• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 29 Maret 2024

Tafsir

Berapa Lama Siksa di Neraka?

Berapa Lama Siksa di Neraka?
Selain menjadi akhir kehidupan, kiamat adalah permulaan atau gerbang menuju akhirat.  (Ilustrasi: NU Online)
Selain menjadi akhir kehidupan, kiamat adalah permulaan atau gerbang menuju akhirat.  (Ilustrasi: NU Online)

Sebagai orang Islam yang beriman, tentu kita harus mengimani adanya hari akhir atau yang biasa disebut kiamat. Selain menjadi akhir kehidupan, kiamat adalah permulaan atau gerbang menuju akhirat.  


Akhirat sebagai tempat berpulang yang dipercaya sebagai bentuk balasan dari yang dikerjakan manusia selama di bumi. Jika baik amalnya walau seberat biji zarrah pasti akan melihat balasannya, begitu pun sebaliknya. Jika buruk amal perbuatannya walau seberat biji zarrah pasti nampak pula balasannya, sebagaimana tersurat dalam Surat Az-Zalzalah ayat 7-8.


Al-Qur’an menjelaskan bahwa siapa saja orang yang mendustai kebenaran maka selayaknya akan masuk ke dalam neraka (Al-Baqarah ayat 39), dan neraka akan menjadi seburuk-buruknya tempat berpulang bagi mereka (An-Nur ayat 57).


Lantas, apakah sebanding kekalnya mereka di neraka dengan waktu hidup mereka yang ada di dalam hitungan paling banyak puluhan tahun? 


Orang yang beriman akan mempercayai bahwa Allah adalah Tuhan Maha Pengasih dan kasih sayang (rahmat) terhadap makhluk-Nya sangat luas. Rahmat tentu akan menimbulkan harapan bagi yang tersiksa.


Hal itu sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Filsuf Muslim yang sangat terkenal, Ibnu Sina (980-1037) atau Avicenna (panggilan kebanyakan orang Barat). Menurutnya, ganjaran dan surga kekal seiring dengan kekalnya jiwa. Tetapi siksa neraka sifatnya sementara sampai bersihnya jiwa manusia dari kotoran akibat dosa yang telah diperbuat.


Hal itu dikemukakan pula oleh Filsuf asal Pakistan Muhammad Iqbal bahwa Islam tidak mengenal kutukan abadi dan yang dimaksud kata ‘kekal’ dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah ‘waktu yang lama’.


Prof Quraish Shihab dalam buku Perjalanan Menuju Keabadian menyebutkan bahwa sebagian ulama menetapkan ketidakkekalan siksa Allah dengan merujuk pada hadits Qudsi, “Rahmat-Ku mengalahkan amarah-Ku”. Hal itu tercermin dalam penciptaan surga yang antara lain tercermin neraka. Karena rahmat-Nya mengalahkan amarah-Nya, maka surga akan dikalahkan sehingga tidak kekal. Quraish Shihab dari sini meneruskan makna kekekalan yang diartikan oleh dua filsuf sebelumnya adalah waktu yang lama.


Jadi, waktu yang lama atau kekalnya seseorang setelah melaksanakan kehidupan di dunia, walau dinilai banyak kekeliruan karena lamanya waktu sisaan neraka tidak sebanding dengan durasi hidup yang hanya hitungan puluhan tahun.


Sebenarnya, banyak hal kecil yang tidak disadari akan berdampak besar. Hal demikian sudah banyak sekali ditemukan dalam kehidupan kita, seperti siapa sangka dari setetes air mani menjadi sebuah komponen utama dalam pembentukan asal kejadian manusia? Maka apa yang dikerjakan oleh manusia akan dirasakan secara adil di akhirat kelak. 


Jika seperti itu, analoginya seperti ‘jangan salahkan tanah yang menghasilkan buah belimbing sayur dengan rasanya asam, karena Anda sendirilah yang menanam bibit belimbing sayur itu’.


Di sini sangat jelas, keputusan-keputusan yang dirasakan di akhirat kelak adalah buah dari segala yang dikerjakan di dunia. Makna ‘kekal’ yang dimaksud, baik kekal yang berarti abadi maupun waktu yang sangat lama, hendaknya dicegah dengan menjalankan kehidupan sebaik-baiknya.


Sebagai penutup, ada ungkapan menarik dari KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) bahwa dunia lebih penting ketimbang akhirat, karena dunia adalah representasi dari kehidupan akhirat. Wallahua’lam…


Haekal Attar, Kader IPNU Jakarta Timur


Editor:

Tafsir Terbaru