Agus Zehid
Penulis
Berbagai macam bencana alam yang terjadi di Indonesia telah menggiring eksistensi alam menuju krisis lingkungan. Mulai dari efek rumah kaca, polusi, limbah, pencemaran air dan lainnya meruakan fenomena yan tentunya tidak terjadi secara fatalistik, melainkan disebabkan ulah manusia yang ceroboh dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan (eksploitasi).
Manusia modern memandang dirinya dan alam berada di antara subjek (aktif) dan objek (pasif). Manusia menganggap dirinya sebagai pusat kehidupan dan alam hanyalah sebatas objek semata yang dapat diperlakukan sedemikian rupa oleh manusia (antroposentrisme). Akibatnya, manusia merasa memliki hak untuk menggerus dan mengekploitasi sumber daya alam secara berlebihan, serta mengabaikan tanggung jawabnya dalam menjaga lingkungan.
Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang diandaikan dapat memberikan kemudahan dan kebahagiaan kepada manusia, turut andil dalam melakukan kerusakan lingkungan. Demikian perlunya intervensi ajaran agama untuk mengisi kekosongan dunia modern ini. Dengan kembali menggalakkan ajaran agama yang terfokus pada kelestarian ekologi dan moralitas manusia. Bahwa Ilmu Pengetahun mengharuskan seseorang yang mempunyai landasan moral yang kuat. Maka agama memiliki peran penting dalam membentuk moral seseorang yang ramah terhadap lingkungan.
Manusia sebagai Mandataris Tuhan
Manusia diutus sebagai perpanjangan tangan Tuhan di muka bumi. Ia diamanatkan untuk senantiasa menjaga bumi setelah penghuni sebelumnya melakukan berbagai macam kerusakan. Hal ini terekam dalam firman Allah Swt.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰۤىِٕكَةِ إِنِّی جَاعِلࣱ فِی ٱلۡأَرۡضِ خَلِیفَةࣰۖ قَالُوۤا۟ أَتَجۡعَلُ فِیهَا مَن یُفۡسِدُ فِیهَا وَیَسۡفِكُ ٱلدِّمَاۤءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّیۤ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” {Al-Baqarah: 30}.
Imam ath-Thabari menjelaskan dalam Jami’ul Bayan melalui periwayatan Ibn Abbas, yakni bahwa salah satu alasan manusia diamanatkan sebagai Khalifah ialah menggantikan penduduk jin yang sebelumnya melakukan kerusakan, peperangan, dan penumpahan darah di muka bumi. Sehingga Allah mengutus manusia untuk tinggal di bumi seraya memakmurkan dan memeliharanya.
Sementara makna Khalifah itu sendiri ialah mandataris Tuhan di muka bumi. Peranan ini menuntut manusia untuk menjaga dan memakmurkan bumi, dan menjauhi terjadinya kerusakan dan pertumpahan darah di dalamnya. Jika melihat pada konteks penafsiran di atas, dapat dipahami bahwa diutusnya manusia sebagai khilafah salah satunya dengan tujuan untuk memelihara dan memakmurkan bumi. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur;an.
هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِیهَا
Artinya: Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. {Hud: 63}
Imam Syihabuddin Al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma'ani menjelaskan bahwa makna dari استعمر ialah memelihara sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia seperti rumah, aliran sungai, menanam pohon dan lainnya (Juz 6, h. 286). Sementara lingkungan yang sehat dan terjaga merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dalam menjalankan roda kehidupannya. Sehingga manusia sebagai mandataris Tuhan memiliki tanggung jawab dalam melakukan konservasi lingkungan.
Larangan berbuat kerusakan di Bumi
Terdapat dua faktor dari kerusakan lingkungan yang terjadi pada dunia modern, yaitu peristiwa alam (bencana) dan ulah manusia. Namun kerusakan yang terjadi akibat ulah manusia terlihat lebih sering terjadi karena dampak dari relasi manusia yang tidak ramah lingkungan. Peranan manusia sebagai subjek yang aktif menegasikan kehadiran alam sebagai penyimbang kehidupan dunia.
Kerusakan alam yang disebabkan oleh ulah manusia telah disinggung dalam Al-Qur'an. Allah memberikan peringatan bahwa kerusakan lainnya yang terjadi di muka bumi, tak lepas dari campur tangan manusia.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ
Artinya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. {Ar-Rum:31}
Ibn Asyura dalam tafsirnya At-Tahrir wa At-Tanwir menjelaskan bahwa kerusakan (fasad) pada ayat tersebut menunjukkan kecerobohan manusia dalam memanfaakan sumber daya yang tersimpan di daratan dan lautan. Menurutnya, kerusakan pada ayat tersebut menggambarkan situasi dan kondisi alam yang rusak, bukan kondisi dari pada perilaku manusia itu sendiri.
