• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Minggu, 28 April 2024

Jakarta Raya

Cegah Penurunan Tanah, LPBINU DKI Minta Pemprov Jakarta Evaluasi Pergub Zona Bebas Air Tanah

Cegah Penurunan Tanah, LPBINU DKI Minta Pemprov Jakarta Evaluasi Pergub Zona Bebas Air Tanah
Laode menyoroti Pergub Nomor 93 tahun 2021 itu pada Pasal 2 terkait kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian pengambilan air tanah pada Zona Bebas Air Tanah. (Foto: NU Online Jakarta).
Laode menyoroti Pergub Nomor 93 tahun 2021 itu pada Pasal 2 terkait kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian pengambilan air tanah pada Zona Bebas Air Tanah. (Foto: NU Online Jakarta).

Jakarta Timur, NU Online Jakarta


Ketua Pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta Laode Kamaludin meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk mengevaluasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zonasi Bebas Air Tanah.


Laode menuturkan bahwa Pergub tersebut belum memiliki perincian yang jelas dan substantif dalam penanggulangan penurunan tanah yang ada di Jakarta yang diklaim Laode disebabkan oleh memakai air secara besar-besaran.


"Masalah isu Jakarta tenggelam itu ada beberapa hal, pertama pemakaian air tanah secara besar-besaran oleh jasa industri apapun dan diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan" katanya kepada NU Online Jakarta, Senin (29/8/2023) lalu.


Laode menyoroti Pergub Nomor 93 tahun 2021 itu pada Pasal 2 terkait kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian pengambilan air tanah pada Zona Bebas Air Tanah meliputi luas lantai 5.000 m2 atau lebih dan jumlah lantai delapan atau lebih.


"Masyarakat itu menggunakan air tanah hanya untuk mandi dan minum, tapi kalo perusahaan pengambilan air tanahnya ini melebihi batas dan tidak wajar. Makanya dari itu ketika pak anis mengeluarkan Pergub Nomor 93 tahun 2021 tentang pelarangan untuk pengambilan jumlah air tanah batasannya hanya sembilan lantai keatas, lalu bagaimana dengan lantai kebawah?," tanyanya.


Menurut Laode belum ada perincian secara jelas untuk perusahaan dan pelaku industri yang memakai air tanah yang melibihi batas, Ia menyebut belum adanya peraturan terkait bangunan yang luas bangunannya terdiri dari 1.000 m2. Laode membeberkan selama ini hanya ada peraturan batasan pemakian pipa meteran dari PT Cipta Marga dan lainnya, ini menjadi tidak relevan menurutnya karena zona bebas air tanah ini masalah pada Pergub. 


"Pergub 93 dari Batasan 9 lantai keatas sampai 5.000 meter persegi itu yang harus kita tolak, 5.000 meter persegi lalu bagaimana dengan 1.000 m2 atau 500 m2? Bisa kota lihat misalkan hotel bintang 4 itu kapasitasnya bisa sampai ratusan kamar kita bayangkan jika ada 200 kamar kemudian ada produktifitas pengambilan air," jelasnya.


"Seharusnya batasan itu setidaknya Pj Gubernur berani merevisi, berani tidak Pj Gubernur untuk merevisi tentang dari 8 sampai 1 (lantai) itu juga wajib kena? Berani tidak Pj itu luas bangunan 5.000 meter persegi? Kalo Pj berani, berarti beliau adalah orang yang perduli dengan dampak lingkungan," sambungnya.


Lebih dalam, Laode mengungkapkan bahwa Jakarta akan tenggelam yang menjadi isu 26 tahun lalu itu disebabkan oleh para pelaku industri bukan hanya masyarakat semata, karena menurut laode masyarakat memakai air tanah dengan wajar untuk keperluan sehari-hari.


"Isu 26 tahun yang lalu Jakarta akan tenggelam, ternyata pokok permasalahannya bukan di masyarakat saja tapi dipelaku industri. Ada berapa ribu pelaku industri yang ada di Jakarta dari lantai 1 sampai 9, ada berapa pengambilan air tanah secara besar-besaran? Luar biasanya Pemda DKI Jakarta membatasi itu dengan meteran, ini yang kita tentang," tegasnya.


"Revisilah Pergub dari yang pasal A dan B tidak ada lagi batasan dari lantai 9 keatas, tapi dari lantai 1 sampai 9 juga. Kalo misal Jakarta mau tenggelam, anda semua yang bertanggung jawab. Jangan warga juga yang disalahkan karena memakai air tanah, ya engga juga dong," paparnya.


Editor: Haekal Attar


Jakarta Raya Terbaru