• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Selasa, 30 April 2024

Nasional

Jelang Tahun Politik, Ketua MUI Sebut Masjid Sebagai Tempat Persatuan

Jelang Tahun Politik, Ketua MUI Sebut Masjid Sebagai Tempat Persatuan
KH M Cholil Nafis saat silaturrahim Dewan Kemakmuran Masjid dan Para Dai se-Jabodetabek di Gedung MUI, jalan Proklamasi 51, Jakarta, Selasa (16/5/2023). (Foto: Istimewa).
KH M Cholil Nafis saat silaturrahim Dewan Kemakmuran Masjid dan Para Dai se-Jabodetabek di Gedung MUI, jalan Proklamasi 51, Jakarta, Selasa (16/5/2023). (Foto: Istimewa).

Jakarta Pusat, NU Online Jakarta

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH M Cholil Nafis menyebut bahwa masjid adalah tempat bermulanya suatu persatuan. Terlebih lagi akan datangnya tahun politik 2024, pengurus masjid dan pendakwah disebut harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan.


“Kegiatan ini dimaksudkan untuk membangun kesamaan visi antar da'i dan pengurus masjid untuk tidak menjadikan masjid sebagai arena kampanye politik praktis dan penyebaran politik yang dapat memecahbelah umat untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, mengingat masjid adalah tempat ibadah semua golongan umat muslim," katanya saat silaturrahim Dewan Kemakmuran Masjid dan Para Dai se-Jabodetabek di Gedung MUI, jalan Proklamasi 51, Jakarta, Selasa (16/5/2023).


Menurut Kiai Cholil, hal tersebut dipercaya dapat menjalin kerekatan antar warga masyarakat yang melebur kedalam perbedaan.


"Tujuannya adalah untuk menciptakan terjalinnya ukhuwwah (hubungan persaudaraan), Indonesia damai dan kokohnya NKRI,” ungkapnya.


Lebih dalam, Kiai Cholil membocorkan bahwa penyebaran politik yang dapat memecahbelah umat biasanya di antaranya disampaikan di tempat-tempat ibadah atau tempat tertentu yang dilarang KPU untuk kampanye. 


Selain itu, menurut Kiai Cholil, para dai dan pengurus masjid harus dapat membedakan apa yang disebut politik identitas dan identitas politik. 


“Kalau identitas politik itu boleh. Warga masyarakat boleh memilih pemimpin berdasarkan identitas yang melekat kepadanya, apakah karena satu daerah, satu agama atau satu kepentingan, yang terpenting tidak memandang orang diluar dirinya itu sebagai musuh atau sampai menghukumi dengan hukum tertentu, misal munafik, kafir dan lain sebagainya," jelasnya.


"Atau sikap-sikap yang merasa paling bener sendiri," sambungnya.


Kiai Cholil mengajak agar umat Islam memiliki kedewasaan dalam menghadapi perbedaan preferensi politik menjalang pemilu.


“Untuk itu, perlu adanya kesepahaman pengelola tempat ibadah untuk tidak menjadikan tempat ibadah sebagai ajang kampanye politik praktis dan ajang penyebaran politik yang dapat memecahbelah umat dan sebaliknya tempat ibadah dapat dijadikan sebagai arena pendidikan politik umat agar umat memiliki kedewasaan dalam menghadapi perbedaan preferensi politik menjalang pemilu,” pungkasnya.


Editor: Haekal Attar


Nasional Terbaru