Jakarta Timur

KPAI soal Pelecehan 15 Siswi di Jakut: Satuan Pendidikan Jadi Angka Tertinggi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:30 WIB

KPAI soal Pelecehan 15 Siswi di Jakut: Satuan Pendidikan Jadi Angka Tertinggi

Ilustrasi pelecehan seksual. (Foto: Freepik)

Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu SMK Negeri di Jakarta Utara kembali menguatkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengenai tingginya angka pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Menanggapi hal ini, Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menekankan pentingnya peningkatan kewaspadaan dan tindakan pencegahan dari seluruh pihak, terutama satuan pendidikan.

 

"Ini adalah satu kejadian yang menambah panjang daftar kasus pelecehan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan. Data kami menunjukkan bahwa pelecehan dan kekerasan seksual merupakan jenis yang tertinggi yang terjadi di satuan pendidikan," ujar Aris dalam keterangan kepada NU Online Jakarta, Kamis (10/10/2024).


Menurut Aris, satuan pendidikan perlu meningkatkan kepedulian terhadap isu ini dengan cara melakukan sosialisasi secara masif dan membentuk tim khusus untuk pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual. 

ADVERTISEMENT BY OPTAD


"Satuan pendidikan harus proaktif dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual, tidak hanya bereaksi ketika ada kasus terjadi," tegasnya.


KPAI sendiri telah mengambil langkah konkrit dengan melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama untuk membentuk tim pembina Pencegahan dan penanganan kekerasan di  lingkungan satuan pendidikan (PPKSP). Selain itu, KPAI juga mewajibkan setiap satuan pendidikan untuk memiliki layanan pengaduan yang mudah diakses oleh siswa.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


"Kami mendorong agar setiap unit pendidikan memiliki layanan pengaduan yang efektif, sehingga korban merasa aman untuk melaporkan kejadian yang dialaminya," tambah Aris.


Terkait pendampingan korban, KPAI telah menyerahkan hal tersebut kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Anak dan Perempuan (UPTD PPA) Jakarta Utara. 

ADVERTISEMENT BY OPTAD


"Pendampingan psikologis dan rehabilitasi sosial sangat penting bagi korban untuk memulihkan trauma yang dialaminya," jelas Aris.

 

Aris juga menekankan pentingnya melindungi identitas korban untuk menjaga psikologis dan masa depannya. "Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, penanganan kasus kekerasan seksual pada anak harus dilakukan secara cepat, tepat, dan profesional, serta tetap menjamin perlindungan identitas korban," ungkapnya.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


KPAI berharap kasus ini menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk meningkatkan upaya perlindungan anak dari pelecehan dan kekerasan seksual. Sekolah harusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk menempa pendidikan yang terbaik untuk masa depan.


"Semua anak berhak mendapatkan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan," pungkas Aris.


Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) DKI Jakarta Solhah Munawaroh menegaskan, mencegah pelecehan seksual di sekolah adalah tanggung jawab bersama dan membutuhkan upaya berkelanjutan dari semua pihak sekolah. Hal itu dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku sehingga dapat memberikan lingkungan yang aman.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Hal tersebut merupakan respons setelah baru-baru ini terjadi kembali pelecehan seksual oleh salah satu guru kepada 15 siswi di salah satu SMKN di Jakarta Utara. Kejadian itu telah dilaporkan kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan masih terus ditindaklanjuti. 


“Sosialisasi menyeluruh kepada seluruh warga sekolah tentang apa itu pelecehan seksual, berbagai bentuk dan dampaknya. Mengajarkan kepada siswa untuk mengenali tanda-tanda pelecehan seksual, cara melindungi diri, dan pentingnya melaporkan jika mengalaminya,” jelas Solhah kepada NU Online Jakarta pada Rabu (9/10/2024).


Sekolah, kata Solhah perlu menyediakan layanan bagi korban guna mengurangi trauma dan menjaga kerahasiaan. Tentunya setiap langkah yg dilakukan perlu dievaluasi secara berkala dan pemantauan yang sangat ketat. Hal itu untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi peserta didik agar dapat melanjutkan belajar dengan baik. 


“Sekolah harus memiliki kejelasan dan sikap tegas terhadap prilaku yang tidak baik itu untuk tidak dapat ditoleransi. Berikan sanksi yang tegas kepada pelaku tanpa pandang bulu,” tegas Solhah.
 

Kontributor: Ahmad Thursina Roja

ADVERTISEMENT BY ANYMIND