Literatur

Pengorganisasian dalam Perspektif Islam

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB

Pengorganisasian dalam Perspektif Islam

Ilustrasi aktivitas organisasi. (Foto: Freepik)

Pengorganisasian adalah proses yang penting dalam setiap bentuk organisasi, baik itu organisasi bisnis, sosial, maupun keagamaan. Dalam konteks organisasi, pengorganisasian tidak hanya berfokus pada efisiensi dan efektivitas, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etika yang dipegang oleh anggota organisasi. Dalam hal ini, perspektif Islam memberikan panduan yang komprehensif untuk menciptakan struktur dan sistem yang tidak hanya produktif, tetapi juga adil dan bermakna.


Islam sebagai agama yang holistik memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana seharusnya pengorganisasian dilakukan. Prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, amanah, musyawarah, dan tanggung jawab, berfungsi sebagai landasan etika dalam proses pengorganisasian. Dengan menempatkan nilai-nilai tersebut di pusat kegiatan organisasi, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang harmonis, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab.


Di era globalisasi dan perubahan yang cepat saat ini, organisasi dihadapkan pada tantangan baru yang memerlukan pendekatan yang lebih adaptif dan responsif. Banyak organisasi yang terjebak dalam praktik yang hanya berorientasi pada keuntungan material tanpa memperhatikan dampak sosial dan moral dari tindakan mereka. 


Oleh karena itu, pengorganisasian dalam perspektif Islam sangat relevan untuk diaplikasikan, karena tidak hanya mengutamakan pencapaian tujuan duniawi, tetapi juga memperhatikan aspek spiritual dan etika.


George R. Terry dalam bukunya Principles of Management mengemukakan tentang organizing sebagai berikut, yaitu: “Organizing is the determining, grouping and arranging of the various activities needed necessary for the attainment of the objectives, the assigning of the people to these activities, the providing of suitable physical factors of enviroment and the indicating of the relative authority delegated to each respectives activity.”


“Pengorganisasian adalah proses menentukan, mengelompokan, dan Menyusun berbagai aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Hal ini mencakup penempatan pegawai pada aktivitas-aktivitas tersebut, penyediaan sarana kerja yang sesuai, serta penetapan hubungan wewenang yang diberikan kepada masing-masing individu dalam menjalankan tugas-tugas yang diharapkan.”


Fungsi Pengorganisasian di antara lain meliputi pemberian tugas-tugas yang terpisah pada setiap bawahan, menetapkan jalur wewenang dan komunikasi, serta mengorganisasikan kerja bawahan. Sejalan dengan itu Sataruddin sebagaimana dikutip Ramayulis mengemukakan beberapa syarat dalam pengorganisasian yaitu tanggung jawab, wewenang, pendelegasian, pertanggung jawaban, dan struktur ogranisasi.


Sementara itu, Nanang Fatah mengemukakan bahwa pengorganisasian terbagi dua, pertama, organisasi diartikan sebagai usaha kelompok fungsional seperti Lembaga Pendidikan, perkumpulan, badan usaha, pemerintah dan sebuah Perusahaan. Kedua, merujuk kepada proses pengorganisasian yaitu bangunan pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efesien. 


Dalam pengeorganisasian itu terdapat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan bakat dan minat, pengalaman dan kepribadian masing-masing orang yang diperlukan dalam menjalankan tugas tersebut. 

 

Dengan demikian pengorganisasian itu intinya adalah mempersatukan kekuatan untuk melaksanakan tugas guna mewujudkan tujuan organisasi. Dengan demikian yang diperlukan adalah pembagian tugas dan tanggung jawab, ada kerja sama, kordinasi dan sebagainya. 


