Putusan LBMNU Jakarta tentang Hukum Memboikot Perusahaan Terafiliasi dengan Israel
Senin, 5 Mei 2025 | 10:00 WIB
Deskripsi Masalah
Di Indonesia, aksi boikot kerap muncul sebagai respons terhadap isu-isu internasional maupun domestik yang terkait dengan sentimen keagamaan, nasionalisme, dan keadilan sosial. Misalnya, boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, atau eksploitasi tenaga kerja telah menjadi fenomena yang berulang.
Dalam konteks terkini, eskalasi serangan Israel terhadap Palestina telah memicu gelombang seruan boikot terhadap produk-produk yang dianggap memiliki afiliasi dengan Israel. Gerakan ini bukanlah hal baru, melainkan telah berlangsung selama beberapa dekade sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pendudukan Israel di wilayah Palestina. Boikot tersebut dipandang sebagai ekspresi solidaritas masyarakat terhadap perjuangan rakyat Palestina sekaligus bentuk penolakan terhadap agresi militer Israel. Lebih jauh, gerakan ini juga menjadi salah satu instrumen yang digunakan oleh aktivis dan komunitas, baik di dalam maupun luar negeri, untuk menekan perubahan kebijakan politik terkait konflik Israel-Palestina.
Komitmen Indonesia dalam mendukung Palestina tidak hanya bersifat moral, tetapi juga memiliki dasar konstitusional. Sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, seperti dilaporkan oleh detik.com, konstitusi Indonesia mengamanatkan negara untuk terus berupaya membantu bangsa Palestina. Hal ini merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan prinsip anti-kolonialisme dan keadilan global. Pernyataan tersebut memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina melalui berbagai upaya, termasuk gerakan boikot.
Dinamika boikot di Indonesia semakin menguat setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa No. 83 Tahun 2023, yang menyatakan bahwa dukungan terhadap agresi Israel atau pihak-pihak yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah haram. Meskipun fatwa tersebut tidak mencantumkan daftar spesifik perusahaan atau produk yang harus diboikot, dan pemerintah juga tidak pernah merilis rekomendasi resmi terkait hal ini, beberapa kelompok tertentu memanfaatkan momentum ini dengan menyebarkan daftar produk yang dianggap patut diboikot. Situasi ini memicu polemik di tingkat masyarakat sekaligus memperkuat legitimasi gerakan boikot yang berkelanjutan. Fenomena ini menunjukkan bagaimana isu politik global dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan memicu mobilisasi sosial berbasis identitas keagamaan dan nasionalisme di Indonesia.
Setidaknya, ada 118 produk yang diduga berafiliasi dengan Israel, sehingga menjadi sasaran empuk seruan pemboikotan di beberapa platform media sosial, tidak terkecuali grup perusahaan Danone Indonesia yang mempunyai dua klasifikasi usaha, yakni Danone Waters dan Danone Specialized Nutrition. Untuk Danone Waters sendiri terdiri dari dari tiga anak perusahaan besar, salah satunya PT. Tirta Investama yang bergerak di bidang air minum dalam kemasan.
Dilansir dari Hukum Online, Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, memberikan tanggapan kritis terhadap fenomena seruan boikot produk-produk yang dianggap memiliki keterkaitan dengan Israel. Sebagai lembaga representatif dunia usaha dan mitra strategis pemerintah dalam pembangunan ekonomi, KADIN secara tegas menolak segala bentuk kekerasan dan penindasan, termasuk konflik yang terjadi di Palestina.
Namun, Hanafi menekankan bahwa aksi boikot yang marak belakangan ini perlu dikaji secara komprehensif oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspek perlindungan kepentingan nasional. Hal ini penting untuk memastikan terciptanya kepastian hukum serta iklim usaha yang stabil dan kondusif. Lebih lanjut, Hanafi mengingatkan bahwa gerakan boikot berpotensi menimbulkan dampak ekonomi negatif, khususnya terhadap sektor usaha yang beroperasi di Indonesia. Pasalnya, banyak perusahaan yang menjadi target boikot justru mempekerjakan tenaga kerja lokal, sehingga aksi tersebut dapat mengganggu stabilitas lapangan kerja dan penghidupan masyarakat.
Dengan demikian, kebijakan yang diambil harus memprioritaskan keseimbangan antara solidaritas kemanusiaan dan perlindungan terhadap perekonomian domestik. Pernyataan ini mencerminkan posisi KADIN yang mendorong pendekatan kebijakan berbasis pertimbangan strategis-ekonomi, di samping kepedulian terhadap isu global.
Dalam perspektif hukum dan bisnis, Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Budi Agus Riswandi, memberikan peringatan kritis mengenai potensi penyalahgunaan gerakan boikot produk-produk Israel. Beliau menegaskan bahwa legitimasi aksi boikot yang berkembang di masyarakat seharusnya tidak dialihkan menjadi instrumen persaingan bisnis yang tidak sehat.
"Fenomena boikot menunjukkan kompleksitas motif, di mana terdapat gerakan yang bersifat organik (murni) dan inorganik (terdiri motif lain)," jelas Prof. Budi seperti dikutip dari Kontan.
Lebih lanjut, akademisi terkemuka ini menekankan pentingnya sosialisasi yang tepat kepada publik bahwa esensi boikot seharusnya berlandaskan pada prinsip kemanusiaan sebagai bentuk protes terhadap tindakan represif Israel di Palestina, bukan sebagai alat persaingan pasar. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap indikasi adanya aktor-aktor tertentu yang berupaya mengkapitalisasi gelombang solidaritas kemanusiaan ini untuk keuntungan komersial, dengan memanfaatkan momentum boikot guna melemahkan pesaing bisnis mereka.
Pertanyaan
1. Apakah aksi pemboikotan produk-produk di Indonesia dapat dibenarkan dalam Islam?
Jawaban
Pada dasarnya, boikot dibenarkan dalam Islam apabila dilakukan kepada perusahaan yang terbukti secara de facto (faktual dan nyata) mendukung serta mendanai Agresi dan Genosida Israel terhadap Palestina. Al-Nawawi menegaskan bahwa dalam literatur fikih klasik, para fuqaha' (ahli fikih) telah membuat konsensus mengenai legitimasi transaksi ekonomi antara kaum muslim dengan Ahli Dzimmah (kafir dzimmi), serta non-muslim pada umumnya. Prinsip dasar ini berlandaskan pada keumuman dalil-dalil syariah yang membolehkan muamalah selama memenuhi dua kriteria utama, yaitu pertama, tidak mengandung unsur-unsur yang secara eksplisit diharamkan oleh syariat.
Kedua, bahwa transaksi itu sesuai dengan ketentuan akad yang sah menurut hukum Islam. Namun demikian, ada pengeculian hukum atau Takhsîsh al-Ijmâ’ jika transaksi tersebut mengandung larangan strategis, seperti penjualan senjata atau peralatan perang (al-Silah wa Adawât al-Harb) kepada pihak harbî (musuh dalam keadaan konflik bersenjata). Larangan ini didasarkan pada pertimbangan, Maqashid syariah dalam menjaga keamanan negara (hifzh ad-dawlah) dan Prinsip tidak memberikan bantuan kepada agresor (Lâ ta'âwun 'âlâ al-'Udwân) dalam melakukan kejahatan perang dan genosida.
Catatan: Haram hukumnya mengeluarkan isu bahwa perusahaan tertentu terafiliasi kepada Israel jika tidak disertai bukti-bukti konkret.
Referensi:
شرح النووي على مسلم جـ 11 | صـ 40
وقد أجمع المسلمون على جواز معاملة أهل الذمة وغيرهم من الكفار إذا لم يتحقق تحريم ما معه لكن لا يجوز للمسلم أن يبيع أهل الحرب سلاحا وآلة حرب ولا يستعينون به في اقامة دينهم ولا بيع مصحف ولا العبد المسلم لكافر مطلقا والله أعلم
Para ulama telah bersepakat mengenai kebolehan melakukan transaksi dengan Ahli Dzimmah (kafir dzimmi) dan non-Muslim lainnya, selama tidak terdapat unsur yang diharamkan dalam transaksi tersebut. Namun demikian, terdapat beberapa pengecualian yang secara tegas dilarang, yaitu: (1) menjual senjata atau peralatan perang kepada pihak yang sedang berperang (harbi), (2) membantu mereka dalam upaya memperkuat agama mereka, (3) menjual mushaf Al-Qur'an, serta (4) menjual budak Muslim kepada non-Muslim secara mutlak. Wallâhu A'lam.
بغية المسترشدين صـ 260
(مسألة: ي): كل معاملة كبيع وهبة ونذر وصدقة لشيء يستعمل في مباح وغيره، فإن علم أو ظنّ أن آخذه يستعمله في مباح كأخذ الحرير لمن يحل له، والعنب للأكل، والعبد للخدمة، والسلاح للجهاد والذب عن النفس، والأفيون والحشيشة للدواء والرفق حلت هذه المعاملة بلا كراهة، وإن ظن أنه يستعمله في حرام كالحرير للبالغ، ونحو العنب للسكر، والرقيق للفاحشة، والسلاح لقطع الطريق والظلم، والأفيون والحشيشة وجوزة الطيب لاستعمال المخذِّر حرمت هذه المعاملة، وإن شكّ ولا قرينة كرهت، وتصحّ المعاملة في الثلاث، لكن المأخوذ في مسألة الحرمة شبهته قوية، وفي مسألة الكراهة أخف.
Setiap bentuk transaksi, baik jual beli, hibah, nadzar, maupun sedekah yang melibatkan objek yang dapat digunakan untuk tujuan yang diperbolehkan (mubah) maupun dilarang (haram), hukumnya bergantung pada tujuan penggunaan oleh penerima. Apabila diketahui atau diduga kuat bahwa objek tersebut akan digunakan untuk tujuan yang mubah, seperti: (1) sutera untuk orang yang diperbolehkan memakainya, (2) anggur untuk dikonsumsi, (3) budak untuk pelayanan, (4) senjata untuk jihad atau membela diri, dan (5) opium dan hasyisy (ganja) untuk pengobatan dan kesejahteraan, maka transaksi tersebut diperbolehkan (halal) tanpa makruh. Sebaliknya, jika terdapat dugaan kuat bahwa objek akan digunakan untuk tujuan haram - seperti: (1) sutera untuk laki-laki dewasa (yang diharamkan), (2) anggur untuk pembuatan khamar, (3) budak untuk perbuatan keji, (4) senjata untuk perampokan atau kezaliman, dan (5) opium, hasyisy (ganja), dan pala untuk penggunaan yang memabukkan, maka transaksi tersebut menjadi terlarang (haram). Dalam kondisi meragukan (syak) tanpa indikasi yang jelas, transaksi dimakruhkan.
Secara prinsip, transaksi tetap sah secara hukum dalam ketiga kondisi di atas, namun pada kasus keharaman, tingkat kecurigaan (syubhat) dinilai kuat. Sedangkan pada kasus kemakruhan, tingkat kecurigaan lebih ringan.
بحوث في قضايا فقهية معاصرة صحـ 360 لقاضي محمد تقي العثماني بن الشيخ المفتي محمد شفيع
إن الإعانة على المعصية، وإن كانت حراما، ولكن لها ضوابط ذكرها الفقهاء، وليس هذا موضع بسطها، ولوالدي العلامة المفتي محمد شفيع رحمه الله تعالى في ذلك رسالة مستقلة جمع فيها النصوص الفقهية الواردة في مسألة الإعانة، ثم توصل إلى تنقيح الضابط فيها بما يلي: (إن الإعانة على المعصية حرام مطلقا بنص القرآن، أعني قوله تعالى: {ولا تعاونوا على الإثم والعدوان} [المائدة:2]. وقوله تعالى: {فلن أكون ظهيرا للمجرمين} [القصص:17]. ولكن الإعانة حقيقة هي ما قامت المعصية بعين فعل المعين، ولا يتحقق إلا بنية الإعانة أو التصريح بها، أو تعينها في استعمال هذا الشيء، بحيث لا يحتمل غير المعصية، وما لم تقم المعصية بعينه لم يكن من الإعانة حقيقة، بل من التسبب. ومن أطلق عليه لفظ الإعانة فقد تجوز، لكونه صورة إعانة، كما مر من السير الكبير. ثم السبب إن كان سببا محركا وداعيا إلى المعصية، فالتسبب فيه حرام، كالإعانة على المعصية بنص القرآن كقوله تعالى: {ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله} [الأنعام: 108] وقوله تعالى: {فلا تخضعن بالقول} [الأحزاب: 32] وقوله تعالى: {ولا تبرجن} [الأحزاب:33]. وإن لم يكن محركا وداعيا، بل موصلا محضا، وهو مع ذلك سبب قريب بحيث لا يحتاج في إقامة المعصية به إلى إحداث صنعة من الفاعل، كبيع السلاح من أهل الفتنة، وبيع العصير ممن يتخذه خمرا، وبيع الأمرد ممن يعصي به، وإجارة البيت ممن يبيع فيه الخمر، أو يتخذها كنيسة أو بيت نار وأمثالها، فكله مكروه تحريما، بشرط أن يعلم به البائع والآجر من دون تصريح به باللسان، فإنه إن لم يعلم كان معذورا، وإن علم وصرح كان داخلا في الإعانة المحرمة. وإن كان سببا بعيدا، بحيث لا يفضي إلى المعصية على حالته الموجودة، بل يحتاج إلى إحداث صنعة فيه، كبيع الحديد من أهل الفتنة وأمثالها، فتكره تنزيها. وقد تحدث رحمه الله تعالى عن هذه المسألة في مقالة أردية له بأوضح مما ههنا، وإليكم ترجمته مع تلخيص من عندي: إن أخذنا التسبب بمعناه العام، فلن يبقى عمل مباح على وجه الأرض. فإن زراعة الحبوب الغذائية والثمار يسبب النفع لأعداء الله، وكذلك من ينسج الثياب، فإنه يهيئ لباسا للبر والفاجر، وربما يستعمله الفاجر في فجوره ... فلا بد إذن من الفرق بين السبب القريب والبعيد. فالسبب البعيد لا حرمة فيه. أما السبب القريب، فهو أيضا على قسمين: القسم الأول ما كان باعثا للإثم بمعنى كونه محركا له، بحيث لولا هذا السبب، لما صدرت المعصية. وإن إحداث مثل هذا السبب حرام كارتكاب المعصية سواء بسواء، وإن هذا القسم من السبب قال فيه الشاطبي في الموافقات: إن إيقاع السبب إيقاع للمسبب ... وبما أن إحداث مثل هذا السبب في حكم ارتكاب المعصية بالذات، فتنسب المعصية إلى المسبب، ولا تنقطع هذه النسبة عنه بتخلل فعل فاعل مختار. والقسم الثاني من السبب القريب، ما ليس بمحرك للمعصية في نفسه، بل تصدر المعصية بفعل فاعل مختار، مثل بيع ممن يتخذه خمرا، أو إجارة الدار لمن يتعبد فيها للأصنام، فإن هذا البيع أو الإجارة وإن كان سببا قريبا للمعصية، ولكنه ليس جالبا أو محركا للمعصية في نفسه ... وحكم هذا النوع من السبب القريب أن البائع أو المؤجر إن قصد بذلك إعانة المشتري أو المستأجر على معصيته، فهو حرام قطعا. أما إذا لم ينو بذلك المعصية، فله حالتان: الحالة الأولى أنه لا يعلم أن المشتري يتخذ من العصير خمرا. وفي هذه الحالة يجوز البيع بلا كراهة. أما إذا علم أنه يتخذه خمرا، فإن البيع مكروه ... فإن كان المبيع يستعمل للمعصية بعينه، من غير احتياج إلى تغيره، فالكراهة تحريمية، وإلا فهي تنزيهية.
