Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Bidang Ketenagakerjaan Razik Ilham mengatakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus scammer digital telah berkembang menjadi bentuk kejahatan transnasional yang kompleks dan sistemik.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Di Indonesia, fenomena ini menyasar kelompok paling rentan dalam struktur sosial, yakni generasi muda, khususnya Generasi Z yang kerap menjadi korban eksploitasi melalui iming-iming pekerjaan di luar negeri yang ternyata palsu.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Forum Labour Hub Vol. 2 yang diselenggarakan oleh PB PMII menegaskan bahwa kasus-kasus TPPO dengan modus digital kini menjadi ancaman nyata terhadap masa depan bangsa, dengan ribuan pemuda Indonesia tertipu oleh tawaran kerja yang disebarkan melalui media sosial, aplikasi daring, dan kanal komunikasi informal," kata Razik melalui keterangannya kepada NU Online Jakarta, Selasa (1/7/2025).
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Temuan PB PMII, ungkap Razik, diperoleh gambaran bahwa lebih dari 7.000 kasus TPPO telah terjadi, dengan 40 persen di antaranya melibatkan korban berusia 15 hingga 24 tahun.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Negara-negara tujuan utama sindikat TPPO antara lain Kamboja, Myanmar, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Afrika Selatan," kata Razik.
Adapun modus operasi yang digunakan, imbuh Razik, sangat terstruktur korban direkrut melalui media sosial, dijanjikan pekerjaan atau magang bergaji tinggi di luar negeri, tetapi kemudian dipekerjakan secara paksa untuk melakukan penipuan daring, seperti investasi bodong atau judi online.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi ancaman baru dalam bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menggunakan modus operasi berbasis digital.
Modus ini, kata Razik, berkembang pesat seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan meningkatnya penetrasi internet, khususnya di kalangan Generasi Z, yaitu kelompok usia muda yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
"Generasi ini tumbuh dalam lingkungan digital, menjadikan mereka melek teknologi, namun di saat yang sama rentan terhadap manipulasi berbasis sosial media, iming-iming kerja mudah, dan tawaran penghasilan besar dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ungkap Razik.
Modus TPPO yang kini marak dilakukan oleh sindikat internasional misalnya, melibatkan perekrutan secara daring terhadap anak muda Indonesia, terutama melalui media sosial seperti facebook, tiktok, dan whatsap.
"Mereka dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri seperti di Kamboja, Myanmar, dan Laos, namun pada kenyataannya, mereka disekap dan dipaksa bekerja sebagai operator penipuan digital (scammer) dengan target korban dari berbagai negara, termasuk negara-negara Eropa dan Amerika Utara," ucap Razik.
Mereka, lanjut Razik, tidak hanya menjadi korban eksploitasi ekonomi tetapi juga mengalami kekerasan fisik, isolasi, dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Fenomena ini memperlihatkan bahwa TPPO telah berevolusi, dari yang sebelumnya berbasis eksploitasi seksual atau tenaga kerja di sektor domestik, kini bergeser menjadi eksploitasi di dunia digital," tandasnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND