Nasional

Tolak Kebijakan Zero ODOL, Aliansi Sopir Truk Gelar Aksi Nasional Besok

Selasa, 1 Juli 2025 | 17:35 WIB

Tolak Kebijakan Zero ODOL, Aliansi Sopir Truk Gelar Aksi Nasional Besok

Konferensi pers jelang aksi nasional pengemudi truk ODOL, di Kantor DPP Konfederasi Sarbumusi, pada Senin (1/7/2025). (Foto: NU Online/Haekal)

Jakarta Pusat, NU Online Jakarta

Sejumlah organisasi pengemudi dan buruh transportasi menyatakan menolak kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (Zero ODOL) yang akan disusun pemerintah. Mereka menilai bahwa kebijakan tersebut hanya mengkriminalkan sopir tanpa menyelesaikan akar permasalahan struktural.

 

Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) yang tergabung dalam Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia mengkritisi rencana pemerintah melalui Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) tersebut.


RBPI menjelaskan bahwa para sopir dalam rantai produksi transportasi merupakan kelas buruh yang tidak memiliki kapasitas bernegosiasi terkait volume dan tonase muatan truk. Organisasi ini menegaskan bahwa sopir justru merupakan pihak yang paling dirugikan dalam mata rantai produksi.


Penanggung jawab aksi Ika Rostianti menyatakan bahwa para sopir dan pengemudi sesungguhnya telah dan sedang mengalami opresi struktural dan relasi kuasa yang tidak seimbang dalam sistem ekonomi republik ini.

 

"Para sopir dan pengemudi sesungguhnya telah da sedang mengalami opresi struktural dan relasi kuasa yang tidak seimbang dalam sistem ekonomi republik ini," ungkap Penanggung jawab aksi Ika Rostianti, di Jakarta, Selasa (1/7/2025).


RBPI menjelaskan bahwa kencangnya wacana Zero ODOL seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola industri transportasi. Namun organisasi ini menyayangkan para pembantu presiden gagal menerjemahkannya. 
 

RBPI menegaskan bahwa para pembantu presiden seperti hendak melupakan bahwa selain sistem ekonomi yang kooptatif, ODOL menjadi marak karena kronisnya budaya koruptif di lingkungan aparatur negara.


"Para pembantu presiden seperti hendak melupakan bahwa selain sistem ekonomi yang kooptatif, ODOL menjadi marak karena kronisnya budaya koruptif dilingkungan aparatur negara," tegas ketua RBPI.


Organisasi tersebut menyebutkan adanya penegakan hukum yang tebang pilih dimana kendaraan sudah lolos pemeriksaan karoseri dan uji KIR namun tetap ditindak saat beroperasi.

 

Ia menjelaskan bahwa sistem razia yang seperti ini mengharuskan para sopir dan pengemudi harus menyisihkan sebagian uangnya untuk memberikan kepada para oknum.

 

"Sistem razia yang seperti ini mengharuskan para sopir atau pengemudi harus menyisihkan sebagian uangnya untuk memberikan kepada para oknum," ujar Ika.


Ketua RBPI itu juga menyoroti masalah premanisme yang merajalela di jalanan. Dia menyatakan bahwa sudah menjadi rahasia umum, jalanan yang menjadi medan ekonomi transportasi adalah rimba raya bertumbuhnya penyamun berkedok ormas.

 

"Sudah menjadi rahasia umum, jalanan yang menjadi medan ekonomi transportasi adalah rimba raya bertumbuhnya penyamun berkedok ormas," ujar Ika.


Ika menyimpulkan bahwa problematika praktik ODOL merupakan isu struktural yang melibatkan berbagai aspek. Dia menyatakan bahwa problematika praktik ODOL di industri transportasi merupakan isu struktural yang melibatkan opresi ekonomi struktural, ketimpangan relasi kuasa dalam rantai transportasi, ketidak-adilan kebijakan dan penegakan hukum serta carut-marut regulasi.


"Problematika praktik ODOL di industri tansportasi kita merupakan isu struktral yang melibatkan opresi ekonomi struktural, ketimpangan relasi kuasa dalam rantai transportasi, ketidak-adilan kebijakan dan penegakan hukum serta carut-marut regulasi," katanya.


Pihaknya menilai penerapan kebijakan Zero ODOL secara gegabah berpotensi mematikan ekosistem ekonomi transportasi. Mereka memperkirakan kebijakan tersebut akan meningkatkan pengangguran di Indonesia.


Dia mengkritik bahwa para pembantu presiden gagal menerjemahakan poin ke-4 (empat) dari Asta Cita, yakni 'Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif dan melanjutkan pengembangan insfrastruktur'.


"Para pembantu presiden gagal menterjemahakan poin ke-4 (empat) dari Asta Cita, yakni 'Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif dan melanjutkan pengembangan insfrastruktur'," kritik Ika.

 

Sebagai bentuk protes, RBPI bersama Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN), Konfederasi Sopir Logistik Indonesia (KSLI), Asosiasi Sopir Logistik Indonesia (ASLI), dan Aliansi Pengemudi Angkutan Barang Indonesia (APABI) akan menggelar Aksi Damai Nasional Pengemudi dan Buruh Transportasi pada Rabu (2/7/2025) di Jakarta.

 

Ika juga meminta maaf dan permakluman dari masyarakat luas yang mungkin terdampak aksi nasional tersebut.