• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Selasa, 7 Mei 2024

Jakarta Raya

Ini 5 Kategori Muslim yang Mampu Ibadah Haji

Ini 5 Kategori Muslim yang Mampu Ibadah Haji
(Foto: NU Online).
(Foto: NU Online).

Jakarta Timur, NU Online Jakarta


Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Setiap Muslim wajib menunaikannya. Dari kelima rukun Islam yang ada, hanya ibadah haji yang memiliki syarat yaitu bila mampu. 


Dilansir artikel NU Online berjudul 5 Tolok Ukur Seseorang Dikatakan Mampu Berhaji dijelaskan bahwa ada 5 kategori Muslim yang mampu menunaikan ibadah haji. 


Di dalam artikel itu, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Qur'an, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon Ustadz M Mubasysyarum Bih menyebutkan bahwa adanya kemampuan merupakan salah satu syarat wajib haji. 


Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi Muslim yang tidak termasuk kategori mampu, maka tidak wajib melaksanakan ibadah haji. 


Ustadz Mubasysyarum mengutip Surat Ali Imran ayat 97 yang menjelaskan bahwa ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. 


Kata 'mampu' di dalam ayat ini, lanjut Ustadz Mubasysyarum, terdapat dua maksud yakni mampu melaksanakan haji dengan dirinya sendiri dan mampu melaksanakan haji dengan digantikan orang lain.


Berikut 5 kategori Muslim yang dinilai mampu melaksanakan ibadah haji:

 

1. Sehat Jasmani


Menurut Ustadz Mubasysyarum, ibadah haji sangat menguras tenaga sehingga seorang jamaah haji harus dalam keadaan prima.


"Ibadah haji adalah ibadah yang membutuhkan tenaga ekstra, sehingga kondisi tubuh harus benar-benar sehat dan memungkinkan untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji," jelas Ustadz Mubasysyarum.


Lain hal dengan seorang jamaah yang cacat secara fisik dan tua renta, Ustadz Mubasysyarum menyebut mereka tak termasuk dalam kategori orang yang wajib haji. Apabila masih ingin berhaji maka harus memiliki kemampuan finansial untuk menyewa orang lain agar menggantikan hajinya.


Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’asyin dalam kitab Busyral Karim, menjelaskan bahwa orang yang berhaji dapat menetap di kendaraan dengan tanpa kepayahan yang sangat. Sebab andai tidak seperti itu maka tidak wajib untuk melaksanakan haji dengan dirinya sendiri.


2. Transportasi yang Layak


Menurut Ustadz Mubasysyarum, jika bertempat tinggal dengan jarak 2 marhalah atau 81 kilometer lebih dari tanah suci, maka kewajiban haji baginya disyaratkan adanya sarana transportasi yang layak. Ketentuan ini juga berlaku bagi orang rumahnya dekat dengan tanah suci.


"Dalam konteks jamaah haji di Indonesia, syarat kedua ini bisa diartikan memiliki biaya sewa pesawat dan alat transportasi yang dibutuhkan selama menjalani manasik," terang Ustadz Mubasysyarum.


Di dalam kitab Fathul Muin Hamisy Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari menjelaskan bahwa adanya kendaraan atau ongkos menjadi syarat bagi seorang jamaah haji ketika jarak dengan Makkah sejauh 2 marhalah atau di bawah 2 marhalah tetapi ia tidak mampu untuk berjalan.   


3. Situasi Aman


Ustadz Mubasysyarum memaknai aman ini dengan keselamatan nyawa, harta, dan harga diri seseorang selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji, sehingga apabila terjadi beberapa hal yang dikhawatirkan mengancam keamanan seperti peperangan, perampokan atau cuaca buruk yang menghambat perjalanan menuju tanah suci, maka tidak wajib melaksanakan haji.


Hal itu sebagaimana dijelaskan Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari dalam Fathul Muin Hamisy Hasyiyah Ianah at-Thalibin. 


"Disyaratkan bagi wajibnya haji, amannya jalan bagi diri sendiri dan harta walaupun dari perampok, walaupun hanya sedikit yang diambil. Serta dugaan kuat keselamatan bagi orang yang menaiki perahu, maka bila kemungkinan besar terjadi kematian karena dahsyatnya ombak di sebagian keadaan atau prosentasenya sama, maka tidak wajib, bahkan haram melaksanakan perjalanan jalur laut bagi dirinya dan orang lain,” jelas Syekh Zainuddin Al-Malibari seperti ditulis Ustadz Mubasysyarum.


4. Pergi dengan Mahram 

Ustadz Mubasysyarum menyebutkan bahwa syariat dalam berhaji memberikan perhatian khusus bagi jamaah haji perempuan. Perginya perempuan disyaratkan harus dengan suami, mahram, atau beberapa perempuan yang dapat dipercaya dalam ibadah haji.


Dalam kitab Minhaj Al-Thalibin Hamisy Hasyiyah Qalyubi dan Umairah, Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Al-Nawawi menjelaskan bahwa perempuan harus keluar bersamaan dengan suami, mahram atau beberapa perempuan yang dapat dipercaya.


5. Rentang Waktu


Kategori terakhir yang membuat seorang Muslim dinilai mampu untuk melaksanakan ibadah haji adalah rentang waktu yang memungkinkan untuk menempuh perjalanan. Ustadz Mubasysyarum menerangkan, waktu haji yang terbatas membuat pelaksanaannya tidak seleluasa ibadah umrah.


Dengan demikian, pada syarat wajib haji diharuskan ada waktu yang memungkinkan untuk menempuh perjalanan dari tanah air menuju Makkah. 


Syekh Muhammad Nawawi bin Umar bin Ali Al-Jawi dalam Nihayah Al-Zain menjelaskan bahwa salah satu syarat wajib berhaji adalah adanya waktu yang mencukupi untuk perjalanan haji dari negaranya ke Makkah.


Pewarta: Haekal Attar
Editor: Aru Elgete


Editor:

Jakarta Raya Terbaru