• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Selasa, 30 April 2024

Jakarta Raya

Kisah Penjual Penjual Emas dan Pakaian Tegakkan Moderasi Beragama di Pasar

Kisah Penjual Penjual Emas dan Pakaian Tegakkan Moderasi Beragama di Pasar
Ilustrasi: Pasar Pulo Jahe, Jakarta Timur. (Foto: NU Online Jakarta/Haekal Attar)
Ilustrasi: Pasar Pulo Jahe, Jakarta Timur. (Foto: NU Online Jakarta/Haekal Attar)

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman suku, agama, ras, dan bahasa, yang sering disingkat sebagai "Bhinneka Tunggal Ika" yang berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti "Berbeda-beda tapi tetap satu." Konsep ini menjadi semacam moto kebangsaan yang mencerminkan semangat persatuan dalam keragaman.


Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan memiliki lebih dari 300 kelompok etnis atau suku yang berbeda. Setiap suku memiliki kebudayaan, adat istiadat, dan bahasa mereka sendiri. Meskipun berbeda-beda, semangat persatuan Indonesia tetap terjaga. Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan keberagaman agama yang tinggi. Meskipun mayoritas penduduknya adalah Muslim, ada pula komunitas Kristen, Hindu, Buddha, dan beberapa kepercayaan tradisional. Pemerintah Indonesia menjamin kebebasan beragama dan menghormati setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.


Kecermatan memahami adanya moderasi bergama, nampaknya juga bisa dilihat secara seksama dari kisah pedagang emas dan pedagang pakaian yang bertetangga di Pasar Pulo Jahe, Jakarta Timur. Di sebuah pasar yang ramai di tengah kota, hiduplah dua pedagang yang bertetangga, beda agama, beda bahasa, beda fisik, dan beda kebiasaan. 


Sebut saja Ahmad Purwanto dan David, keduanya mewakili dua kelompok berbeda dalam hal kepercayaan agama. Ahmad merupakan seorang Muslim yang taat beragama dengan bahasa yang lumayan medok khas Jawa Tengah, dan David adalah seorang pemeluk agama Kristen yang memiki etnis Cina sehingga sangat mudah dikenali sebagai pedangan emas di pasar tersebut.


"Saya Ahmad pedagang semobako di pasar ini, sudah puluhan tahun ya sejak 2010-an dan waktu itu Kokoh David sudah berdagang terlebih dahulu dibandingkan saya sehingga saya juga perlu menghormati beliau yang lebih lama berdagangnya dibanding saya," katanya kepada NU Online Kamis (21/12/2023) pagi.


"Hallo, saya David. Disini saya berdagang emas, sudah berjualan sekitar dari tahun 2008," katanya kepada NU Online Jakarta, Kamis (21/12/2023) pagi.


Ahmad dan David, dua pedagang yang berasal dari kelompok yang berbeda, merasa gelisah melihat ketegangan yang semakin meningkat di pasar. Ketidakpahaman dan prasangka negatif antarpedagang dan pengunjung mulai meracuni atmosfer di tempat tersebut. Dalam melihat dinamika ini, Ahmad dan David, sebagai pedagang sejati, merasa panggilan moral dan bertekad untuk menjadi agen perubahan yang membawa harmoni kembali ke pasar tersebut.


Dalam suasana dialog yang terbuka, Ahmad dan David tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengarkan dengan penuh pengertian. Mereka berusaha memahami satu sama lain dengan mendalam, menggali akar permasalahan yang melatarbelakangi ketegangan di pasar. Dalam semangat saling menghargai, Ahmad dan David menciptakan ruang untuk mencari solusi bersama yang dapat meredakan konflik dan meningkatkan harmoni di antara kelompok pedagang dan pengunjung.


Tindakan konkret yang diambil oleh Ahmad dan David adalah menyusun program dialog antarumat beragama, diskusi keagamaan, dan kegiatan bersama. Program-program ini didesain dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi, saling pengertian, dan keberagaman. Melalui dialog, mereka berharap dapat membuka pintu pemahaman antarumat beragama dan menciptakan lingkungan yang inklusif di pasar.


Pada awalnya, banyak pihak yang meragukan keberhasilan upaya ini. Pedagang dan pengunjung pasar skeptis terhadap apakah dialog dan kegiatan bersama benar-benar dapat merubah dinamika pasar yang telah tegang. Meskipun demikian, Ahmad dan David tidak mengendurkan tekad mereka. Dengan ketekunan dan semangat positif, mereka terus mendorong dialog, membangun kepercayaan, dan membuktikan bahwa perubahan positif memerlukan waktu dan komitmen.


Ahmad dan David mengajak pedagang untuk berbagi pengalaman dan pemahaman agama masing-masing, menggali persamaan, dan merayakan perbedaan. Melalui keberagaman ini, mereka menciptakan pondasi bagi pemahaman yang lebih dalam, memecah prasangka, dan memperkuat hubungan antarpedagang. Proses ini, walaupun diawali dengan keraguan, akhirnya membuahkan hasil yang positif dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis di pasar.


Peraturan Presiden Soal Moderasi Beragama


Moderasi Beragama menjadi fokus utama Pemerintah Republik Indonesia, yang tercermin dalam penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 oleh Presiden Joko Widodo pada 25 September 2023. Perpres ini menetapkan pandangan dan sikap terhadap moderasi beragama sebagai prinsip utama dalam kehidupan bersama.


Pasal 1 Perpres menggambarkan moderasi beragama sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang mencerminkan esensi ajaran agama dan kepercayaan. Tujuannya adalah untuk melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Dengan prinsip-prinsip adil, berimbang, dan tunduk pada Pancasila serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, moderasi beragama diarahkan untuk menciptakan kehidupan bersama yang harmonis dan inklusif.


Perpres ini menjadi landasan hukum untuk mendorong nilai-nilai moderasi beragama di seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah memberikan arahan dan dukungan resmi terhadap upaya-upaya untuk mengatasi ketegangan agama, meningkatkan toleransi, dan membangun kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Penerapan moderasi beragama diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan masyarakat yang beragam tetapi tetap bersatu dan saling menghargai.


Penulis: Haekal Attar
Editor: Khoirul Rizqy Attamami


Jakarta Raya Terbaru