الْفَسادُ: سُوءُ الْحَالِ، وَهُوَ ضِدُّ الصَّلَاحِ، وَدَلَّ قَوْلُهُ:( فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ) عَلَى أَنَّهُ سُوءُ الْأَحْوَالِ فِي مَا يَنْتَفِعُ بِهِ النَّاسُ مِنْ خَيْرَاتِ الْأَرْضِ بَرِّهَا وَبَحْرِهَا
Artinya: Kerusakan adalah kondisi yang buruk, lawan dari kesejahteraan. Perkataan tersebut menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi di darat atau laut merupakan dampak dari eksploitasi manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam di darat dan laut secara berlebihan.” (Ibn A’syura, At-Tahrir wa At-Tanwir, Tunisia, Dar Tunisia, 1984, Juz VIII, halaman 22).
Ibn Asyura juga menjelaskan bentuk-bentuk dari pada kerusakan yang terjadi di daratan, seperti hilangnya kemanfaatan dan maraknya kemudharatan, tidak ada bahan pangan, hasil panen, buah-buahah dan padang rumput, matinya hewan-hewan, pindahnya satwa liar dari satu tempat ke tempat lain dikarenakan kekeringan, munculnya wabah belalang, serangga, dan penyakit, mengeringnya air sungai. Adapun kerusakan yang terjadi pada lautan, seperti langkanya ikan, mutiara dan rusaknya karang, banyaknya badai yang menghalangi perjalanan luat, mengeringnya air sungai dan rusaknya genangan yang menjadi sumber air bagi manusia.
Penafsiran Ibn Asyura menunjukan corak ekologis dalam memahami ayat tersebut. Meskipun beliau lebih banyak mengaitkannya dengan dataran arab, namun kerusakan yang dijelaskan dapat dipahami secara universal. Ia memusatkan kata kerusakan di ayat tersebut pada aspek nyata dari kerusakan ekologi berupa krisis pangan nabati maupun hewani. Meskipun belum sepenuhnya mewakili kerusakan alam yang terjadi saat ini, namun hal itu dapat dimaklumi, sebab isu terkait lingkungan bukanlah sesuatu yang mengkhawatirkan seperti saat ini.
Fenomena krisis lingkungan ini bukan lagi prediksi, melainkan sudah dapat kita rasakan dalam kehidupan saat ini. Curah hujan yang tak menentu, kemarau berkepanjangan, udara yang sarat akan polusi, sulitnya mencari air bersih di beberapa daerah sebagai dampak dari pencemaran air, terik panas yang semakin tinggi, dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya. Tentunya segala bentuk kerusakan ini tidak terjadi secara fatalistis (nasib), melainkan ada keterlibatan manusia dalam memandang alam sebagai objek eksploitasi semata.
Padahal alam merupakan tempat manusia dalam menjalani kehidupan dunia, bahwa segala keinginan (hajat) manusia tak mungkin dapat terealisasikan di atas kondisi bumi yang sakit. Islam memandang alam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa Islam tidaklah absen dari permasalahan lingkungan. Dengan nilai yang diajarkan Islam terkait melestarikan lingkungan, kiranya penting bagi umat muslim tampil menjadi duta-duta lingkungan yang membumikan ajaran Islam pada tataran ekologis.
Hal ini diupayakan untuk memberikan kesadaran masyarakat modern akan relasi manusia dan alam. Agama dapat menopang manusia dalam membentuk moralitas ekologis yang ramah terhadap lingkungan. Dengan demikian, lingkungan tetap lestari dan terjaga, sehingga manusia dapat hidup dengan selayaknya di bumi yang sehat.
Terpopuler
1
Ketua KOPRI PB PMII: Semakin Jauh dari Ulama, Semakin Jauh Keberkahannya
2
Gelar Pelantikan Raya, Ketua PMII Unindra: Ikhtiar Baru Perjuangan Mahasiswa Islam
3
Warga Pondok Ranggon Rayakan Hajat Bumi Kramat Ganceng
4
LBMNU Jakarta Gelar Bahtsul Masail Pengkajian Kepustakaan Kontemporer
5
LTM PWNU Jakarta Gelar Seminar Penggerak Dakwah Wasathiyah, Bahas Evaluasi dan Program Kerja
6
Kader Perempuan Harus Akseleratif, KOPRI PMII Jaksel Gelar SKK 2025
Terkini
Lihat Semua