Meskipun membantu perbuatan maksiat itu haram, para ulama fikih telah menetapkan ketentuan-ketentuan khusus mengenai hal ini. Ayahanda kami, Al-Allamah Mufti Muhammad Syafi' rahimahullah, telah menulis risalah tersendiri yang mengumpulkan berbagai nash fikih terkait masalah pertolongan dalam maksiat, kemudian menyimpulkan ketentuan utamanya sebagai berikut: Pertolongan terhadap maksiat secara mutlak haram berdasarkan nash Al-Qur'an, yaitu firman Allah: “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah: 2), dan firman-Nya: “Aku tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-Qasas: 17).
Namun hakikat pertolongan dalam maksiat adalah ketika maksiat itu terjadi secara langsung karena perbuatan si penolong, yang hanya terwujud dengan adanya niat membantu, pernyataan jelas untuk membantu, atau ketika benda tersebut khusus untuk maksiat (tidak mungkin digunakan selain untuk maksiat). Jika maksiat tidak terjadi secara langsung karena perbuatan tersebut, maka bukan termasuk pertolongan sebenarnya, melainkan hanya sekadar menjadi sebab. Sebab terbagi menjadi:
(1) Jika sebab tersebut bersifat mendorong dan mengajak kepada maksiat, maka hukumnya haram, seperti pertolongan dalam maksiat berdasarkan nash Al-Qur'an.
(2) Jika bukan bersifat mendorong, melainkan murni sebagai perantara, dan termasuk sebab dekat yang tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan maksiat - seperti menjual senjata kepada ahli fitnah, menjual anggur kepada pembuat khamar, menjual budak tampan kepada pelaku sodomi, atau menyewakan rumah untuk tempat minum khamar atau dijadikan gereja/kuil - maka hukumnya makruh tahrim, dengan syarat penjual/penyewa mengetahui tujuan tersebut tanpa pernyataan jelas. Jika tidak mengetahui, maka dimaafkan. Jika mengetahui dan menyatakan jelas, maka termasuk pertolongan yang haram.
(3) Jika sebab tersebut jauh, sehingga tidak langsung mengakibatkan maksiat dalam bentuk aslinya dan memerlukan pengolahan lebih lanjut - seperti menjual besi kepada ahli fitnah - maka hukumnya makruh tanzih. Beliau juga menjelaskan masalah ini lebih rinci dalam artikel berbahasa Urdu.
Intinya, Jika sebab dipahami secara umum, maka tidak akan ada lagi perbuatan mubah di muka bumi, karena semua aktivitas seperti bertani atau menenun pakaian bisa memberi manfaat kepada musuh-musuh Allah.
Oleh karena itu, harus dibedakan antara sebab dekat dan sebab jauh. Sebab jauh tidak mengandung keharaman. Adapun sebab dekat terbagi dua:
(1) Sebab yang mendorong terjadinya maksiat, sehingga tanpa sebab ini maksiat tidak akan terjadi. Menciptakan sebab seperti ini hukumnya sama dengan melakukan maksiat itu sendiri.
(2) Sebab yang tidak mendorong maksiat secara intrinsik, tetapi maksiat terjadi karena perbuatan pelaku secara mandiri - seperti menjual anggur kepada pembuat khamar atau menyewakan rumah untuk penyembahan berhala.
Hukum jenis sebab dekat kedua ini: Jika penjual/penyewa bermaksud membantu maksiat, maka jelas haram. Jika tidak berniat maksiat, maka ada dua keadaan:
(a) Tidak tahu bahwa pembeli akan membuat khamar - maka jual beli boleh tanpa makruh.
(b) Mengetahui tujuan tersebut - maka hukumnya makruh. Jika barang tersebut langsung digunakan untuk maksiat tanpa pengolahan, maka makruh tahrim. Jika tidak, maka makruh tanzih.
الولاء والبراء والعداء في الإسلام | أبي فيصل البدراني صـ 72
والذي يظهر أن حكم المقاطعة يختلف باختلاف الأحوال، وإليك التفصيل: الأول: إذا أمر بها الإمام. إذا أمر الإمام بمقاطعة سلعة معينة أو بضائع دولة من دول الكفر فإنه يجب على رعيته امتثال أمره، وليس للإمام أن يأمر بذلك إلا أن يرى في ذلك مصلحة عامّة لا تُقابلها مفسدة أو ضرر أرجح منه؛ وذلك أن الأصل في تصرّفات الولاة النافذة على الرعية الملزمة لها في حقوقها العامة والخاصَّة أن تبنى على مصلحة الجماعة، وأن تهدف إلى خيرها. وتصرّف الولاة على خلاف هذه المصلحة غير جائز. ولذا قعَّد أهل العلم قاعدة: تصرّف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة.
الثاني: إذا لم يأمر بها الإمام. إذا لم يأمر الإمام بالمقاطعة فلا يخلو الحال من أمرين:
أ- أن يعلم المسلم أنَّ قيمة ما يشتريه يُعين الكفار على قتل المسلمين أو إقامة الكفر، فهنا يحرم عليه أن يشتري منهم؛ وذلك لأن الشراء منهم والحال ما ذكر مشمول بالنهي عن التعاون على الإثم والعدوان، ومشمول بقاعدة سد الذرائع المفضية إلى الحرام، وإذا علم المسلم أن أهل العلم حرَّموا بيع العنب لمن يتخذه خمراً، وبيع السلاح لأهل الحرب أو وقت الفتنة خشية استعماله لقتل المسلمين، وحَرَّموا إقراض من يغلب على الظن أنه يصرف ماله في محرم؛ فكيف إذا كان عين الثمن الذي يشتري به يُقتل به مسلم أو يُعان به على كفر؟! هذا حكم ما لو علم ذلك يقيناً سواء باطلاع مباشر، أو خبر موثوق به، أو غير ذلك، وغلبة الظن تجري مجرى العلم كما سبق.
