Opini

Menggugah Spirit Santri dalam Memperingati Hari Santri

Rabu, 23 Oktober 2024 | 13:00 WIB

Menggugah Spirit Santri dalam Memperingati Hari Santri

Ilustrasi resolusi jihad. (Foto: NU Online)

Berbicara mengenai Hari Santri tidak lepas dari Fatwa Resolusi Jihad yang dihasilkan berdasarkan musyawarah para ulama Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada 21-22 Oktober 1945 yang disusul dengan perjuangan fisabilillah untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.


Meskipun yang memberi fatwa ulama namun diksi yang digunakan adalah Hari Santri, hal ini mempunyai makna diantaranya:

 

Petama, Santri istilah untuk orang yang belajar agama di pesantren, hal ini menunjukkan bahwa para ulama/Kyai meskipun sudah berkiprah di masyarakat namun masih tertanam jiwa santri yaitu terus belajar dan muthola'ah. Karena semakin alim/pintar seseorang, maka akan semakin haus akan ilmu. 

 

Seperti dawuh Abdullah Ibn Mubarok dalam Kitab Ihya Ulumuddin.

 

لا يَزَالُ الْمَرْءُ عَالِمًا مَا طَلَبَ الْعِلْمَ فَإِذَا ظَنَّ أَنَّــهُ قَدْ عَلــِمَ فَقَدْ جَهِـــلَ 

 

Artinya:
Seseorang disebut pintar selama ia terus belajar. Begitu ia merasa pintar, saat itu ia bodoh.

 

Kedua, Ketika mengaji di Pesantren santri selalu belajar kitab-kitab salaf dengan Kyai/Ulama, ini menunjukkan bahwa keilmuan ulama/kyai bersandar kepada gurunya sehingga sanad keilmuannya jelas dan sambung kepada para ulama, sesuai dengan perkataan Abdullah bin Mubarok:

 

قال عبد الله بن مبارك الإسناد من الدين، ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

 

Artinya
Sanad adalah bagian dari agama. Seandainya tidak ada kewajiban mengambil sanad, niscaya siapa pun akan mengucapkan apa pun yang ia inginkan.

 

Hal ini juga dapat menjadi pengingat bahwa sehebat apapun ulama atau kiai jika dinisbatkan kepada gurunya, maka statusnya masih santri.

 

Ketiga, Bahwa beliau-beliau sebelum menjadi ulama atau kiai, rata-rata terlebih dahulu menjadi santri yang belajar dengan para gurunya dengan tekun dan semangat. Sehingga dengan ketawadhuannya beliau-beliau masih merasa menjadi santri atau murid dari guru-guru beliau yang telah mengajarkannya.

 

Dengan demikian, maka makna Santri pada hakikatnya tidak sebatas diksi saja, melainkan memiliki makna yang dalam dan luas, sehingga bisa menginspirasi para generasi selanjutnya untuk tetap istiqomah belajar serta ta'dhim kepada para guru yang telah mengajarkan ilmu padanya.

 

Imam Subarul Adzim, Sekretaris LBMNU Jakarta Timur