Nasional

Wacana Libur Sekolah Selama Ramadhan Tuai Pro-Kontra

Senin, 6 Januari 2025 | 17:40 WIB

Wacana Libur Sekolah Selama Ramadhan Tuai Pro-Kontra

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita: Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SD N 3 Sukamaju, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, pada Senin (15/7/2024). (Foto: NU Online/Suwitno).

Jakarta Pusat, NU Online Jakarta

Pemerintah mewacanakan libur sekolah selama Ramadhan. Hal ini menuai pro kontra di berbagai kalangan. Wacana ini mencuat usai Menteri Agama RI Prof Nasaruddin Umar beberapa waktu lalu. 


Peneliti Sosial Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anggi Afriansyah menolak wacana libur sekolah selama Ramadhan.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Menurutnya, libur sekolah selama Ramadhan akan menimbulkan risiko kenakalan kepada anak karena tidak ada pendampingan secara rutin.


“Kalau tidak ada program yang memadai, tidak ada pendampingan yang memadai, anak-anak bisa terjebak pada kegiatan yang nonproduktif, bermain gawai, bermain game, nonton tv, keluar rumah tanpa alasan yang jelas. Ini bisa berpotensi anak ikut tawuran setelah sahur atau menjelang buka puasa,” ujarnya, sebagaimana dikutip NU Online.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Menurutnya, Ramadhan menjadi momen bagi anak Muslim dan non-Muslim untuk saling belajar toleransi dan mempererat rasa persaudaraan antarumat beragama.


“Ramadhan ini justru menjadi momentum mempererat rasa persaudaraan antarumat beragama. Ini menjadi ruang untuk memperkaya wawasan yang ada di antara mereka. Justru jangan libur, karena mereka punya kesempatan untuk belajar, misal anak Muslim ketemu teman-teman yang non-Muslim mereka bisa saling bercerita,” ucapnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Hilmy Muhammad (Gus Hilmy) merespons baik terhadap wacana libur sekolah selama Ramadhan ini. Ia menilai, libur selama Ramadhan ini sebagai pembinaan spiritual dan karakter anak.


“Prinsipnya mengalihkan pembelajaran, yang semula diajarkan mata pelajaran, pada Ramadhan diselenggarakan sekolah pesantren. Di masa Gus Dur dulu begitu. Di samping itu, siswa diberi tugas catatan kecil harian yang diserahkan kepada guru besok harinya. Ini menjadi dasar pemantauan guru atau dasar memberi nilai,” jelas Senator asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Menurut Gus Hilmy, bagi siswa non-Muslim atau sekolah non-Muslim bisa diberi tugas mandiri atau kelompok sebagai pengganti kegiatan belajar mengajar harian.


“Jadi tetap tidak masuk setiap hari. Bisa tugas dari guru mata pelajaran maupun guru ekstrakurikuler untuk menambah kreativitas anak,” kata Gus Hilmy.


Baca selengkapnya di sini.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

ADVERTISEMENT BY ANYMIND