ب-أن لا يتيقن أن عين ما يشتري به منهم يستعان به على حرام من قتال المسلمين أو إقامة الكفر؛ فهذا باق على الأصل العام وهو جواز البيع والشراء وسائر المعاملات. فإن الأصل في البيوع الإباحة سواء منها ما كان مع المسلمين أو الكفار كما سبق وحيث لم يوجد ناقل عن هذا الأصل فلا يتغير الحكم ولكن يرتبط به الحالة الآتية: أن لا يتيقن أن عين ما يشتري به منهم يُستعان به على حرام؛ لكن في مقاطعتهم مصلحة، ولعل هذه الحالة هي أكثر ما يكون الحديث عنه.
Hukum boikot bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya. Pertama, dalam kasus di mana pemerintah mengeluarkan perintah boikot terhadap produk tertentu atau barang yang berasal dari negara-negara non-Muslim, ketaatan terhadap kebijakan tersebut menjadi kewajiban bagi warga. Namun, pemerintah hanya boleh mengeluarkan kebijakan semacam itu apabila terdapat kepentingan umum yang lebih besar dan tidak disertai dengan dampak negatif atau bahaya yang lebih signifikan.
Secara prinsip, setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin harus berlandaskan pada kemaslahatan bersama dan bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Kebijakan yang bertentangan dengan prinsip kemaslahatan tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, para ulama menegaskan bahwa keputusan pemerintah harus selalu berorientasi pada kemaslahatan.
Kedua, apabila tidak terdapat instruksi resmi dari pemerintah terkait boikot, situasinya terbagi menjadi dua kemungkinan.
(A) Jika seorang Muslim mengetahui bahwa pembelian suatu produk akan berkontribusi terhadap upaya negara non-Muslim dalam memerangi umat Islam atau memperkuat sistem kekufuran, maka transaksi tersebut diharamkan. Hal ini didasarkan pada larangan untuk turut serta dalam perbuatan dosa dan permusuhan, serta prinsip menutup celah yang dapat mengarah pada tindakan terlarang. Sebagai contoh, para ulama telah menetapkan keharaman menjual anggur kepada produsen minuman keras, menjual senjata kepada pihak yang berpotensi menggunakannya untuk memerangi Muslim, atau meminjamkan uang kepada individu yang diduga akan menggunakannya untuk tujuan haram.
Dengan demikian, jika suatu produk secara jelas digunakan untuk membahayakan umat Islam atau mendukung kekufuran, maka pembelian terhadap produk tersebut juga diharamkan. Pengetahuan tentang hal ini dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, informasi yang valid, atau indikasi kuat yang mendukung dugaan tersebut.
(B) Apabila tidak terdapat kepastian bahwa produk yang dibeli dari negara non-Muslim digunakan untuk tujuan memerangi umat Islam atau mendukung kekufuran, maka hukum transaksi tersebut kembali pada prinsip dasar, yaitu kebolehan melakukan jual beli dan transaksi lainnya. Sebab, pada dasarnya, aktivitas perdagangan diperbolehkan baik dengan sesama Muslim maupun non-Muslim selama tidak terdapat faktor yang mengubah status hukumnya.
Ketidakpastian mengenai penggunaan produk untuk tujuan yang diharamkan membuat hukum asal tetap berlaku. Namun, dalam konteks ini, boikot mungkin tetap mengandung unsur kemaslahatan, dan situasi semacam ini sering kali menjadi pembahasan utama dalam diskusi terkait pemboikotan.
مع الناس مشورات وفتاوى للشيخ الدكتور سعيد رمضان البوطي ، ص. ٥٢
ما حكم شراء البضائع الأمريكية علما أنني سمعت فتوى من الدكتور الكبشي بتحريمها بل التغليظ في تحريمها ؟ يجب وجوبا عينيا مقاطعة الأغذية والبضائع الأمريكية والإسرائلية أيضا إذ هو الجهاد الذي يتسني لكل مسلم القيام به في مواجهة العدوان الإسرائلي ومن يدعمه وهو كما هو معروف و ثابت فرض عين في حدود الإمكان وهذا ممكن.
Apa hukum membeli barang-barang Amerika, mengingat bahwa saya mendengar fatwa dari Dr Al-Kabsyi yang mengharamkannya bahkan dengan penekanan dalam pengharamannya? Wajib hukumnya untuk memboikot makanan dan barang-barang Amerika dan Israel juga, karena ini adalah jihad yang dapat dilakukan oleh setiap Muslim dalam menghadapi agresi Israel dan mereka yang mendukungnya, dan ini, seperti yang diketahui dan ditegaskan, adalah kewajiban individual dalam batas kemampuan, dan ini adalah mungkin.
بريقة محمودية جـ 3 صـ 124
(الثَّامِنُ وَالْأَرْبَعُوْنَ الْفِتْنَةُ وَهِيَ إِيْقَاعُ النَّاسِ فِي الْاِضْطِرَابِ أَوِ الْاِخْتِلَالِ وَالْاِخْتِلَافِ وَالْمِحْنَةِ وَالْبَلَاءِ بِلَا فَائِدَةٍ دِيْنِيَّةٍ) وَهُوَ حَرَامٌ لِأَنَّهُ فَسَادٌ فِي الْأَرْضِ وَإِضْرَارٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ وَزَيْغٌ وَإِلْحَادٌ فِي الدِّيْنِ
(Yang keempat puluh delapan: Fitnah, yaitu menyebabkan manusia terjerumus ke dalam guncangan, kekacauan, perselisihan, kesusahan, dan penderitaan tanpa ada manfaat bagi agama.) Fitnah ini dilarang, karena fitnah ini merupakan kerusakan di muka bumi, mudarat bagi umat Islam, dan penyimpangan serta bid'ah dalam agama.
Pertanyaan
2. Bagaimana semestinya sikap agamawan (ulama) menyikapi polemik boikot, sebagaimana yang beredar di masyarakat?
Jawaban
Para agamawan seharusnya mengingatkan masyarakat agar lebih berhat-hati dalam menerima informasi yang beredar dan ketika mengeluarkan pernyataan, serta memvalidasinya dengan mengacu pada sumber-sumber terpercaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun hukum. Tujuan dari langkah ini adalah untuk memastikan ketepatan sasaran boikot sekaligus meminimalisir risiko dampak negatif yang tidak relevan. Kesalahan dalam menentukan target boikot dapat berimplikasi pada kerugian terhadap pihak-pihak yang tidak terlibat.
