• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Kamis, 2 Mei 2024

Nasional

Gali Konsep Islam Nusantara, STAINU Jakarta Adakan FGD Berkala dan Tematik

Gali Konsep Islam Nusantara, STAINU Jakarta Adakan FGD Berkala dan Tematik

Jakarta, NU Online
Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta, dengan Program Pascasarjanya sedang menggali konsep Islam Nusantara. Salah satu usaha mengembangkan kajian keilmuan Islam Nusantara ini adalah dengan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) berkala dan tematik.<> 

Pada pertemuan perdana, Jum’at (10/4) menghadirkan narasumber Dr Zastrow al-Ngatawi. Diskusi diadakan di lantai II Kampus STAINU Jakarta Jl Taman Amir Hamzah 05 Matraman Jakarta Pusat. Dalam FGD diikuti oleh para akademisi STAINU Jakarta, Dosen, perwakilan lembaga kajian, pemerhati budaya dan pejabat struktural STAINU Jakarta. 

Hadir pula dalam kesempatan FGD tersebut Dr H M Ulinnuha, Lc, MA, Asisten Direktur Program Pascasarjana Islam Nusantara STAINU Jakarta dan Imam Bukhori, M.Pd Pembantu Ketua (Puka) I Bidang Akademik STAINU Jakarta. 

Ulinnuha menjelaskan, bahwa pengetahuan positivistik terhadap pengetahuan non-positifistik menghegemoni di nusantara. Pengetahuan non-pisitifistik di nusantara, tambahnya, tidak bisa dinegasikan dan dinafikan begitu saja. Karena, fakta sejarah dan bukti empiris yang otentik tentang berlakunya pengetahuan dengan pendekatan metodologis yang dianggap non positifistik ini. 

“Di masyarakat kita ada istilah weruh saduruning winarah, suwuk, kasyaf dan sebagainya. Namun hanya karena hal ini tidak bisa didekati dengan metodologi yang selama ini menghegemoni, lantas dianggap tidak ada dan tidak diperhitungkan sebagai ilmu pengetahuan yang paten,” papar doktor lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Senada dengan Ulinnuha, Zastrouw menerangkan, jika dirunut dari bagaimana budaya nusantara ini muncul, setidaknya budaya yang sedang berkembang sekarang ini telah mengalami 4 kali fase perkembangan. Berjalannya fase tersebut telah dipertemukan oleh spiritualitas yang dimiliki oleh masyarakat nusantara sejak awal. Sehingga, lanjutnya, budaya asli nusantara bisa berkembang sejalan dengan budaya baru yang masuk dari luar. Budaya asli nusantara kita setidaknya memiliki tiga kemampuan dasar yang menyebabkan budaya luar apa saja bisa berkembang dengan baik di Nusantara. 

Tiga kemampuan tersebut, terang Ketua PP Lesbumi NU ini, adalah hamengku, hangemot dan hangemong. Dengan kemampuan hamengku-nya budaya baru dapat dijaga, dengan kemampuan hangemot budaya yang baru masuk diberikan tempat, dan dengan hangemong budaya dapat dibina sehingga bisa serasi dan harmoni dalam kehidupan masyarakat Nusantara. 

“Di sinilah mengapa ketika, contoh ajaran syiah masuk di Indonesia bisa hidup dan berdampingan dengan budaya lain. Berbeda ketika masuk di suatu wilayah tertentu di timur tengah yang justru cekcok, bahkan sampai menyebabkan disintegrasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Imam Bukhori, menjelaskan, bahwa kajian ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap konsepsi Islam Nusantara itulah yang sedang digerakkan dan dirumuskan secara komprehensip mencakup semua bidang keilmuan oleh Civitas akademika STAINU Jakarta. Hal ini sejalan dengan kecederungan dunia yang mulai melirik model keberagamaan Islam Nusantara akhir-akhir ini. 

“Kajian serupa telah menjadi isu menarik bahkan cenderung menjadi rebutan bagi institusi akademik di Indonesia. STAINU Jakarta ingin mengambil peran dalam merumuskan konsepsi ini seseuai perspektif yang dianutnya yaitu ajaran ahlussunnah wal jamaah ala NU,” tandasnya. (Red: Fathoni) 


Editor:

Nasional Terbaru