pengawasan terhadap aktivitas daring yang berpotensi menjadi sarana perekrutan TPPO juga masih lemah karena keterbatasan sumber daya dan koordinasi antar lembaga," tandasnya.
Terpopuler
1
Mahfud MD Ungkap Paradoks Indonesia: Negara Kaya Rakyat Miskin
2
Kiai Taufik Sebut Tasawuf Puncak Akal Manusia, Bukan Ilmu Sederhana
3
Mahfud MD: Kalau Hukum Ingin Bagus, Politiknya Harus Bagus
4
Lakpesdam PWNU Jakarta Gelar Seminar Perpustakaan Kontemporer, Jawab Tantangan Zaman
5
PWNU Jakarta Respons Tantangan Zaman Lewat Kajian Perpustakaan Kontemporer
6
Masalah Struktural ODOL: Cerminan Buruknya Sistem Logistik Nasional
Terkini
Lihat Semua