Referensi:
تفسير ابن كثير جـ 7 صـ 370
ﻳﺄﻣﺮ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺎﻟﺘﺜﺒﺖ ﻓﻲ ﺧﺒﺮ اﻟﻔﺎﺳﻖ ﻟﻴﺤﺘﺎﻁ ﻟﻪ، ﻟﺌﻼ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻓﻴﻜﻮﻥ -ﻓﻲ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ-ﻛﺎﺫﺑﺎ ﺃﻭ ﻣﺨﻄﺌﺎ، ﻓﻴﻜﻮﻥ اﻟﺤﺎﻛﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻗﺪ اﻗﺘﻔﻰ ﻭﺭاءﻩ، ﻭﻗﺪ ﻧﻬﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻦ اﺗﺒﺎﻉ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻤﻔﺴﺪﻳﻦ، ﻭﻣﻦ ﻫﺎﻫﻨﺎ اﻣﺘﻨﻊ ﻃﻮاﺋﻒ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﻗﺒﻮﻝ ﺭﻭاﻳﺔ ﻣﺠﻬﻮﻝ اﻟﺤﺎﻝ ﻻﺣﺘﻤﺎﻝ ﻓﺴﻘﻪ ﻓﻲ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ، ﻭﻗﺒﻠﻬﺎ ﺁﺧﺮﻭﻥ ﻷﻧﺎ ﺇﻧﻤﺎ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺑﺎﻟﺘﺜﺒﺖ ﻋﻨﺪ ﺧﺒﺮ اﻟﻔﺎﺳﻖ، ﻭﻫﺬا ﻟﻴﺲ ﺑﻤﺤﻘﻖ اﻟﻔﺴﻖ ﻷﻧﻪ ﻣﺠﻬﻮﻝ اﻟﺤﺎﻝ
Allah SWT telah memerintahkan untuk berhati-hati dalam menerima berita dari orang yang fasik agar dapat menghindari kesalahan dalam penilaian. Jika seseorang hanya mengandalkan pernyataan dari orang tersebut, ada kemungkinan ia akan terjebak dalam kebohongan atau kesalahan. Dalam hal ini, hakim yang memutuskan berdasarkan pernyataan tersebut akan terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat. Allah telah melarang mengikuti jalan orang-orang yang merusak, sehingga beberapa kelompok ulama menolak untuk menerima riwayat dari orang yang tidak dikenal keadaannya, karena ada kemungkinan ia fasik.
Namun, ada juga ulama lain yang menerima riwayat tersebut, dengan alasan bahwa kita diperintahkan untuk memverifikasi berita dari orang yang fasik. Hal ini tidak serta merta membenarkan tindakan fasik, karena status orang tersebut masih tidak jelas.
الموسوعة الفقهية الكويتية ٣/١٠٦
وَأَمَّا الْفُقَهَاءُ فَحُكْمُ الإِرْشَادِ عِنْدَهُمْ - أَيْ إِرْشَادِ النَّاسِ إِلَى الْخَيْرِ وَدَلاَلَتِهِمْ عَلَيْهِ وَنُصْحِهِمْ - هُوَ الْوُجُوبُ،
وَذَلِكَ عَمَلًا بِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ﴾ الآْيَةَ (٣) وَقَوْل النَّبِيِّ ﷺ: الدِّينُ النَّصِيحَةُ (٤)
عَلَى أَنْ يَكُونَ الإِرْشَادُ بِالرِّفْقِ وَالْقَوْل اللَّيِّنِ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إِلَى الْقَبُول، وَمَحَل الْوُجُوبِ إِذَا ظَنَّ الْفَائِدَةَ، وَلَمْ يَخَفْ عَلَى نَفْسِهِ
أَوْ مَالِهِ أَوْ غَيْرِهِ
Adapun para fuqaha` (ahli fikih), hukumnya adalah wajib, menurut mereka, yaitu membimbing manusia kepada kebaikan, mengarahkan mereka kepadanya dan menasihati mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “Dan hendaklah ada di antara kamu sekelompok orang yang mengajak kepada kebaikan.” (QS. Ali Imran: 3) dan sabda Nabi SAW: “Agama adalah nasihat.” Dengan syarat bahwa petunjuk itu disampaikan dengan kelembutan dan tutur kata yang lemah lembut, karena hal itu lebih dekat kepada penerimaan, dan tempat kewajiban adalah jika ia memikirkan manfaatnya, dan tidak takut terhadap dirinya sendiri, hartanya, dan orang lain.
Pertanyaan
3. Apa batasan suatu produk layak untuk diboikot menurut kacamata fikih?
Jawaban
Dalam perspektif fikih, batasan mengenai produk yang layak untuk diboikot dapat dikategorikan ke dalam dua indikator. Indikasi pertama mencakup produk-produk yang berpotensi merusak kesehatan lahir dan batin manusia. Indikasi kedua mencakup produk-produk yang hasil penjualannya digunakan untuk mendukung agresi dan tindakan genosida di wilayah tertentu, terutama di Palestina.
Referensi:
أسنى المطالب في شرح روض الطالب - (ج 1 / ص 569)
فَصْلٌ يَحْرُمُ تَنَاوُلُ ما يَضُرّ الْبَدَنَ أو الْعَقْلَ كَالْحَجَرِ وَالتُّرَابِ وَالزُّجَاجِ وَالسُّمِّ بِتَثْلِيثِ السِّينِ وَالْفَتْحُ أَفْصَحُ كَالْأَفْيُونِ وهو لَبَنُ الْخَشْخَاشِ لِأَنَّ ذلك مُضِرّ وَرُبَّمَا يَقْتُلُ وقال تَعَالَى وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ وقال تَعَالَى وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إلَى التَّهْلُكَةِ إلَّا قَلِيلَهُ أَيْ السُّمِّ كما في الْأَصْلِ أو ما يَضُرُّ وهو أَعَمُّ فَيَحِلُّ تَنَاوُلُهُ لِلتَّدَاوِي بِهِ إنْ غَلَبَتْ السَّلَامَةُ وَاحْتِيجَ إلَيْهِ كما صَرَّحَ بِهِ الْأَصْلُ وَيَحِلُّ أَكْلُ كل طَاهِرٍ لَا ضَرَرَ فيه كَفَاكِهَةٍ وَحَبٍّ وَسُمٍّ إنْ تُصُوِّرَ أَنَّ آكِلَهُ لَا يَتَضَرَّرُ بِهِ كما صَرَّحَ بِهِ الْأَصْلُ عن الْإِمَامِ
Pasal: Haram mengonsumsi sesuatu yang membahayakan badan atau akal, seperti batu, tanah, kaca, dan racun, seperti opium, yaitu getah bunga poppy, karena hal itu membahayakan bahkan bisa membunuh. Allah Ta'ala berfirman: “Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri,” dan Allah Ta'ala juga berfirman: “Janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan.” Kecuali sedikit, yakni racun sebagaimana dalam teks asal, atau sesuatu yang membahayakan secara umum. Maka boleh mengonsumsinya untuk berobat jika keselamatan lebih dominan dan memang dibutuhkan, sebagaimana dijelaskan dalam teks asal. Dan halal memakan segala sesuatu yang suci dan tidak membahayakan, seperti buah-buahan, biji-bijian, dan racun jika dapat dibayangkan bahwa orang yang memakannya tidak akan dirugikan olehnya, sebagaimana dijelaskan dalam teks asal dari Imam.
إحياء علوم الدين الجزء الثاني صـ 92
وأما النبات فلا يحرم منه إلا ما يزيل العقل أو يزيل الحياة أو الصحة فمزيل العقل البنج والخمر وسائر المسكرات ومزيل الحياة السموم ومزيل الصحة الأدوية في غير وقتها.