Teori Pengorganisasian dalam Perspektif Islam


Teori-teori tentang pengorganisasian dalam perspektif Islam memiliki dasar yang bersumber dari Al-Qur'an, Hadis, serta praktik kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Prinsip-prinsip pengorganisasian Islam menekankan nilai-nilai etika, tanggung jawab, serta keadilan dalam menjalankan tugas dan wewenang. Berikut adalah beberapa teori dan prinsip pengorganisasian dalam perspektif Islam:

 

1.    Khalifah (Kepemimpinan)

Dalam Islam, manusia dipandang sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi. Tugas manusia adalah mengelola sumber daya dengan adil, bijaksana, dan bertanggung jawab. Konsep ini mengarahkan prinsip pengorganisasian untuk memastikan bahwa setiap orang dalam organisasi menjalankan peran mereka sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan, serta bertindak dengan penuh tanggung jawab di hadapan Allah dan sesama manusia.

 

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

 

Artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al Baqarah : 30).


Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia diangkat sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi dengan peran yang terorganisir. Faktor kepemimpinan pada hakikatnya adalah kemampuan menguasai, memengaruhi, menggerakan, serta mendorong segenap sumber daya yang ada dalam sebuah Lembaga guna untuk mencapai tujuan yang sudah di tetapkan dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat berperan dalam organisasi; Baik buruk organisasi bergantung pada factor kepemimpinan. 


Disamping itu, seorang pemimpin juga perlu memiliki kemampuan dalam komunikasi sosial, penguasaan terhadap berbagai keterampilan teknis, wawasan emosional, sosial dan budaya Masyarakat yang dipimpinnya. Dengan cara demikian, ia dapat melaksanakan inti dari kepemimpinannya yaitu memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain sehingga orang lain tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana yang diinginkan oleh pemimpin.

 

2.    Musyawarah (Konsultasi dan Pengambilan Keputusan)

 

Musyawarah merupakan prinsip penting dalam pengambilan keputusan dalam Islam. Dalam pengorganisasian, keputusan yang melibatkan banyak pihak sebaiknya diambil melalui musyawarah, sehingga berbagai sudut pandang dapat dipertimbangkan dan keputusan yang diambil akan lebih adil serta dapat diterima oleh semua pihak.

 

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ


Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Syura : 38).

 

Ayat diatas menyebutkan bahwa suatu organisasi tidak lepas dari dinamika dalam mengambil Keputusan. Dalam mengambil Keputusan tidak lepas dari jalur musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Adapun Prinsip-prinsip yang harus menjadi landasan dalam bermusyawarah sebagai berikut:

 

a)    Kesetaraan dalam Pendapat
b)    Keterbukaan dan Kejujuran
c)    Keadilan dan Keseimbangan
d)    Mengutamakan kepentingan Bersama 
e)    Menghormati Keputusan yang di hasilkan
f)    Mengambil Hikmah dari Perbedaan Pendapat
g)    Konsensus atau Kesepakatan
h)    Menggunakan Ilmu dan Pertimbangan Rasional
i)    Tanggung Jawab Kolektif
j)    Pentingnya Sabar dan Tidak terburu-buru


Musyawarah adalah prinsip yang sangat ditekankan dalam Islam, terutama dalam pengambilan keputusan yang melibatkan banyak pihak. Ini merupakan cara untuk mencapai solusi yang bijaksana, adil, dan bermanfaat bagi semua, dengan memperhatikan hak dan pendapat setiap individu. Selain itu, musyawarah juga mencerminkan nilai-nilai keadilan, persaudaraan, dan tanggung jawab kolektif yang menjadi inti ajaran Islam.

 

3.    Adil dan Amanah (Keadilan dan Kepercayaan)


Islam menekankan pentingnya keadilan dalam pengelolaan organisasi. Setiap orang dalam organisasi harus diperlakukan secara adil, tanpa memihak, serta menjalankan amanah yang diemban dengan penuh tanggung jawab. Pembagian tugas harus dilakukan berdasarkan kemampuan, tanpa favoritisme atau ketidakadilan.

 

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا


Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa : 58)


Ayat diatas menyebutkan pentingnya memberikan amanah kepada orang yang layak dan memutuskan perkara dengan adil.


