Jakarta Raya Pilkada Jakarta 2024

Tidak Puas dengan Keputusan Dewan Etik, Poltracking Indonesia Keluar dari Persepi

Rabu, 6 November 2024 | 11:00 WIB

Tidak Puas dengan Keputusan Dewan Etik, Poltracking Indonesia Keluar dari Persepi

Poltracking Indonesia. (Foto: Poltracking)

Jakarta, NU Online Jakarta
Poltracking Indonesia secara resmi mengumumkan pengunduran dirr dari keanggotaan di Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia Persepi setelah menyatakan ketidakpuasan terhadap proses investigasi yang dilakukan Dewan Etik Persepi terkait survei Pilkada Jakarta periode Oktober 2024. 

 

Direktur Poltracking Indonesia, Masduri Amrawi, menyebut keputusan ini diambil sebagai bentuk pertaruhan integritas, seraya menyoroti berbagai poin yang dianggap tidak adil dalam proses investigasi tersebut.

 

Ia menilai keputusan Dewan Etik Persepi tidak adil dan tidak proporsional, terutama dalam membandingkan metode survei Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Dewan Etik menyatakan bahwa metode survei LSI memenuhi Standar Operasional Pelaksanaan (SOP), sedangkan metode Poltracking dianggap sulit diverifikasi. 


Masduri mengkritik bahwa Dewan Etik tidak menjelaskan detail analisis metode LSI yang dinyatakan “baik” serta mengabaikan aspek penggantian Primary Sampling Unit (PSU) yang dilakukan LSI hingga sekitar 50%, atau sekitar 60 PSU. Poltracking menilai informasi ini perlu disampaikan kepada publik untuk transparansi.

 

Masduri mengaku bahwa pihaknya telah menyerahkan data survei sesuai yang diminta, namun Dewan Etik menginginkan raw data langsung dari dashboard survei digital. 

 

“Pada 3 November 2024, Poltracking mengirimkan data tersebut, dan mereka menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara data awal dan data yang dikirimkan kemudian,” kata Masduri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11/2024).

 

Masduri menegaskan bahwa survei dilakukan dengan aplikasi digital, berbeda dengan metode manual yang digunakan LSI, sehingga tidak seharusnya dibebani syarat yang sama. 


“Meskipun demikian, Dewan Etik Persepi tetap meragukan kesahihan data Poltracking,” ucapnya.

 

Masduri juga menyoroti proses pemeriksaan yang dianggap tidak sesuai prosedur. Pada pertemuan pertama di Aston Priority TB Simatupang, 29 Oktober 2024, hanya satu dari tiga anggota Dewan Etik yang hadir, menyebabkan sidang tidak memenuhi kuorum. 

 

“Sidang tetap dilanjutkan tanpa kehadiran lengkap anggota Dewan Etik. Poltracking juga menilai panggilan sidang kedua pada 2 November 2024 mendadak dan tanpa undangan resmi, mengindikasikan proses yang kurang transparan dan tendensius terhadap Poltracking,” ujarnya.


Masduri menyebut adanya ketidakadilan dari Dewan Etik Persepi dalam memilih lembaga survei yang diperiksa. Meski terdapat tiga survei dalam periode yang berdekatan, Poltracking, LSI, dan Parameter Politik Indonesia (PPI). Namun kata dia, hanya Poltracking dan LSI yang diperiksa. 

 

“PPI seharusnya juga diperiksa untuk menilai secara adil siapa yang bermasalah, mengingat hasil survei PPI mendekati hasil survei Poltracking,” jelasnya.

 

Masduri mengungkapkan rekam jejak survei yang presisi sejak Pemilu 2014 hingga Pilkada Bengkulu 2020, termasuk prediksi Pilpres 2024 yang tepat satu putaran. Poltracking menyebut pengunduran diri ini bukan karena melanggar etika, melainkan karena merasa diperlakukan tidak adil oleh Persepi.