Adapun tumbuhan, maka tidak haram darinya kecuali yang menghilangkan akal atau menghilangkan nyawa atau kesehatan. Yang menghilangkan akal adalah seperti bangkai (obat bius), khamar, dan seluruh minuman memabukkan. Yang menghilangkan nyawa adalah racun-racun. Dan yang menghilangkan kesehatan adalah obat-obatan yang digunakan tidak pada waktunya.
حاشية الجمل الجزء الأول صـ 110
(وكره شديد حر وبرد) من زيادتي أي استعماله لمنعه الإسباغ نعم إن فقد غيره وضاق الوقت وجب أو خاف منه ضررا حرم. وقوله أو خاف منه ضررا أي مستندا لتجربة أو لإخبار ثقة بذلك ا هـ ح ل والمعتمد أن تجربة نفسه لا يعول عليها في الأحكام ا هـ ح ف وعبارة شرح م ر نعم لو غلب على ظنه أن هذا المشمس يضره بقول طبيب عدل الرواية أو بمعرفة نفسه فقياس ما ذكروه في التيمم لخوف مرض أو برد أن يحرم استعماله ويجوز له التيمم انتهت وقوله أو بمعرفة نفسه أي ظنا لا تجربة ا هـ رشيدي ومثله ع ش
"(Dan makruh [menggunakan] air yang sangat panas atau sangat dingin)" ini tambahan dariku, yakni penggunaannya dimakruhkan karena menghalangi kesempurnaan bersuci. Namun jika tidak ada air selain itu dan waktu telah sempit, maka wajib menggunakannya. Atau jika dikhawatirkan timbul bahaya darinya, maka haram menggunakannya. Ucapan “atau dikhawatirkan timbul bahaya darinya” maksudnya berdasarkan pengalaman atau informasi dari orang tepercaya. Dan yang menjadi pegangan adalah bahwa pengalaman diri sendiri tidak dijadikan sandaran dalam hukum-hukum syar’i. Dan redaksi dalam Syarh Mughni al-Muhtaj: "Ya, jika kuat dugaan bahwa air yang terkena matahari itu membahayakannya, baik karena keterangan dari dokter yang adil dan terpercaya, atau karena pengetahuannya sendiri, maka berdasarkan analogi dari pembahasan tayammum karena takut sakit atau dingin, maka haram menggunakannya dan boleh bertayammum." Dan ucapan "atau karena pengetahuannya sendiri" maksudnya adalah dugaan, bukan pengalaman.
إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين الجزء السادس صـ 366 دار الكتب العلمية
(أما المعادن وهي أجزاء الأرض وجميع ما يخرج منها فلا يحرم أكله إلا من حيث يضر بالأكل) في بدنه إما في الحال أو متوقع في المأل (وفي بعضها ما يجري مجرى السم) فيحرم تناوله. وذكر بعض العلماء أن المؤثر في الحواس مؤذ ويحرم استعمال المؤذي لكن لا خصوصية للحواس بل بقية الجسد، كذلك يحرم استعمال ما يؤذيه وهو طاهر لكن تحريم المؤذي للجسد مطلقا يحتاج إلى تحديد الإذاية بقدر معلوم يمتاز بها مما يحل وإن أذى إذاية خفيفة أو متوقعة أو مظنونة في الغالب في المستقبل كما في لحم البقر ومطلق الشبع ونحو ذلك من كثير من المباحات المتفق عليها (هكذا وجدت هذه العبارات بالأصل وليتأمل في معناها فإنها غامضة المراد. اهـ) وإن أخرت وفيها أيضا ولو بعد حين كما يضعف البصر أو الباه ومع ذلك فليس كل مؤذ يحرم مع ما قدمناه مع لحوم البقر
Adapun logam-logam, yaitu bagian-bagian dari bumi dan segala sesuatu yang keluar darinya, maka tidak haram memakannya kecuali jika membahayakan orang yang memakannya, baik secara langsung maupun yang dikhawatirkan akan membahayakan di kemudian hari. Dan sebagian darinya ada yang seperti racun, maka haram dikonsumsi. Sebagian ulama menyebutkan bahwa sesuatu yang berpengaruh pada pancaindra itu menyakitkan, dan menggunakan sesuatu yang menyakitkan adalah haram. Namun, tidak terbatas hanya pada pancaindra, melainkan juga anggota tubuh lainnya; demikian pula haram menggunakan sesuatu yang menyakitkan tubuh, meskipun benda itu suci.
Namun, pengharaman sesuatu yang membahayakan tubuh secara mutlak membutuhkan batasan kadar bahaya yang jelas, agar dapat dibedakan dari sesuatu yang halal, meskipun juga menimbulkan sedikit gangguan, atau yang gangguannya bersifat ringan, atau diperkirakan akan terjadi di masa mendatang sebagaimana dalam daging sapi, kekenyangan yang berlebihan, dan semisalnya dari banyak hal yang disepakati kehalalannya. (Demikianlah saya dapati redaksi kalimat ini dalam naskah asal. Maka hendaknya direnungkan maknanya karena maksudnya masih samar). Dan jika gangguan itu tertunda kemunculannya, meskipun setelah beberapa waktu seperti melemahkan penglihatan atau kekuatan syahwat tetap saja tidak setiap sesuatu yang menyakitkan menjadi haram, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, termasuk juga daging sapi.
الفتاوى الفقهية الكبرى ٢/٢٢٤
(وَسُئِلَ) عَمَّا إذَا غَلَبَ عَلَى الظَّنِّ اتِّخَاذُ الْحَرْبِيِّ الْحَدِيدَ سِلَاحًا فَهَلْ يَحْرُمُ بَيْعُهُ لَهُ؟ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ نَعَمْ قِيَاسًا عَلَى بَيْعِ الْعِنَبِ لِعَاصِرِ الْخَمْرِ.
Dan ditanyakan tentang jika kuat dugaan bahwa orang kafir harbi akan menjadikan besi sebagai senjata, apakah haram menjualnya (besi) kepadanya? Maka ia menjawab: Ya, hukumnya haram, berdasarkan qiyas (analogi) terhadap hukum menjual anggur kepada pembuat khamar.
حاشية الجمل على شرح منهج الطلاب جـ 5 | صـ 175
(قوله إذ لا يتعين جعله عدة حرب) لو غاب على الظن أن يجعله عدة حرب أو توهم ذلك فهو كنظير من مسألة بيع العنب لعاصر الخمر ا هـ. م ر ا هـ. سم أي فيصح مع الحرمة ويؤخذ من هذا جواب حادثة وقع السؤال عنها وهي أن طائفة من الحربيين أسروا طائفة من المسلمين وجاوزوا بهم إلى محلة قريبة من بلاد الإسلام وطلبوا من أهل تلك المحلة أن يفتدوا تلك الأسرى بمال فوافقوهم على قدر معلوم من الدراهم ثم لما شرعوا في إحضار الدراهم اختلفوا وامتنعوا من قبولها وقالوا لا نطلقهم إلا ببر ونحوه مما نستعين به على الذهاب إلى بلادنا وإلا فنذهب بهم حيث شئنا فوقع السؤال عن ذلك هل يجوز أو يحرم لما فيه من إعانتهم على قتالنا وحاصل أن قياس ما هنا من جواز بيع الحديد لهم جواز الافتداء بما يطلبونه من القمح ونحوه لأنه ليس من آلة الحرب ولا يصلح لها بل يؤخذ مما سيأتي في الجهاد من استحباب افتداء الأسارى بمال استحباب هذا وتوهم أنهم يستعينون به على قتالنا مفسدة متوهمة واستخلاص الأسرى مصلحة محققة فلا تترك للمفسدة المتوهمة فاحفظه فإنه مهم ونقل عن أهل العصر خلافه فاحذره ا هـ.
