• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Minggu, 28 April 2024

Jakarta Raya

Jakarta Terancam Tenggelam, LPBINU DKI Bedah Aturan Zonasi Bebas Air Tanah

Jakarta Terancam Tenggelam, LPBINU DKI Bedah Aturan Zonasi Bebas Air Tanah
LPBINU DKI Jakarta menggelar Bedah Pergub DKI Jakarta Nomor 93 tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah di Gedung PWNU DKI Jakarta, Jumat (4/8/2023). (Foto: Istimewa)
LPBINU DKI Jakarta menggelar Bedah Pergub DKI Jakarta Nomor 93 tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah di Gedung PWNU DKI Jakarta, Jumat (4/8/2023). (Foto: Istimewa)

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) DKI Jakarta menggelar Diskusi Bedah Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 93 tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah di Gedung Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Jum’at (4/8/2023).

 

Pergub tersebut menjadi penting dibahas, sebab tanah di Jakarta semakin terkikis akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. Hal ini yang mengakibatkan Jakarta menjadi kota yang terancam tenggelam.

 

Ketua LPBINU DKI Jakarta Laode Kamaludin menyampaikan bahwa Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaran dan Pajak Pemanfaatan, Air Bawah Tanah perlu ditinjau ulang agar Jakarta terhindar dari pengambilan air tanah.


"Penggunaan air tanah dengan meteran dimanfaatkan oleh pelaku industri, dengan pungutan pajak penggunaan air tanah mencapai miliaran tetapi tidak memikirkan dampak lingkungannya," ujar Laode.


Laode menegaskan LPBINU DKI Jakarta akan terus melakukan komunikasi ke Pemerintah Provinsi DKI dan  Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Lembaga Peduli lingkungan dan perubahan iklim Indonesia dalam rangka menjaga ibu kota DKI  Jakarta dari bahaya tenggelam.


Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta H Syarif juga mengusulkan Pergub Nomor 93 tahun 2021 perlu dirombak total. Ia menilai Pergub tersebut minim partisipasi masyarakat dalam penyusunanya.

 

"Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu Pergub ini harus dicabut dan dikeluarkan Pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersil," jelas H Syarif.


Wakil Sekretaris PWNU DKI Jakarta itu berharap Pergub tersebut dicabut sebagai antisipasi ancaman Jakarta tenggelam sebagaimana hasil dari beberapa kajian ilmiah. 

 

"Ancaman Jakarta tenggelam bukan isapan jempol. Berdasarkan penelitian lembaga terpercaya disebutkan akibat eksploitasi air tanah yang masif telah menyumbang peningkatan penurunan muka tanah di Jakarta yang sangat signifikan," tegas H Syarif.

 

Pengurus LPBI Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Arief Rosyid Hasan menyampaikan bahwa forum diskusi seperti ini membangunkan kesadaran publik Jakarta bahwa masalah air memiliki peran yang sangat krusial. Jika tidak dikelola dengan baik, dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta. 

 

Ia memaparkan, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di awal tahun ini, penyebab land subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah

 

“Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara. Saya mengajak seluruh warga Nahdliyin agar ikut membersamai ikhtiar LPBINU DKI, jika kita diam Jakarta akan tenggelam!,” ucapnya.

 

Tak hanya itu, ia melanjutkan Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun. Pada tahun 2050 beberapa wilayah di pesisir Jakarta diprediksi akan tenggelam, di antaranya, Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1.70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).

 

Arief menekankan posisi LPBINU saat ini menjadi leading sector (sektor terdepan) dalam mengoptimalkan peran agama dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim, termasuk krisis air sebagai sumber kehidupan. Hal ini selaras dengan amanah yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf melalui gagasan Spiritual Ekologi.

 

“Tugas manusia adalah menjaga keselarasan dan keseimbangan ekosistem secara mutlak sebab posisi manusia sebagai khalifah fil 'ardl akan dimintai pertanggung jawabannya atas segala tindakannya di dunia maupun akhirat,” tutupnya.

 

Pewarta: Wiwit Musaadah
Editor: Khoirul Rizqy At-Tamami


Jakarta Raya Terbaru