Implementasi Prinsip Amanah:


a)    Kejujuran dalam Melaksanakan Tugas

 

Anggota organisasi yang diberi amanah harus melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan harapan yang diemban kepadanya. Ini berarti menjaga kepercayaan dari pimpinan dan rekan kerja, tanpa menyalahgunakan wewenang atau tanggung jawab.


b)    Pengelolaan Wewenang dengan Tanggung Jawab

 

Setiap individu dalam organisasi yang diberi otoritas atau posisi kepemimpinan harus menggunakan wewenangnya untuk kepentingan organisasi, bukan untuk keuntungan pribadi. Wewenang yang diberikan adalah sebuah amanah yang harus dijaga dengan hati-hati.


c)    Transparansi dan Akuntabilitas 

 

Amanah juga berarti transparansi dalam melaksanakan tugas dan keterbukaan dalam melaporkan hasil kerja. Setiap tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada atasan, bawahan, maupun seluruh anggota organisasi. Ini juga termasuk menjaga kerahasiaan informasi yang bersifat sensitif atau strategis bagi organisasi.


d)    Menghindari Kecurangan dan Penyalahgunaan

 

Seseorang yang memegang amanah tidak boleh melakukan penyalahgunaan posisi, seperti korupsi, manipulasi data, atau menguntungkan diri sendiri dengan cara yang tidak etis. Amanah berarti menjalankan tugas dengan integritas tinggi.


4.    Tanggung Jawab Kolektif dan Individu


Dalam Islam, setiap individu memiliki tanggung jawab masing-masing yang diatur sesuai dengan kedudukan mereka dalam organisasi, namun tanggung jawab tersebut juga bersifat kolektif. Setiap orang dalam organisasi memiliki peran yang saling mendukung, dan keberhasilan organisasi menjadi tanggung jawab bersama.

 

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ 


Artinya:
"Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya" (HR al-Bukhari).

 

5.     Hirarki dan Wewenang


Islam mengakui pentingnya hirarki dalam suatu organisasi, di mana setiap individu memiliki posisi dan tugas tertentu. Namun, Islam juga menekankan bahwa setiap wewenang yang diberikan harus digunakan dengan bijaksana, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pengorganisasian yang baik dalam Islam berarti adanya distribusi tugas yang jelas dan hirarki yang transparan.


Contoh: Nabi Muhammad SAW menunjuk pemimpin atau wakil dalam berbagai kesempatan, seperti ketika mengirim para sahabat untuk memimpin pasukan atau mengatur wilayah.


6.    Transparansi dan Akuntabilitas

 

Prinsip transparansi dan akuntabilitas sangat dijunjung dalam Islam. Pemimpin dan individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk menjalankan tugas mereka dengan jujur dan terbuka. Setiap tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada Allah maupun kepada orang lain dalam organisasi.

 

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ, الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ, وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

Artinya:

“Celakalah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthaffifin : 1-3)


Ayat diatas mengingatkan tentang pentingnya berlaku jujur dan tidak menipu dalam menjalankan tugas. Ketiga ayat ini menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam transaksi ekonomi sosial politik ataupun perilaku organisasi lainnya. Praktik curang dalam timbangan dan takaran adalah tindakan yang sangat dikecam dalam Islam, dan pelakunya akan mendapatkan konsekuensi di dunia dan akhirat. 


Surat ini mengingatkan umat Islam untuk selalu berlaku jujur dan adil dalam setiap transaksi maupun perilaku sosial, serta menjaga integritas personal. Selain itu, ayat-ayat ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat tentang dampak negatif dari tindakan curang, baik terhadap individu maupun masyarakat secara keseluruhan. 


Secara keseluruhan, teori pengorganisasian dalam perspektif Islam menekankan prinsip-prinsip etika yang kuat, keadilan, tanggung jawab, serta tujuan yang berorientasi pada kebaikan bersama dan keberkahan. Ini menekankan bahwa pengorganisasian tidak hanya soal manajemen duniawi, tetapi juga berkaitan dengan nilai-nilai spiritual.

 

Muhammad Sufyan Hadi, Mahasiswa Doktoral Universitas PTIQ Jakarta