Qaul-nya: Karena tidak mesti dijadikan perlengkapan perang, jika tidak kuat dugaan bahwa benda itu akan dijadikan perlengkapan perang, atau hanya sebatas dugaan lemah, maka hukumnya seperti dalam kasus menjual anggur kepada pembuat khamar. Demikian disebutkan dalam kitab Mughni al-Rafi'i, selesai. Dan dalam Hasyiyah al-Syamail disebutkan: Artinya, jual beli itu sah meskipun haram. Dari sini dapat diambil jawaban atas suatu peristiwa yang pernah ditanyakan, yaitu: sekelompok orang kafir harbi telah menawan sekelompok kaum Muslimin dan membawa mereka ke sebuah daerah yang dekat dengan wilayah Islam. Mereka meminta kepada penduduk daerah tersebut untuk menebus para tawanan itu dengan sejumlah uang. Penduduk setuju memberikan sejumlah dirham tertentu. Namun ketika mereka mulai mengumpulkan uang itu, pihak kafir menolak menerimanya dan berkata: “Kami tidak akan membebaskan mereka kecuali dengan gandum atau sejenisnya yang bisa kami gunakan sebagai bekal perjalanan kembali ke negeri kami. Jika tidak, kami akan bawa mereka ke mana pun kami mau.” Lalu muncul pertanyaan: apakah hal itu boleh atau haram karena termasuk membantu mereka untuk memerangi kita?
Kesimpulannya adalah: berdasarkan qiyas terhadap kebolehan menjual besi kepada mereka, maka boleh menebus para tawanan dengan gandum dan semisalnya karena bukan termasuk alat perang dan tidak layak dijadikan alat perang. Bahkan, dari apa yang akan disebutkan dalam bab jihad bahwa disunahkan menebus tawanan dengan harta, maka hal ini juga disunahkan. Dugaan bahwa mereka akan menggunakannya untuk memerangi kita hanyalah kerusakan yang bersifat dugaan semata, sementara membebaskan tawanan adalah kemaslahatan yang nyata. Maka kemaslahatan yang nyata tidak ditinggalkan karena kerusakan yang masih sebatas dugaan. Hafalkanlah hal ini karena ia penting. Dan telah diriwayatkan dari orang-orang zaman ini hal yang sebaliknya, maka berhati-hatilah terhadapnya.
فتح القدير لكمال بن الهمام الحنفي جـ 12 | صـ 435
ولا ينبغي أن يباع السلاح من أهل الحرب ولا يجهز إليهم) لأن النبي عليه الصلاة والسلام نهى عن بيع السلاح من أهل الحرب وحمله إليهم، ولأن فيه تقويتهم على قتال المسلمين فيمنع من ذلك وكذا الكراع لما بينا، وكذلك الحديد لأنه أصل السلاح
Tidak sepantasnya menjual senjata kepada orang-orang kafir harbi dan tidak boleh mengirimkannya kepada mereka, karena Nabi SAW melarang menjual senjata kepada orang-orang kafir harbi dan membawanya kepada mereka. Hal itu karena dapat memperkuat mereka dalam memerangi kaum Muslimin, maka dilarang melakukannya. Demikian pula halnya dengan kuda perang sebagaimana telah dijelaskan, dan demikian juga besi karena ia adalah bahan dasar senjata.
Pertanyaan
4. Apakah ada di antara daftar produk yang selama ini menjadi sasaran boikot dan beredar di masyarakat tidak tebukti terafiliasi dengan Israel?
Jawaban
Ada, yaitu Danone Indonesia, khususnya produk AQUA, yang berdasarkan hasil dengar pendapat dengan perwakilan Danone Indonesia menyampaikan verifikasi dengan membawa bukti-bukti nyata kepada Forum Bahtsul Masail PWNU Jakarta. Salah satu bukti tersebut adalah Surat Pernyataan Grup Danone Indonesia yang ditujukan kepada Ketua Komisi Fatwa Majelis Indonesia dengan nomor 11/RA/MUI/Xll/2023. Danone Indonesia menegaskan bahwa:
(1) Grup Danone Indonesia sejak awal menyatakan dengan jelas dan lugas keprihatinan atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza dan mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah Indonesia yang menentang agresi Israel.
(2) Grup Danone Indonesia tidak memiliki bisnis ekspor atau impor baik langsung maupun tidak langsung dengan Israel, serta tidak termasuk dalam daftar perusahaan yang dianggap mendukung pendudukan Israel sesuai data yang dirilis oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) atau OHCHR.
(3) AQUA lahir dan besar di Indonesia, didirikan oleh Bapak Tirto Utomo, dan telah menjadi bagian dari bangsa ini selama lebih dari 50 tahun. AQUA diproduksi di 20 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia dan didukung oleh kurang lebih 11.000 anak bangsa yang bekerja untuk perusahaan
(4) Pernyataan Serikat Pekerja AQUA yang berharap MUI untuk memberikan klarifikasi tentang Danone Indonesia bahwa tidak ada kaitannya antara Danone Indonesia dengan Zionis Israel. (5) AQUA secara aktif telah mengirimkan bantuan kemanusiaan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, dalam rangka turut meringankan penderitaan rakyat Palestina.
Referensi:
كتاب شرح الأربعين النووية لابن دقيق العيد ص. ١٠٩
عن ابن عباس رضي الله عنهما، أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "لو يعطى الناس بدعواهم، لادعى رجال أموال قوم ودماءهم، لكن البينة على المدعى واليمين على من أنكر". حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا وبعضه في الصحيحين.
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya manusia diberikan apa yang mereka akui (klaim), niscaya sebagian orang akan mengklaim harta dan darah sebagian yang lain. Akan tetapi, pembuktian itu berada di tangan orang yang mengklaim, dan sumpah berada di tangan orang yang mengingkari.” Hadis Hasan diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dan lainnya dengan cara ini, dan sebagiannya terdapat dalam dua kitab Shahih (Bukhari dan Muslim).
