Aqidah

Akidah sebagai Energi Penggerak: Menguatkan Moral dan Etika di Kalangan Generasi Muda

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:00 WIB

Akidah sebagai Energi Penggerak: Menguatkan Moral dan Etika di Kalangan Generasi Muda

Ilustrasi Akidah. (Foto: NU Online)

Dalam Islam, akidah adalah keyakinan yang paling mendasar. Akidah mengajarkan tentang keesaan Allah (tauhid), keberadaan malaikat, kebenaran kitab-kitab Allah, kenabian, hari akhir, serta qadha dan qadar. Keyakinan inilah yang membentuk fondasi kehidupan seorang muslim. Akidah yang kuat akan memberikan arah yang jelas bagi setiap tindakan seorang muslim, termasuk dalam menjaga moral dan etika.


Moralitas dan etika dalam Islam tidak terpisahkan dari akidah. Setiap perbuatan manusia, baik yang bersifat sosial maupun personal, selalu terkait dengan pertanggungjawaban kepada Allah. Inilah yang membedakan konsep etika dalam Islam dengan konsep etika dalam masyarakat umum. Jika di masyarakat umum etika sering kali dikaitkan dengan norma-norma sosial yang bisa berubah, dalam Islam, etika memiliki dimensi spiritual yang selalu terhubung dengan nilai-nilai transendental.

 

Akidah yang kuat mengajarkan bahwa setiap perbuatan memiliki dampak, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai contoh, seorang muslim yang memahami akidah tauhid dengan baik akan selalu sadar bahwa segala perbuatannya tidak luput dari pengawasan Allah. Hal ini membuatnya lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak, selalu berusaha untuk mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Akidah inilah yang kemudian menjadi pendorong untuk selalu menjaga moralitas dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ۝٢١

 

Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al Ahzab: 21).


Dalam QS Al-Ahzab ayat 21, Allah menegaskan bahwa Rasulullah SAW merupakan suri teladan terbaik bagi umat manusia. Ayat ini mengajarkan bahwa dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam ibadah, akhlak, maupun interaksi sosial, umat Islam seharusnya mencontoh Rasulullah SAW. Beliau menunjukkan kesabaran, kejujuran, kelembutan, dan keteguhan iman yang luar biasa dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan. 


Oleh karena itu, menjadikan sifat-sifat Rasulullah sebagai pedoman hidup tidak hanya memperkuat hubungan dengan Allah, tetapi juga membentuk pribadi yang mulia dalam pergaulan dengan sesama manusia. Mengimplementasikan teladan Rasulullah adalah wujud nyata dari pengamalan ajaran Islam yang sempurna, sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an.

 

Menurut al-Qurthubi, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Quraisy Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, ia mengemukakan bahwa dalam persoalan agama, keteladanan merupakan kewajiban, sedangkan dalam urusan keduniaan, hal tersebut bersifat anjuran. Dalam konteks keagamaan, Rasulullah wajib diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa suatu tindakan hanya berupa anjuran.

 

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat dalam surat Al-Ahzab di atas adalah landasan utama dalam perintah meneladani Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keadaan beliau. Oleh karena itu, Allah Ta'ala memerintahkan umat manusia untuk meneladani Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam hal kesabaran, keteguhan, ribath, dan kesungguhan. Hal ini disampaikan Allah sebagai petunjuk bagi mereka yang diliputi rasa takut, kegelisahan, dan hilangnya keberanian dalam menghadapi peristiwa Perang Ahzab.

 

Generasi Muda di Persimpangan Zaman

 

Di tengah arus globalisasi yang begitu deras, generasi muda kini berada di persimpangan zaman. Mereka menghadapi tantangan besar berupa pergeseran nilai-nilai yang dibawa oleh kemajuan teknologi, informasi, dan budaya asing. Sementara kemajuan ini menawarkan banyak peluang, di sisi lain, ia juga membawa ancaman bagi moral dan etika, yang merupakan fondasi kehidupan sosial dan spiritual kita. Dalam konteks ini, akidah sebagai landasan keyakinan agama, harus menjadi energi penggerak utama dalam memperkuat moralitas dan etika generasi muda.

