Nasional

Demo Darurat Indonesia, PBNU: Puncak Kekecewaan Publik Terhadap Elite Politik

Kamis, 22 Agustus 2024 | 13:36 WIB

Demo Darurat Indonesia, PBNU: Puncak Kekecewaan Publik Terhadap Elite Politik

Ketua PBNU Savic Ali. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online Jakarta

Masyarakat melakukan demonstrasi Peringatan Darurat Indonesia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/8/2024) sejak pukul 09:00 WIB. Mereka melakukan protes atas keputusan Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak mengindahkan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 


Melihat hal tersebut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alieha (Savic Ali) mengatakan bahwa demo tersebut merupakan bagian dari respons puncak kekecewaan publik terhadap elite politik, terutama anggota DPR, eksekutif, dan yudikatif.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


"Saya kira ini kan respons publik. Ini kan ibaratnya puncak ketidakpuasan kekecewaan publik terhadap elite-elite di negeri ini, baik eksekutif atau legislatif atau yudikatif sehingga kemudian publik mengekspresikannya dengan cara turun ke jalan, sesuatu yang dijamin oleh undang-undang," katanya saat dihubungi NU Online, Kamis (22/8/2024) siang. 

 

Savic mengatakan, demo merupakan sebuah proses yang sah secara undang-undang. Jika publik merasa ada yang janggal, kata Savic, maka sudah semestinya publik melakukan demonstrasi.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


"Sebuah mekanisme yang dijamin undang-undang dan sudah semestinya seperti itu. Ketika ada sesuatu yang dianggap melenceng dari elite-elite kita itu, memang sudah semestinya publik meresponsnya, bersuara, dan menekannya," jelasnya. 


Baginya, demo bisa menjadi tekanan terhadap elite-elite politik. Selain itu dapat berfungsi sebagai pengingat agar elite politik tidak keluar jalan dan menghormati prinsip-prinsip hukum dan sistem demokarasi yang berlangsung.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Dalam kasus ini, Savic menyebutkan bahwa pendemo menuntut agar DPR menghormati putusan hukum yang telah ditetapkan oleh MK sehingga tidak ada bahasan revisi UU Pilkada dalam sidang paripurna tersebut.


"Padahal kita tahu bahwa secara Undang-Undang bahwa Mahkamah Konstitusi memang lembaga tertinggi yang memutus terkait persoalan Undang-Undang ketika ada judicial review (pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan). Putusannya mengikat terhadap semua pihak jadi siapapun suka atau tidak suka ya harus menghormati putusan MK," jelasnya.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Selengkapnya, klik disini

ADVERTISEMENT BY ANYMIND