تفسير ابن كثير جـ 7 صـ 370
ﻳﺄﻣﺮ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺎﻟﺘﺜﺒﺖ ﻓﻲ ﺧﺒﺮ اﻟﻔﺎﺳﻖ ﻟﻴﺤﺘﺎﻁ ﻟﻪ، ﻟﺌﻼ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻓﻴﻜﻮﻥ -ﻓﻲ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ-ﻛﺎﺫﺑﺎ ﺃﻭ ﻣﺨﻄﺌﺎ، ﻓﻴﻜﻮﻥ اﻟﺤﺎﻛﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻗﺪ اﻗﺘﻔﻰ ﻭﺭاءﻩ، ﻭﻗﺪ ﻧﻬﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻦ اﺗﺒﺎﻉ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻤﻔﺴﺪﻳﻦ، ﻭﻣﻦ ﻫﺎﻫﻨﺎ اﻣﺘﻨﻊ ﻃﻮاﺋﻒ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﻗﺒﻮﻝ ﺭﻭاﻳﺔ ﻣﺠﻬﻮﻝ اﻟﺤﺎﻝ ﻻﺣﺘﻤﺎﻝ ﻓﺴﻘﻪ ﻓﻲ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ، ﻭﻗﺒﻠﻬﺎ ﺁﺧﺮﻭﻥ ﻷﻧﺎ ﺇﻧﻤﺎ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺑﺎﻟﺘﺜﺒﺖ ﻋﻨﺪ ﺧﺒﺮ اﻟﻔﺎﺳﻖ، ﻭﻫﺬا ﻟﻴﺲ ﺑﻤﺤﻘﻖ اﻟﻔﺴﻖ ﻷﻧﻪ ﻣﺠﻬﻮﻝ اﻟﺤﺎﻝ
Allah SWT telah memerintahkan untuk berhati-hati dalam menerima berita dari orang yang fasik agar dapat menghindari kesalahan dalam penilaian. Jika seseorang hanya mengandalkan pernyataan dari orang tersebut, ada kemungkinan ia akan terjebak dalam kebohongan atau kesalahan. Dalam hal ini, hakim yang memutuskan berdasarkan pernyataan tersebut akan terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat. Allah telah melarang mengikuti jalan orang-orang yang merusak, sehingga beberapa kelompok ulama menolak untuk menerima riwayat dari orang yang tidak dikenal keadaannya, karena ada kemungkinan ia fasik. Namun, ada juga ulama lain yang menerima riwayat tersebut, dengan alasan bahwa kita diperintahkan untuk memverifikasi berita dari orang yang fasik. Hal ini tidak serta merta membenarkan tindakan fasik, karena status orang tersebut masih tidak jelas.
الجامع لأحكام القرآن للقرطبي دار الكتب المصرية جـ 16 صـ 313
فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى قَبُولِ خَبَرِ الْوَاحِدِ إِذَا كَانَ عَدْلًا، لِأَنَّهُ إِنَّمَا أَمَرَ فِيهَا بِالتَّثَبُّتِ عِنْدَ نَقْلِ خَبَرِ الْفَاسِقِ. وَمَنْ ثَبَتَ فِسْقُهُ بَطَلَ قَوْلُهُ فِي الْأَخْبَارِ إِجْمَاعًا، لِأَنَّ الْخَبَرَ أَمَانَةٌ وَالْفِسْقُ قَرِينَةٌ يُبْطِلُهَا. وَقَدِ اسْتَثْنَى الْإِجْمَاعُ مِنْ جُمْلَةِ ذَلِكَ مَا يَتَعَلَّقُ بِالدَّعْوَى وَالْجُحُودِ، وَإِثْبَاتِ حَقٍّ مَقْصُودٍ عَلَى الْغَيْرِ، مِثْلَ أَنْ يَقُولَ: هَذَا عَبْدِي، فَإِنَّهُ يُقْبَلُ قَوْلُهُ. وَإِذَا قَالَ: قَدْ أَنْفَذَ فُلَانٌ هَذَا لَكَ هَدِيَّةً، فَإِنَّهُ يُقْبَلُ ذَلِكَ. وَكَذَلِكَ يُقْبَلُ فِي مِثْلِهِ خَبَرُ الْكَافِرِ. وَكَذَلِكَ إِذَا أَقَرَّ لِغَيْرِهِ بِحَقٍّ عَلَى نَفْسِهِ فَلَا يَبْطُلُ إِجْمَاعًا. وَأَمَّا فِي الْإِنْشَاءِ عَلَى غَيْرِهِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَغَيْرُهُ: لَا يَكُونُ وَلِيًّا فِي النِّكَاحِ. وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ ومالك: يكون وليا، لأنه يلي ما لها فَيَلِي بُضْعَهَا. كَالْعَدْلِ، وَهُوَ وَإِنْ كَانَ فَاسِقًا فِي دِينِهِ إِلَّا أَنَّ غَيْرَتَهُ مُوَفَّرَةٌ وَبِهَا يَحْمِي الْحَرِيمَ، وَقَدْ يَبْذُلُ الْمَالَ وَيَصُونُ الْحُرْمَةَ، وَإِذَا وَلِيَ الْمَالَ فَالنِّكَاحُ أَوْلَى.
Dalam ayat ini terdapat dalil tentang diterimanya kabar dari satu orang (khabar al-wāḥid) jika ia adalah orang yang adil; karena dalam ayat tersebut hanya diperintahkan untuk melakukan verifikasi ketika kabar itu datang dari orang fasik. Dan barang siapa yang telah terbukti kefasikannya, maka perkataannya dalam hal berita tertolak secara ijma’, karena berita adalah amanah, sedangkan kefasikan adalah tanda yang membatalkannya. Namun, ijma’ mengecualikan sebagian hal dari ketentuan tersebut, yaitu perkara yang berkaitan dengan pengakuan dan penolakan, serta penetapan hak tertentu atas orang lain. Misalnya jika seseorang berkata, “Ini adalah budakku,” maka perkataannya diterima. Atau jika ia berkata, “Si Fulan telah mengirimkan ini sebagai hadiah untukmu,” maka perkataannya juga diterima.
Dalam hal seperti ini, bahkan berita dari orang kafir pun dapat diterima. Demikian pula, jika seseorang mengakui adanya hak orang lain atas dirinya, maka pengakuannya tidak batal secara ijma’. Adapun dalam tindakan (tasharruf) yang berkaitan dengan hak orang lain, maka Imam Syafi’i dan lainnya berpendapat bahwa orang fasik tidak dapat menjadi wali dalam pernikahan.
Sedangkan Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa ia tetap dapat menjadi wali, karena ia bisa mengelola hartanya, maka ia pun bisa mengurus urusan kehormatan tubuhnya (pernikahan), sebagaimana orang yang adil. Meskipun ia fasik dalam agamanya, tetapi kecemburuannya tetap kuat dan dengan kecemburuan itu ia menjaga kehormatan perempuan. Bahkan, terkadang ia mengorbankan hartanya demi menjaga kehormatan. Jika ia boleh mengurus hartanya, maka mengurus pernikahan lebih utama lagi.
Hasil Bahtsul Masail ini ditetapkan di Jakarta, 30 April 2025, disahkan oleh Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Muhyidin Ishaq, Ketua PWNU DKI Jakarta KH Samsul Ma'arif dan Ketua LBMNU DKI Jakarta KH Masrur Ainun Najih.
Terpopuler
1
LFNU Jakarta: Hilal Dzulhijjah 1446 H Serupa Kondisi Ramadhan Lalu
2
LFNU Jakarta Ungkap Pandangan Al-Biruni dan Al-Fadani soal Istiwa Ka'bah
3
LFNU Jakarta Kalibrasi Kiblat Masjid Al-Ardh Nusantara Ciputat
4
LDNU Jakarta Dorong Pendakwah NU Jadi Penggerak Dakwah Wasathiyah di Masyarakat
5
Seminar Penggerak Dakwah Wasathiyyah Bekali 40 Dai NU Jakarta
6
Wakil Ketua PWNU Jakarta Kritisi Usulan Pembentukan BUMD Khusus Parkir
Terkini
Lihat Semua