 

 Akidah Islam mengajarkan keteguhan iman, komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran, dan ketundukan penuh kepada Allah SWT. Inilah yang seharusnya menjadi pijakan kokoh bagi generasi muda dalam menghadapi dinamika zaman. Ketika generasi muda mampu menjadikan akidah sebagai landasan dalam berpikir dan bertindak, mereka akan memiliki filter yang kuat untuk menyaring pengaruh negatif dari luar. Akidah bukan hanya tentang keyakinan spiritual, tetapi juga berfungsi sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjaga moral dan etika.

 

Menguatkan akidah di kalangan generasi muda berarti menanamkan nilai-nilai Islami yang universal, seperti kejujuran, amanah, rasa tanggung jawab, serta kesadaran sosial. Nilai-nilai ini akan membentuk karakter yang kokoh dalam menghadapi godaan hedonisme, materialisme, dan sikap apatis yang kerap mengikis integritas moral anak muda. Seorang pemuda yang kuat akidahnya tidak hanya akan berusaha untuk sukses di dunia, tetapi juga menjaga akhlak dan etika dalam setiap langkah hidupnya.

 

Saat ini, banyak generasi muda yang terjebak dalam kebingungan identitas. Globalisasi menawarkan berbagai pandangan hidup yang jauh dari nilai-nilai keislaman, seperti individualisme ekstrem dan relativisme moral. Di sinilah pentingnya peran keluarga, lembaga pendidikan, dan tokoh agama dalam membimbing generasi muda agar kembali kepada nilai-nilai Islam yang hakiki. Akidah yang kokoh akan menjadi benteng dari pengaruh negatif dan memberikan kekuatan moral dalam menghadapi berbagai godaan zaman.

 

Namun, tugas ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga formal saja. Setiap kita, termasuk orang tua, ulama, dan masyarakat, harus turut serta dalam mendukung pembinaan akidah generasi muda. Kegiatan dakwah yang relevan dengan dunia anak muda, media yang positif, serta lingkungan yang kondusif, sangat penting dalam membangun generasi yang berakidah kuat, bermoral, dan beretika.

 

Dengan akidah sebagai energi penggerak, generasi muda akan memiliki kompas moral yang jelas. Mereka tidak hanya akan bertahan di tengah gelombang perubahan zaman, tetapi juga menjadi pionir dalam memperbaiki masyarakat. Generasi yang memiliki moral dan etika yang kuat berdasarkan akidah akan menjadi agen perubahan yang positif, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bangsa dan agama.

 

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bersama-sama menguatkan akidah generasi muda sebagai fondasi yang akan menjaga moral dan etika mereka di tengah persimpangan zaman ini. Akidah yang kokoh akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia, siap menghadapi tantangan global dengan nilai-nilai keislaman yang kuat. 

 

Akidah sebagai Benteng dari Pengaruh Negatif

 

Akidah merupakan keyakinan yang mendalam terhadap Allah dan ajaran-Nya. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

 

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ ۝٢٤


Artinya: “Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah ṭayyibah? (Perumpamaannya) seperti pohon yang baik, akarnya kuat, cabangnya (menjulang) ke langit?,” (Q.S. Ibrahim: 24)

 

Perumpamaan ini menunjukkan bahwa akidah yang kuat akan menghasilkan akhlak yang baik, seperti pohon yang memiliki akar yang teguh. Ketika generasi muda memiliki akidah yang kokoh, mereka lebih mampu menolak pengaruh negatif dan tetap berpegang pada nilai-nilai moral yang luhur.

 

Dalam menghadapi derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing, akidah berperan sebagai benteng pertahanan yang kokoh. Akidah yang kuat akan membantu generasi muda memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang sesuai dengan ajaran agama dan mana yang bertentangan. Di sinilah pentingnya pendidikan agama yang benar sejak dini, agar generasi muda memiliki landasan yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan.

 

 Akidah yang benar tidak hanya menjadi keyakinan abstrak, tetapi juga harus terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Generasi muda yang berakidah kuat akan selalu merasa terhubung dengan Allah, sehingga segala tindakannya selalu diarahkan untuk mencari ridha-Nya. Ketika mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit, akidah akan menjadi kompas moral yang membantu mereka memilih jalan yang benar.

 

Sebagai contoh, ketika mereka dihadapkan pada dilema moral, seperti godaan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama (misalnya korupsi, manipulasi, atau pergaulan bebas), akidah yang kuat akan mengingatkan mereka bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat. Kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah inilah yang membuat mereka lebih waspada dalam bertindak.

