• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 3 Mei 2024

Literatur

Tujuh Butir Makna Kemerdekaan Menurut Gus Dur

Tujuh Butir Makna Kemerdekaan Menurut Gus Dur
Gus Dur tersebut menjelaskan tentang hakikat kemerdekaan yang dipotret secara historis lalu dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman sehingga bersifat reflektif. (Foto: NU Online).
Gus Dur tersebut menjelaskan tentang hakikat kemerdekaan yang dipotret secara historis lalu dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman sehingga bersifat reflektif. (Foto: NU Online).

Presiden Republik Indonesia yang keempat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menegaskan tujuh butir makna kemerdekaan Indonesia, momen tersebut terekam saat Forum Demokrasi (Fordem) pada 8 Agustus 1991 silam untuk memperingati HUT ke-46 Republik Indonesia. Dokumen tersebut dimuat di Majalah AULA Nahdlatul Ulama. 


Butiran tersebut mengandung alasan fundamental bangsa Indonesia untuk melangkah ke depan sebagai modal moral, spiritual, maupun material. Menurut Gus Dur, ketujuh butiran tersebut adalah alasan kuat para Founding Fathers (Bapak pendiri bangsa) melakukan berbagai perjuangan untuk kemerdekaan ini. Sebagaimana dilansir dalam NU Online (Tujuh Hakikat Kemerdekaan Menurut Gus Dur), berikut tujuh pernyataan tersebut:


Pernyataan pertama, kemerdekaan lebih merupakan proses perjuangan menentukan nasib sendiri daripada keadaan yang bebas dari segala soal, kesulitan, dan hambatan. Pada tanggal 18 Agustus 1945, bangsa dan negara Indonesia menjamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD)-nya bahwa sistem yang menghambatnya (penjajahan) tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. 


Pernyataan kedua, kemerdekaan adalah hak. Hak yang mendasar bagi setiap manusia. Karena itu, harus dijamin dalam hidup kemasyarakatan, terutama dalam hidup berbangsa dan bernegara. Sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan 17 Agustus 1959, perangkat hidup kebangsaan dan kenegaraan Indonesia disusun dan digunakan sedemikian rupa sehingga kemerdekaan justru terancam oleh tindakan sewenang-wenang (license).


Pernyataan ketiga, musuh kemerdekaan bukanlah kekuasaan masyarakat dan negara. Melainkan kesewenang-wenangan (license) dalam mengguna kekuasaan itu. Tergantung dari susunan dan penggunaannya, kuasa kemasyarakatan dan kenegaraan bisa mempersempit dan memperbesar peluang bagi kemerdekaan. Dari 17 Agustus 1959 sampai Maret 1966, susunan kuasa kemasyarakatan dan kenegaraan begitu terpusat di satu tangan seorang pemimpin, sehingga kemerdekaan tidak saja tertekan, tetapi juga telah mengakibatkan malapetaka kemiskinan dan kekerasan.


Pernyataan keempat, kemerdekaan mensyaratkan susunan dan penggunaan kuasa kemasyarakatan dan kenegaraan tertentu. Semakin terpusat kuasa itu di satu tangan, semakin tak berfungsi kemerdekaan sebagai kaidah hidup kemasyarakatan. Sejak Maret 1966, susunan kuasa kemasyarakatan dan kenegaraan kita sudah disebar meskipun harus diakui bahwa penyebaran itu masih sangat terbatas.


Pernyataan kelima, kemerdekaan sulit bertahan bahkan dalam susunan kuasa kemasyarakatan dan kenegaraan yang terpusat di beberapa tangan. Beberapa tahun belakangan ini, kurang berfungsinya kemerdekaan makin disadari sebagai biang keladi berbagai kesulitan, seperti lambatnya laju produktivitas, mutu produk yang kurang memadai, meski daya cipta masyarakat dan daya kerja aparat kekuasaan yang rendah.


Pernyataan keenam, kemerdekaan semakin berfungsi dalam susunan kuasa kemasyarakatan dan kenegaraan yang tersebar dengan maksimal. Karena itu, risiko ancaman kesewenang-wenangan memang sangat tinggi. Tapi ini mungkin bisa dicegah oleh jaminan persamaan hak bagi semua. Bila pengalaman masyarakat dan negara lain di dunia begitu diperhatikan, maka nyatalah bahwa kemerdekaan (liberty) selalu bergandeng dengan rasa persaudaraan senasib sepenanggungan (fraternity), dan persamaan hak (equality). Semua ini bukan barang jadi. Tetapi harus diramu, dipelihara, dan dikembangkan secara tekun terus menerus.


Pernyataan ketujuh, kemerdekaan paling mungkin berfungsi dalam suatu pengelolaan hidup masyarakat dan negara yang secara seimbang menghubungkannya dengan perasaan senasib sepenanggungan dan persamaan hak. Upaya yang tak habis-habis dalam memelihara keseimbangan ini bisa disebut demokrasi. Di mana kemerdekaan hidup dan tanggung jawab yakni keseimbangan dengan persamaan hak bagi semua, serta dengan perasaan senasib sepenanggungan. Mencapai keseimbangan ini adalah tugas masyarakat dan bangsa Indonesia sejak sekarang.


Tujuh pernyataan Gus Dur tersebut menjelaskan tentang hakikat kemerdekaan yang dipotret secara historis lalu dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman sehingga bersifat reflektif. Kemerdekaan bukan hanya langkah awal membangun kemanusiaan yang beradab, tetapi juga mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial, baik dalam skala nasional maupun global.


Penulis: Fathoni Ahmad
 


Literatur Terbaru