Jakarta Raya

Ancaman Terbesar Bukan Penjajahan Fisik, Tapi Ilmu Tanpa Sanad

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:00 WIB

Ancaman Terbesar Bukan Penjajahan Fisik, Tapi Ilmu Tanpa Sanad

Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Endin AJ Soefihara. (Foto: NU Online/Arif)

Jakarta, NU Online Jakarta

Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Endin AJ Soefihara, menyampaikan sebuah peringatan keras mengenai ancaman terbesar yang dihadapi umat Islam saat ini.
 

Menurutnya, ancaman tersebut bukanlah penjajahan fisik, melainkan penyebaran ilmu agama yang tidak memiliki mata rantai keilmuan (sanad) yang jelas dan bersambung.


Pesan ini disampaikannya saat memberikan pengantar dalam acara Majelis Mudzakarah Dinamisasi Syuriyah di kantor sekretariat PWNU DKI Jakarta, Matraman, Jakarta Timur, pada Rabu (23/7/2025).

 

Mengutip dari Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, Kiai Endin mengingatkan kembali pesan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Beliau menjelaskan, Mbah Hasyim membedakan penjajah Belanda sebagai syarik (pencuri) dan penjajah Jepang sebagai ghasib (perampas). Namun, ada bahaya yang jauh lebih besar dari keduanya.

 

“Kata Mbah Hasyim Asy'ari, kita mesti takut yang melebihi itu semua, dan itu akan datang setiap waktu,” ujar Kiai Endin. “Apa itu? Bahwa satu saat yang lebih membahayakan daripada para pencuri, dari para penjajah itu adalah orang-orang yang akan datang mengajarkan ilmunya tanpa jalan sanad yang bersambung,” lanjutnya.


Kiai Endin menegaskan bahwa kondisi yang dikhawatirkan oleh pendiri NU tersebut sudah terjadi pada masa sekarang, di mana banyak orang dapat dengan mudah menyebarkan ajaran agama tanpa otoritas keilmuan yang sah.

 

Menurutnya, pelajaran agama tanpa sanad yang tersambung kepada para guru sebelumnya hingga Rasulullah SAW lebih menyakitkan dan berbahaya ketimbang kehadiran penjajah fisik.


Oleh karena itu, ia menekankan peran strategis para kiai dan ulama NU sebagai penjaga otentisitas ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Mengutip kembali Qanun Asasi, ia menyebut para ulama NU adalah pemegang kunci dan gerbang ilmu tersebut.

 

“Janganlah memasuki rumah kecuali dari pintu-pintunya, dan barang siapa mendatanginya dari selain pintunya, maka ia disebut pencuri (sarikun),” pesannya mengutip sebuah kaidah.