 

Peran Pendidikan dalam Memperkuat Akidah

 

Pendidikan agama memiliki peran yang sangat penting dalam memperkuat akidah di kalangan generasi muda. Sayangnya, di era modern ini, pendidikan agama sering kali tidak diberikan porsi yang cukup, baik di sekolah maupun di rumah. Banyak orang tua yang lebih fokus pada pendidikan duniawi dan mengabaikan pendidikan spiritual anak-anaknya. Akibatnya, anak-anak tumbuh dengan pemahaman agama yang minim, sehingga mereka mudah terpengaruh oleh nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam.

 

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ 
رَفِيْقًا ۝٦٩

 

Artinya: “Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisā’: 69).


Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju kebahagiaan dan keselamatan. Pendidikan yang berfokus pada penguatan akidah akan menanamkan ketaatan ini dalam diri generasi muda, menjadikannya landasan bagi moralitas dan etika yang baik. Mereka akan mampu membedakan mana yang benar dan salah, baik dan buruk, serta mengarahkan hidupnya sesuai dengan petunjuk Allah dan sunnah Rasulullah.

 

Pendidikan agama tidak hanya terbatas pada pengajaran tentang ibadah ritual, tetapi juga harus mencakup pemahaman yang mendalam tentang akidah dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Akidah harus diajarkan dengan cara yang relevan dengan kehidupan generasi muda saat ini, sehingga mereka tidak hanya sekadar hafal konsep, tetapi juga mampu menginternalisasikannya dalam tindakan nyata.

 

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ۝٢ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِࣖ۝٣ 

 

Artinya: “sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 2-3).

 

Ayat ini mengajarkan bahwa selain beriman (akidah), generasi muda harus diajarkan untuk beramal saleh dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Pendidikan yang baik adalah yang mampu menyatukan iman dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

    

Salah satu cara efektif untuk mengajarkan akidah kepada generasi muda adalah dengan menghubungkannya dengan permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Misalnya, ketika berbicara tentang tauhid, pendidik bisa mengaitkannya dengan bagaimana keyakinan terhadap keesaan Allah dapat membantu mereka menghindari godaan materialisme. Atau ketika membahas tentang qadha dan qadar, bisa dijelaskan bagaimana konsep ini mengajarkan mereka untuk tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan hidup.

 

Selain itu, metode pengajaran yang interaktif dan kreatif juga perlu diterapkan. Generasi muda saat ini cenderung lebih tertarik pada metode pembelajaran yang dinamis dan tidak monoton. Penggunaan teknologi seperti media sosial, video pembelajaran, atau aplikasi islami bisa menjadi cara yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai akidah kepada mereka.

 

Peran Keluarga dan Lingkungan Sosial

 

Tidak hanya pendidikan formal, keluarga juga memiliki peran penting dalam menanamkan akidah kepada generasi muda. Orang tua harus menjadi teladan dalam menjalankan ajaran agama. Jika anak-anak melihat orang tua mereka berperilaku sesuai dengan ajaran Islam, mereka akan lebih mudah meniru dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut.


كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

 

Artinya: "Setiap anak dilahirkan itu dalam keadaan fitrah (suci), maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim).


 Hadis ini menegaskan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu keadaan suci dan berpotensi menerima kebenaran, termasuk kebenaran akidah Islam. Dalam fitrah ini, anak-anak secara alami memiliki potensi untuk mengenal dan menyembah Allah SWT. Kondisi fitrah ini dapat diartikan sebagai kondisi murni di mana seorang anak belum dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, atau agama selain Islam.

 

Namun, setelah dilahirkan, perkembangan spiritual dan akidah anak sangat dipengaruhi oleh keluarga, khususnya orang tua. Orang tua menjadi agen utama dalam memberikan pendidikan akidah kepada anak. Jika orang tua mengajarkan akidah yang benar, yaitu tauhid (keesaan Allah), anak akan tumbuh dalam keyakinan dan keimanan yang lurus. Sebaliknya, jika orang tua memberikan pendidikan yang menyesatkan atau menjauhkan dari akidah Islam, anak dapat terpengaruh dan tumbuh dengan keyakinan yang berbeda.

