• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Senin, 29 April 2024

Opini

Hari Santri 2023: Menjunjung Tinggi Persaudaraan dan Politik Kemaslahatan

Hari Santri 2023: Menjunjung Tinggi Persaudaraan dan Politik Kemaslahatan
Direktur Ekskutif SAS Institute Dr H Sa’dullah Affandy. (Foto: Istimewa).
Direktur Ekskutif SAS Institute Dr H Sa’dullah Affandy. (Foto: Istimewa).

Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober merupakan salah satu bentuk pengakuan dan apressiasi Negara terhadap jejak perjuangan, kiprah dan kontribusi kalangan santri terhadap bangsa ini. Pemilihan tanggal 22 Oktober sendiri bertepatan dengan peristiwa sejarah “Resolusi Jihad NU”, sebuah panggilan perlawanan dan perjuangan santri melawan kolonialisme Belanda di Surabaya pada 1945. 


Penetapan Hari Santri tanggal 22 Oktober melalui Keppres No 22 Tahun 2015 ini atas usulan KH Said Aqil Siroj (Kiai Said). Awalnya, pemerintah ingin menetapkan Hari Santri pada 1 Muharram, bertepatan dengan awal tahun Hijriyah. Namun, Kiai Said, sebagai Ketua Umum PBNU waktu itu, mengusulkan tanggal 22 Oktober, bertepatan dengan peristiwa sejarah perjuangan dan perlawanan santri dalam rangka membebaskan negeri ini dari kungkungan dan cengkeraman penjajah.


Said Aqil Siroj Institut (SAS) menegaskan bahwa Hari Santri tidak hanya berkaitan dengan peristiwa masa lalu santri. Santri hari ini adalah penerus perjuangan santri-santri masa lalu, meneruskan cita-cita kemerdekaan, kedaulatan, dan keadilan. Sebagai bentuk kepedulian santri terhadap cita-cita dan perjuangan santri, di tahun politik ini para santri berharap pemimpin yang akan terpilih nanti bisa membawa kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat Indonesia, sesuai dengan sila kelima Pancasila dan sejalan dengan kaidah fiqh “tasarruful imam ala al-raiyyah manutun bimaslahatil mar’iyyah” (kebijakan pemimpin atas rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat). 


Menginjak tahun politik ini SAS Institute menyerukan kepada seluruh kontestan Pemilu/Pilpres untuk mengedepankan etika politik, menghindari permusuhan dan perpecahan umat, tidak menggunakan politik identitas, hate speech, apalagi menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Hakikat kekuasaan adalah amanat dan tanggung jawab. Sebagaimana dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW: “kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun an raiyyatihi” (setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya). 


Dalam pandangan SAS kekuasaan hanyalah “wasilah” (perantara) bukan “maqasid” (tujuan). Tujuan kekuasaan adalah menciptakan dan mewujudkan kemaslahatan dan keadilan kepada seluruh umat. Karena itu, seluruh kontestan Pemilu/Pilpres hendaknya tidak berhenti pada “wasilah” berupa kekuasaan tetapi bagaimana agar kekuasaan itu berdampak dan memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi umat. Sebagaiman demokrasi kita tidak hanya berhenti pada demokrasi procedural melainkan beranjak pada demokrasi substantial. Tidak hanya berhenti pada demokrasi politik meliankan juga demokrasi ekonomi. 


Bagi saudara-saudara warga nahdliyin yang berbeda pilihan partai atau pilpres tetap menjaga ukhuwwah Nahdliyah (persaudaraan sesama warga NU), bagi sesama umat Islam juga pelihara ukhuwwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim) dan untuk semua warga Indonesia kedepankan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah).


SAS Institut berharap momentum Hari Santri ini mengingaktan perjuangan para santri terdahulu yang mengedepankan pengabdian, ketulusan, dan keikhlasan dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini. SAS berterimakasih kepada negara dan pemerintah Jokowi yang telah melahirkan Hari Santri. Hari Santri tidak hanya milik dan untuk santri melainkan untuk semua yang berjiwa santri, yaitu mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilan kesantrian, yaitu tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), ta’adul (keadilan), tawazun (seimbang).  
Selamat hari santri 2023, tetap jaya, berkah dan maslahah.


Aritkel tersebut ditulis oleh Direktur Ekskutif SAS Institute Dr H Sa’dullah Affandy di Jakarta, 21 Oktober 2023.


Opini Terbaru