Jakarta Raya

Jakarta Berpolusi, Berikut Ancaman Penyakit Bagi Masyarakat

Selasa, 15 Agustus 2023 | 10:00 WIB

Jakarta Berpolusi, Berikut Ancaman Penyakit Bagi Masyarakat

Ilusrtasi: Polusi Jakarta (Foto: Dok. NU Online Jakarta)

Jakarta Timur, NU Online Jakarta


Akhir-akhir ini DKI Jakarta menjadi kota yang berpolusi sedunia, dalam lansiran IQAir sempat menduduki posisi pertama pada 10 Agustus 2023 dengan indeks mencapai 161 sampai pada saat ini Jakarta duduk di posisi kedua berdasarkan IQAir dengan indeks 174 per Selasa (15/8/2023) pukul 06:00 WIB.

 

Partikel yang ditemukan dalam pencemaran udara berkisar pada partikel PM 2.5 dengan konsentrasi mencapai 99.3 mikrogram per meter kubik, hal ini menyebabkan Jakarta menduduki posisi kedua setelah Dubai, Uni Emirat Arab dengan indeks di angka 177.

 

Dilaporkan dalam laporan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) DKI Jakarta terpantau cukup mendung dengan suhu 24 derajat celcius dengan kelembapan angin mencapai 9,3 kilometer per jam (km/h) dan tekanan udara sebesar 1.015 miliar.

 

Menurut Kementerian Kesehatan, melalui laman resminya, pencemaran udara memiliki dampak terhadap kesehatan di antaranya adalah gangguan saluran pernafasan, penyakit jantung, kanker berbagai organ tubuh, gangguan reproduksi dan hipertensi (tekanan darah tinggi).

 

Dalam lansiran yang sama, Kemenkes mengatakan terdapat dua jenis pencemaran, yaitu pencemaran dalam ruangan (indoor pollution) yang terjadi di dalam rumah, sekolah dan kantor. Sementara itu pencemaran di luar ruangan (outdoor pollution) berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri, perkapalan dan proses alami oleh makhluk hidup.  

 

Selain itu, terdapat sumber pencemaran udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak.  Sumber diam terdiri dari industri, pembangkit listrik dan rumah tangga.  Sedangkan sumber bergerak adalah aktifitas kendaraan bermotor dan transportasi laut.


Akibat pencemaran udara, prevalensi hipertensi meningkat diseluruh dunia. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia yang merupakan negara berkembang, hipertensi masih merupakan tantangan besar dan masalah utama kesehatan yang sering ditemukan pada pelayanan primer kesehatan.  

 

Hasil Riset Kesehatan (Riskesdas 2013) menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sekitar 26,5%.  Berarti sekitar 3 dari 10 orang Indonesia menderita hipertensi.

 

Kemenkes menginformasikan gejala hipertensi sendiri sering tidak jelas dan tidak diketahui pasiennya, sehingga sering ditemukan dan terdiagnosa pada stadium lanjut, padahal hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya kerusakan organ ginjal, jantung dan otak bila tidak terdeteksi lebih dini dan mendapat obat yang memadai.  

 

Selain itu Kemenkes mengenalkan bahwa keberhasilan pengendalian hipertensi akan menurunkan pula kejadian stroke, penyakit jantung dan ginjal.  Hipertensi yang dikendalikan akan mengurangi beban ekonomi dan sosial bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah.

 

Pewarta: Haekal Attar
Editor: Khoirul Rizqy At-Tamami
Â