Jakarta Raya

Gus Dur Impikan Pesantren yang Tumbuh dari Kegiatan Sosial, Bukan Bangunan Fisik

Rabu, 8 Januari 2025 | 05:58 WIB

Gus Dur Impikan Pesantren yang Tumbuh dari Kegiatan Sosial, Bukan Bangunan Fisik

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menginginkan sebuah pesantren yang tidak berbentuk fisik seperti pesantren konvensional pada umumnya. Ia membayangkan  pesantren yang tumbuh di tengah masyarakat melalui forum diskusi, advokasi, maupun bakti sosial.

 

Hal ini diungkapkan Pengajar Pesantren Ciganjur KH Wahid Maryanto atau yang akrab disapa Kiai Acung dalam peringatan haul ke-15 Gus Dur Mengenang Banser Riyanto yang digelar Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Cipinang Besar Utara (CBU) di Pesantren Bina Cendikia beberapa waktu lalu.

 

Gus Dur tidak menginginkan bentuk pesantren secara fisik: ada santrinya, ada kamarnya, ada kamar mandinya seperti kegiatan pesantren pada umumnya. Ia menginginkan pesantren yang hadir dalam kehidupan masyarakat,” kata Kiai Acung yang pernah menjadi asisten Gus Dur.

 

Kiai Acung menyampaikan bahwa acara peringatan haul yang digelar seperti ini merupakan bagian dari pesantren alamiyang diinginkan Gus Dur. Melalui kegiatan seperti ini masyarakat dapat mengkaji, menelaah, dan meneladani sosok Gus Dur.

 

Gus Dur mewariskan sembilan nilai utama antara lain ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kekesatriaan, dan kearifan lokal.

 

“Nah, itu dibicarakan dalam acara haul-haul. Ada yang berbicara tentang Gus Dur dari sisi kewaliannya, ada yang dari sisi kemanusiaanya. Saya membayangkan dari situ lah namanya pesantren,paparnya.

 

Menurut Kiai Acung metode pengajaran pesantren alami tidak melalui pengajian kitab klasik, melainkan dengan menjadikan Gus Dur sebagai sebuah kitabnya. Buktinya, sampai dengan sekarang orang mencari-cari Gus Dur, siapa itu Gus Dur, apa itu Gus Dur, dan bagamaina ajaranya? tutur Kiai Acung.

 

Sementara itu, Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia (BAZNAS) RI Saidah Sakwan menggambarkan Gus Dur seperti membaca manusia dengan profil yang sangat lengkap.

 

Gus Dur adalah seorang ulama, bukan hanya ulama secara intelektual tetapi juga dari garis nasab. Gus Dur juga bukan hanya seorang ulama namun beliau juga intelektual, politisi dan negarawan, kata Saidah.

 

Saidah menyoroti ajaran Gus Dur tentang kemanusiaan, komitmen, dan loyalitas yang menjadi teladan dalam hidupnya. “Saya belajar dari Gus Dur soal komitmen. Saya meninggalkan jabatan DPR dan saya memilih untuk mendampingi Gus Dur,” kata dia.

 

Keputusannya untuk meninggalkan posisi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan langkah yang ia pilih untuk setia terhadap Gus Dur dan ajarannya. Hingga kini, Saidah berkomitmen meneladani Gus Dur melalui jejaring Gusdurian dan berbagai kegiatan sosial lainnya.

 

“Alhamdulillah, sampai hari ini saya dengan gusdurian dengan seluruh keluarga besar juga masih menjadi support terhadap ajaran-ajaran Gus Dur, pungkasnya.