 

Selain keluarga, lingkungan sosial juga memegang peran penting dalam membentuk akidah dan moral generasi muda. Anak-anak akan berinteraksi dengan teman, guru, dan masyarakat di sekitarnya yang dapat memperkuat atau, sebaliknya, melemahkan nilai-nilai akidah yang diajarkan oleh keluarga. Pendidikan akidah yang diberikan di rumah harus didukung oleh lingkungan sosial yang sehat dan religius, agar anak dapat mempertahankan keimanan dan nilai-nilai moral yang baik.

 

Jika keluarga dan lingkungan sosial mampu menanamkan akidah yang kokoh, maka generasi muda akan memiliki moral dan etika yang kuat, yang menjadi benteng dari pengaruh negatif globalisasi. Anak-anak yang tumbuh dengan akidah yang benar akan memiliki panduan yang jelas dalam menjalani hidupnya, mampu menyaring pengaruh buruk, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai agama.

 

Kebiasaan sehari-hari di rumah, seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an bersama, atau berdiskusi tentang ajaran agama, dapat menjadi sarana yang efektif untuk menanamkan akidah yang kuat. Lingkungan keluarga yang kondusif akan membantu membentuk karakter anak yang berakhlak mulia dan memiliki moralitas yang baik.


Menghadapi Tantangan Zaman dengan Akidah yang Kuat Dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, akidah menjadi tameng yang paling efektif untuk menjaga generasi muda dari pengaruh buruk yang ada di sekitar mereka. Dengan akidah yang kuat, mereka akan lebih kritis dalam menyaring informasi yang mereka dapatkan dari media, lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi, dan lebih berhati-hati dalam memilih pergaulan.


Generasi muda yang berakidah kuat tidak akan mudah terbawa arus tren negatif yang bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka akan memiliki prinsip hidup yang kokoh, yang didasarkan pada keyakinan mereka terhadap Allah dan ajaran agama-Nya. Inilah yang akan membedakan mereka dengan generasi lain yang mungkin terjebak dalam gaya hidup yang tidak sehat.

 

Sumber:

Adi La. “Pendidikan Keluarga Dalam Perpekstif Islam.” Jurnal Pendidikan Ar-Rashid 7, no. 1 (2022): 1–9.


Chaniago, Chairunnisa, Putri Azhari, and Siti Ardianti. “Nilai-Nilai Keteladanan Yang Terdapat Dalam Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq R.a dan Relevansinya Dengan Materi Akidah Akhlak di Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah.” Tarbiyah Darussalam: Jurnal Ilmiah Kependidikan Dan Keagamaan 7, no. 02 (2023): 41. 

 

Mardan Umar, Feiby Ismail, “Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (Konsep Dasar Bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum).” Cv. Pena Persada, 2020, 18.

 

Karimah, Latifah Syahrotul. “Urgensi Pembentukan Etika Moral Generasi Muda Sebagai Civitas Akademik Di Era Global.” Science, Engineering, Education, and Development Studies (SEEDS): Conference Series 6, no. 1 (2022)


Kurniasari, Vani, Sari Narulita, and Firdaus Wajdi. “Pola Asuh Orangtua Dalam Membentuk Karakter Religiusitas Anak (Studi Kasus Keluarga Muslim).” Mozaic Islam Nusantara 8, no. 1 (2022): 1–24.


Mushfi, Muhammad El, Iqbali, and Nurul Fadilah. “Internalisasi Karakter Religius Di Sekolah Menengah Pertama Nurul Jadid.” Jurnal Mudarrisuna 9, no. 1 (2019): 1–25.


Rumata, Fathurrrahman ’Arif, Muh. Iqbal, dan Asman Asman. “Dakwah Digital Sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Moderasi Beragama Dikalangan Pemuda.” Jurnal Ilmu Dakwah 41, no. 2 (2021): 172–83. 


Sinta Rahmadania, Achmad Junaedi Sitika, Astuti Darmayanti. Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Dan Masyarakat," Program Sarjana Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang.


Zahrotuttoyyibah, Siti Aminah, dan Emah Mukarromah. “Kajian Al-Qur’an Tentang Akhlak (Etika Dan Moral).” Jurnal Maudhui, no. 191320049 (2013).

 

Faris Syaifuddin Muhammad, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.