 

“Biarkan publik yang menjadi hakim dan menilai, kebenaran akan menemukan jalannya!” tegas Masduri.

 

Sebelumnya, Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mengeluarkan putusan etik imbas perbedaan hasil survei elektabilitas pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang dikeluarkan oleh Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI).

 

Persepi memutuskan untuk melarang Poltracking Indonesia merilis hasil survei tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Etik. Keputusan ini diambil setelah penyelidikan terhadap pelaksanaan survei Pilkada DKI Jakarta 2024 yang dilakukan oleh Poltracking Indonesia dan LSI.


Putusan tersebut ditanda tangani oleh Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin dengan dukungan anggota Hamdi Muluk dan Saiful Mujani pada Senin (4/11/2024).


“Penyelidikan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan hasil survei antara kedua lembaga, meskipun survei dilakukan dalam periode yang hampir bersamaan,” tulis putusan tersebut.


LSI dan Poltracking Indonesia merupakan anggota Persepi yang baru-baru ini merilis survei elektabilitas calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dengan hasil yang berbeda signifikan. Survei LSI dilakukan pada 10-17 Oktober 2024, sedangkan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024. 


Kemudian, perbedaan hasil ini menimbulkan pertanyaan dari publik dan media, sehingga Dewan Etik Persepi memulai penyelidikan untuk mengidentifikasi apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan survei yang dapat mempengaruhi integritas dan kepercayaan publik.


Pemeriksaan dilakukan pada LSI dan Poltracking Indonesia secara terpisah. Lembaga Survei Indonesia diperiksa pada 28 Oktober 2024 dan dinyatakan telah menjalankan survei sesuai dengan Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) survei opini publik. 


Sementara itu, Poltracking Indonesia diperiksa pada 29 Oktober 2024. Setelah pemeriksaan tatap muka, Dewan Etik meminta keterangan tambahan dari kedua lembaga untuk menilai kesesuaian metodologi survei yang digunakan.

 

Pada 2 November 2024, Dewan Etik kembali meminta keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia karena data yang diberikan dianggap belum memenuhi standar pemeriksaan. 

 

“Dewan Etik mencatat bahwa Poltracking Indonesia kesulitan menyediakan data yang valid, dan bahkan menyebutkan bahwa data asli survei telah dihapus karena keterbatasan penyimpanan server,” lanjut bunyi putusan tersebut.

 

Dalam proses penyelidikan, Dewan Etik menemukan beberapa ketidaksesuaian dalam data yang disampaikan oleh Poltracking Indonesia.

 

Pertama, Data Survei yang Tidak Konsisten. Poltracking Indonesia tidak mampu menyediakan data asli dari 2.000 sampel yang dilaporkan dalam rilis publik, dengan alasan bahwa data telah dihapus dari server.


Kedua, Perbedaan Data yang Diterima. Pada 3 November 2024, Poltracking Indonesia mengirimkan data yang diklaim telah dipulihkan dengan bantuan tim IT. 

 

“Namun, setelah diperiksa, Dewan Etik menemukan banyak perbedaan antara data baru ini dan data awal yang diterima sebelumnya,” jelas putusan tersebut.

 

Ketiga, Jumlah Sampel Valid yang Tidak Konsisten. Poltracking Indonesia juga gagal menjelaskan mengapa jumlah sampel valid yang diajukan saat pemeriksaan hanya berjumlah 1.652 sampel, berbeda dari 2.000 sampel yang dilaporkan kepada publik.


Dewan Etik Persepi menyimpulkan bahwa karena ketidaksesuaian data dan kurangnya transparansi dari Poltracking Indonesia, lembaga tersebut dianggap tidak memenuhi SOP survei opini publik. 


“Sebagai sanksi, Persepi melarang Poltracking Indonesia mempublikasikan hasil survei tanpa persetujuan dan pemeriksaan data dari Dewan Etik, kecuali jika Poltracking Indonesia keluar dari keanggotaan Persepi,” tandasnya.