Opini

Potret Gerakan Perempuan dalam Sejarah Peradaban Nusantara

Rabu, 30 April 2025 | 21:19 WIB

Potret Gerakan Perempuan dalam Sejarah Peradaban Nusantara

Para Perempuan dari NU yang Menjadi Anggota Konstituante RI. (NU Online).

Diskursus mengenai sejarah gerakan perempuan di Nusantara sering kali bahkan kebanyakan dimulai dari berdirinya organisasi-organisasi pergerakan perempuan pada abad ke-20. Sosok R.A. Kartini dengan gagasan emansipasinya juga kerap dijadikan inspirasi dan pijakan sejarah gerakan perempuan di Nusantara. Padahal, jauh sebelum abad ke-20, Nusantara telah melahirkan banyak perempuan hebat yang tidak hanya menyumbangkan gagasan emansipasi, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam struktur kehidupan perempuan pada zamannya.

 

Tidak salah jika dikatakan bahwa sejarah perempuan Nusantara sebelum abad ke-20 belum tertulis dengan baik dan masih kurang dikenal. Padahal, jika kita cermati setiap babak sejarah Nusantara, selalu ada peran perempuan yang mengagumkan. Mereka tercatat sebagai juru dakwah, diplomat, guru, pejuang, panglima perang, hingga saudagar. Catatan ini menunjukkan bahwa karakteristik perempuan Nusantara adalah sosok yang cerdas, kuat, dan telah berkiprah di ruang-ruang publik bersama laki-laki.

 

Sebagai contoh, pada abad ke-7 M ada Ratu Sima dari Kerajaan Kalingga yang dikenal tegas sebagai pemimpin. Di abad ke-16 M, terdapat Ratu Kalinyamat yang memimpin perlawanan melawan Portugis. Martha Christina Tiahahu turut melawan Belanda, dan ada pula tokoh-tokoh seperti Maria Walanda Maramis serta Rahmah el Yunusiah yang memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Sosok-sosok perempuan ini tidak boleh dilupakan dalam pembicaraan mengenai sejarah gerakan perempuan di Nusantara.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Historiografi Nusantara yang Bias Gender

 

Minimnya wacana tentang gerakan perempuan di Nusantara tidak terlepas dari historiografi yang kerap memburamkan keterlibatan perempuan dalam panggung sejarah. Penulisan sejarah Nusantara masih didominasi perspektif laki-laki, sehingga keberadaan perempuan kerap luput dari perhatian. Terabaikannya perempuan dalam historiografi juga berakar pada pandangan keliru tentang dunia perempuan serta paradigma penulisan yang bias gender.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Banyak lini waktu sejarah yang mencatat peran penting perempuan, namun tidak mendapat sorotan. Salah satunya adalah kurangnya referensi tentang kontribusi perempuan dalam proses islamisasi di berbagai wilayah Nusantara. Misalnya, Nyai Khairiyah, putri KH. Hasyim Asy’ari, yang merupakan ulama perempuan dengan peran penting dalam bidang pendidikan Islam. Selain Nyai Khairiyah, ada pula tokoh-tokoh seperti Putri Champa, Fatimah binti Abdul Wahab Bugis (1828), dan Nyai Siti Walidah (Nyi Ahmad Dahlan), yang belum mendapat tempat semestinya dalam sejarah Nusantara.

 

Narasi sejarah perempuan juga masih didominasi oleh peran domestik. Dalam sejarah revolusi Indonesia, perempuan sering kali hanya disebut dalam kaitannya dengan urusan dapur. Sulit menemukan karya sejarah yang mengungkapkan keterlibatan perempuan dalam posisi strategis. Perempuan sering diposisikan sebagai pelengkap dari tokoh laki-laki utama.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Perempuan sebagai Pilar Peradaban Nusantara

 

Deretan tokoh perempuan tersebut menunjukkan bahwa sosial budaya Nusantara sejak lama tidak membatasi ruang gerak perempuan. Ini menjadi bukti bahwa ada bentuk kesetaraan gender dalam kebudayaan Nusantara. Perempuan dipandang sejajar dengan laki-laki, memiliki peluang setara untuk berkarya, serta tidak dianggap sebagai "liyan" atau second sex yang kehadirannya hanya bermakna lewat laki-laki.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Fakta ini menggugat anggapan bahwa tradisi Nusantara bersifat patriarkal dan tidak adil terhadap perempuan. Sejarah membuktikan bahwa perempuan memiliki ruang yang luas untuk berperan, dihargai, dan dimuliakan. Hal ini menunjukkan bahwa kultur masyarakat Nusantara sejak dahulu relatif egaliter dan terbuka terhadap peran perempuan.

 

Rekam sejarah membuktikan bahwa perempuan Nusantara memiliki kedudukan yang setara dalam ranah sosial, ekonomi, maupun politik. Keteladanan mereka menjadi bukti bahwa perempuan mampu membangun peradaban sejajar dengan laki-laki. Karena itu, penting bagi perempuan masa kini untuk mengambil inspirasi dari sejarah dan terus berjuang mewujudkan kesetaraan demi kehidupan yang lebih adil dan seimbang.

 

Menjadi tugas kita bersama untuk mengangkat, menyuarakan, dan mewariskan kisah-kisah perempuan Nusantara—baik dari tokoh-tokoh besar maupun pengalaman perempuan lokal. Dengan memberikan ruang bagi cerita-cerita ini, kita akan menemukan ciri khas gerakan perempuan Nusantara. Penulisan sejarah pun akan menjadi lebih inklusif, kaya makna, dan tidak lagi bersifat tunggal atau maskulin.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND